Mitos Melahirkan Secara Caesar

Banyaknya mitos yang beredar seputar operasi caesar membuat ibu hamil ketakutan saat dokter menyarankan untuk dilakukan tindakan tersebut. Bahkan ada beberapa yang kemudian tidak kembali lagi sehingga terlambat mendapat pertolongan.

Adapun sebelum melakukan tindakan seksio cesarea ini tentunya dokter sudah mempertimbangkan kondisi Ibu dan janin dalam kandungannya. Artinya jika tidak dilakukan tindakan tersebut mungkin dapat menimbulkan komplikasi yang membahayakan ibu dan janin.

Nah, agar tidak terjadi kesalahpahaman dan kecemasan yang tidak perlu seputar operasi caesar, berikut adalah beberapa mitos umum tentang operasi caesar yang wajib diketahui:

Mitos Caesar 1: Lebih Susah Menyusui Bayi yang Dilahirkan secara Caesar

Metode persalinan yang dilakukan tidak berhubungan dengan kemampuan Bunda untuk menyusui demikian pula dengan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) tidak dipengaruhi oleh metode persalinan yang dilakukan. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan IMD. Di antaranya adalah kondisi ibu, bayi serta lingkungan sekitar, tidak lupa kebijakan rumah sakit tempat dilakukannya tindakan IMD.

Adapun tindakan IMD saat Bunda menjalani operasi sesar umumnya tidak dilakukan cukup lama karena kondisi kamar operasi yang dingin dapat meningkatkan risiko hipotermia pada bayi. Adapun suhu kamar operasi yang dingin, antara 19-22oC, ini dimaksudkan untuk mencegah penyebaran infeksi dalam kamar operasi.

Selain itu, mobilitas Bunda yang masih terbatas dalam dua belas jam pertama pasca operasi dapat mempengaruhi proses rawat gabung. Akan tetapi, meskipun belum bisa rawat gabung, umumnya bayi akan diantar kepada Ibu untuk menyusui pada waktu menyusui.

Kecuali jika kondisi bayi tidak memungkinkan untuk menyusui, misalkan asfiksia (sesak napas), sespsis (infeksi berat), hipotermia atau beberapa kondisi lain yang tidak memungkinkan bayi untuk menyusui langsung. Dalam kondisi ini, Bunda dapat membantu memeras ASI Bunda dan mengantarkannya ke ruang bayi atau menyimpan ASI dalam kulkas penyimpanan ASI terlebih dahulu jika bayi belum diperbolehkan untuk minum.

Jangan khawatir jika dalam 2-3 hari pertama ASI yang keluar masih sedikit, Bunda bisa meminta nasihat dokter atau konselor laktasi. Jangan langsung kecil hati, ya, kondisi tersebut memang lazim, karena produksi ASI menyesuaikan dengan kebutuhan bayi Bunda. Hal yang terpenting adalah tetap menyusui minimal delapan kali sehari, tidak menunggu bayi menangis ya Bunda. Rangsangan pada puting susu Bunda saat bayi menyusu akan mengakibatkan produksi ASI jadi lebih banyak.

Baca juga: Tips Menyusui Setelah Melahirkan secara Caesar

Mitos Caesar 2: Tidak Bisa Melakukan Skin-to-Skin Contact (SSC)

Siapa bilang operasi caesar akan menghalangi Bunda untuk langsung mendekap bayi setelah persalinan? Bunda bisa memasukkan keinginan SSC pasca operasi caesar ke dalam birth plan agar dapat dikoordinasikan dengan dokter yang menangani persalinan. Bunda dapat tetap menggendong si kecil bahkan ketika perut sedang dijahit, selama didampingi perawat atau doula. Tentunya jika kondisi ibu dan bayi memungkinkan ya Bunda.

Mitos Caesar 3: Tidak Akan Bisa Bersalin Alami jika Sebelumnya Pernah Operasi Caesar

Vaginal Birth After Caesarean (VBAC) atau persalinan alami pasca operasi ceasar bukan hal mustahil, akan tetapi sebaiknya tidak dilakukan jika Bunda sudah menjalani operasi caesar dua kali atau lebih. Jika ingin menjalani persalinan alami, jika memenuhi persyaratan, Bunda akan menjalani proses Trial or Labor After Caesarian (TOLAC) untuk mencari tahu apakah metode ini aman dilakukan. Diskusikan dengan dokter untuk kemungkinanan VBAC ya Bunda, mengingat ada beberapa hal yang harus dinilai untuk menentukan apakan Bunda dapat menjalani TOLAC atau tidak.

Berdasarkan survei dokter ginekologi di Amerika Serikat, sekitar 60%-80% ibu hamil yang menjalani TOLAC terbukti sukses menjalani persalinan normal. Akan tetapi tindakan TOLAC ini tetap mempunyai risiko ruptur atau robeknya bekas jahitan pada rahim yang dapat mengancam nyawa ibu dan bayi.

Oleh karena itu sebaiknya TOLAC dilakukan di rumah sakit sehingga dapat dilakukan observasi ketat adanya kemungkinan ruptur saat persalinan dan tindakan segera jika ada tanda bahaya. Jika didapatkan tanda berupa nyeri hebat didaerah bekas jahitan, gangguan denyut jantung janin, atau urin yang menjadi kemerahan, maka sebaiknya tindakan TOLAC dihentikan dan langsung dilakukan tindakan seksio caesaria segera.

Mitos Caesar 4: Rasa Sakit pada Persalinan Caesar Lebih Kecil Dibanding Persalinan Normal

Apa pun metode persalinannya, tentu ada tantangannya masing-masing. Operasi caesar biasanya ditempuh jika ada indikasi, misalkan kondisi kesehatan Ibu yang serius yang bisa membahayakan nyawa, kelainan letak atau ketidaksesuaian antara panggul ibu dan bayi, atau kondisi bayi yang mengharuskan persalinan segera. Adapun persalinan dengan seksio caesaria bukan tanpa risiko loh. Hal yang mungkin didapati diantaranya adalah perdarahan, trauma pada saluran kemih atau saluran cerna atau bahkan pada bayi, infeksi pasca operasi, serta nyeri pasca operasi.

Saat operasi Bunda tidak merasakan sakit karena pengaruh obat bius. Namun, pemulihan pasca operasi dapat memakan waktu lebih lama, untuk itu perlu diberikan penghilang rasa sakit yang sesuai sehingga Bunda dapat melakukan aktifitas tanpa gangguan. Jadi, jangan lagi menganggap operasi caesar hanya untuk ibu-ibu yang tidak mau merasakan sakitnya persalinan normal, ya.

Apa pun metode persalinan yang dipilih, pastikan Bunda sudah memahami plus-minusnya. Diskusikan bersama suami dan dokter tentang kondisi kesehatan, keluhan semasa hamil, serta keinginan khusus saat bersalin agar proses melahirkan jadi lebih nyaman.

Persiapkan kehamilan dan persalinan dengan mencari tahu informasi seputar kesehatan wanita dengan mengikuti Facebook dan Instagram Ibu Sehati. Jangan lupa juga untuk mengunduh aplikasi Sehati di Google Play Store dan Apps Store untuk mendapatkan update berita terkini yang disesuaikan dengan kondisi Bunda.

Dr. Olivia Widyanti, SpOG

Dokter Olivia Widyanti Budiman adalah dokter spesialis kebidanan dan kandungan yang kini berpraktik di RS Bhayangkara Brimob. Ia menyelesaikan studi kedokterannya di Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti, dan memperoleh gelar spesialisnya di Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Dokter Olivia kini aktif menulis untuk situs Ibu Sehati. Tak hanya itu, dokter yang gemar berolahraga ini juga turut berpartisipasi mengisi materi kelas online yang diselenggarakan oleh Ibu Sehati.

Recent Posts

Memahami Perubahan pada Tubuh setelah Keguguran

Bunda mungkin ingat beberapa waktu lalu Chrissy Teigen, istri dari penulis lagu dan penyanyi John…

3 years ago

Simak! Ini Dampak Pandemi bagi Ibu Hamil dan Bayi

Pandemi Covid-19 berdampak pada kita semua. Namun, tahukah, Bunda, bahwa pandemi ini memiliki konsekuensi tersendiri…

3 years ago

Panduan untuk Ayah, saat Si Kecil Dirawat di NICU

Neonatal intensive care unit atau biasa disingkat NICU adalah ruang perawatan intensif bagi bayi yang…

4 years ago

Mengenal Ruang NICU, Fungsi dan Perkiraan Tarif

Tidak ada seorang ibu atau ayah yang ingin melahirkan bayi prematur. Akan tetapi, beberapa orangtua…

4 years ago

Pertanyaan seputar Vaksin Covid-19 untuk Ibu Hamil dan Menyusui

Vaksinasi Covid-19 terus digencarkan pemerintah untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Di tengah program…

4 years ago

Depresi Pasca Persalinan, Lebih Rentan saat Pandemi Covid-19?

Masa nifas atau postpartum kerap menjadi masa yang sulit bagi ibu baru. Adaptasi, rasa sakit…

4 years ago