Bunda mungkin sudah familier dengan sindroma baby blues maupun postpartum depression. Kedua kondisi tersebut bukan hanya gangguan kejiwaan yang kerap menjangkiti wanita yang baru mengalami persalinan. Selain postpartum depression, dikenal pula postpartum OCD yang gejalanya hampir mirip dengan gangguan depresi pascapersalinan.
Obsessive-compulsive disorder (OCD) atau kelainan obsesif kompulsif bahkan dapat terjadi selama masa kehamilan akibat kondisi hormon, stres, banyaknya perubahan drastis yang terjadi selama hamil, serta rasa cemas yang datang menjelang persalinan.
Postpartum Support International mengemukakan bahwa sebanyak 3-5% Ibu dan Ayah baru berisiko mengalami postpartum depression maupun OCD. Berdasarkan riset, kondisi ini berasal dari rasa cemas berlebihan yang diikuti delusi bahwa hal buruk dapat terjadi pada bayi yang baru lahir.
Obsesi adalah keterpurukan pada pikiran yang berulang dan sulit dikendalikan. Misalnya terus membayangkan kondisi dan keselamatan bayi. Sementara kompulsif adalah tingkah laku yang repetitif dan dianggap harus dilakukan.
Sama seperti OCD pada umumnya, wanita yang mengalami postpartum OCD sering kali merasa resah, takut dan cemas bahwa dirinya dapat tidak sengaja menyakiti si bayi. Rasa tidak percaya pada orang lain yang menjaga bayi pun kerap muncul pada kondisi ini.
Gejala postpartum OCD biasanya dapat terdeteksi sekitar satu minggu setelah persalinan. Wanita yang mengalami postpartum OCD umumnya menunjukkan tanda-tanda berikut:
Seseorang yang mengalami postpartum OCD pun memiliki keinginan untuk terus-menerus mengecek kondisi bayi, sekalipun si bayi sedang tidur. Misalnya, sejumlah wanita yang mengalami postpartum OCD kerap bangun tengah malam demi mengecek apakah bayinya baik-baik saja dan masih hidup.
Kondisi ini juga sering ditandai dengan rasa cemas berlebihan saat bayi cegukan atau mengalami gangguan ringan. Para ibu yang mengalami kondisi ini selalu merasa perlu untuk bertanya pada orang lain atau dokter atas setiap hal yang terjadi pada bayinya. Jika sudah parah, banyak ibu yang bahkan tidak bisa ditinggal sendirian dengan bayinya atau merasa tidak percaya diri bahwa dirinya dapat menjaga si bayi.
Postpartum OCD masih dapat diatasi dengan pendampingan atau terapi dari ahli psikologi. Untuk mengantisipasi terjadinya kondisi ini, Bunda dapat berkonsultasi pada dokter kandungan untuk meminta referensi psikolog atau psikiater yang dapat dimintai bantuan jika nanti Bunda mengalami postpartum depression atau OCD setelah melahirkan. Biasanya, untuk mengatasi gangguan OCD pascapersalinan, psikiater akan menerapkan sejumlah terapi cognitive-behavioral, support group, serta merekomendasikan obat-obatan untuk mengurangi cemas.
Postpartum OCD bukanlah hal yang memalukan. Rasa cemas dan takut tidak dapat menjaga bayi dengan baik lazim dialami wanita setelah melahirkan, terutama yang baru pertama kali mengalami persalinan. Begitu Bunda merasakan rasa cemas atau kesedihan yang tidak lazim, jangan ragu untuk berbicara pada orang-orang terdekat atau meminta bantuan ahli kejiwaan untuk meminimalisasi risiko gangguan kesehatan mental menjelang atau setelah persalinan.
Bunda, yuk perkaya wawasan seputar kehamilan dan parenting dengan mengikuti Facebook dan Instagram Ibu Sehati. Agar lebih update, Bunda juga bisa mengunduh aplikasi Sehati di Google Play Store dan App Store. Lengkapi perjalanan kehamilan dan tumbuh kembang buah hati dengan informasi menarik dari Sehati.
Bunda mungkin ingat beberapa waktu lalu Chrissy Teigen, istri dari penulis lagu dan penyanyi John…
Pandemi Covid-19 berdampak pada kita semua. Namun, tahukah, Bunda, bahwa pandemi ini memiliki konsekuensi tersendiri…
Neonatal intensive care unit atau biasa disingkat NICU adalah ruang perawatan intensif bagi bayi yang…
Tidak ada seorang ibu atau ayah yang ingin melahirkan bayi prematur. Akan tetapi, beberapa orangtua…
Vaksinasi Covid-19 terus digencarkan pemerintah untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Di tengah program…
Masa nifas atau postpartum kerap menjadi masa yang sulit bagi ibu baru. Adaptasi, rasa sakit…