Categories: Air Susu IbuMenyusui

Warna ASI Bunda Berubah-ubah? Ini Sebabnya

Selain berwarna putih atau kuning, ASI dapat berubah warna menjadi cokelat, hijau, atau bahkan merah muda. Pertanyaannya, apakah perubahan warna ASI ini merupakan hal wajar? Jika warna ASI berubah-ubah, apa penyebabnya?

Warna ASI yang Berubah-ubah Normal dan Umum Terjadi

Perubahan warna ASI sebenarnya merupakan hal yang normal dan umum terjadi. Di minggu-minggu awal setelah bayi lahir, komposisi, jumlah, serta warna ASI pun sering kali berubah dengan cepat. Beberapa tahapan perubahan warna tersebut meliputi:

Kolostrum

Pada awalnya, jenis ASI yang diproduksi oleh payudara bunda disebut kolostrum. Kolostrum ini sering dikenal juga sebagai “liquid gold” karena warnanya yang kekuningan sampai oranye. Kolostrum adalah ASI pertama yang diproduksi ibu hamil setelah melahirkan dan hanya keluar selama beberapa hari pertama. Kolostrum ini sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi sang buah hati serta melindungi bayi kecil yang masih sangat rentan terhadap infeksi setelah keluar dari rahim Bunda.

Kolostrum yang diproduksi pada hari-hari pertama memang masih sedikit, sekitar 40-50 ml sehari, namun hal tersebut sudah menyesuaikan lambung bayi baru lahir yang sangat kecil. Meskipun jumlahnya sedikit, ASI pertama ini bergizi tinggi dan mengandung banyak antibodi yang membantu membentuk sistem kekebalan tubuh bayi.

Selain itu, kolostrum ini sangat mudah dicerna di saluran pencernaan bayi sehingga walaupun jumlahnya sedikit, namun sangat berkualitas. Kolostrum dapat melapisi saluran cerna bayi, terutama bayi prematur yang sangat berisiko mengalami kondisi necrotizing enterocolitis. Kolostrum juga bermanfaat membantu bayi Bunda mengeluarkan tinja pertamanya yang kita sebut mekonium.

ASI Transisional

Pada minggu pertama kelahiran, ASI bunda akan mengalami perubahan secara kuantitas. Bunda dapat menyadari bahwa payudara terasa lebih penuh dan besar, hal itu karena produksi ASI semakin hari semakin meningkat. Setelah tiga hari, produksi ASI dapat meningkat sampai 300-400 mL sehari.

Pada hari kelima sampai hari ke-14, ASI Bunda disebut ASI transisional (transitional milk). Hal itu karena terjadi perubahan dari kolostrum menuju ASI matur (mature milk). ASI transisional ini lebih tampak putih dan juga mengandung lemak, kalori, dan laktosa, semua kandungan ini sangat diperlukan bayi untuk pertumbuhannya di dunia. Selain itu, ASI transisional juga mengandung antibodi untuk melindungi bayi dari infeksi.

ASI Matur (Mature Milk)

Setelah sekitar empat minggu, ASI Bunda akan sepenuhnya menjadi mature milk. Kandungannya kaya akan protein, karbohidrat, vitamin, mineral, hormon, growth factors, enzim, yang semuanya sangatlah bermanfaat untuk mendukung tumbuh kembang optimal bayi. Komposisi mature milk sudah konsisten seiring bertambahnya waktu, namun dapat berubah tergantung kondisi ibu dan bayi.

Misalnya bila bayi sakit, maka tubuh Bunda akan memproduksi lebih banyak antibodi untuk membantu melindungi sang bayi melalui ASI. Kemudian, pada saat bayi mulai aktif memasukkan benda mainan ke dalam mulutnya, maka kadar enzim akan juga meningkat untuk melindungi bayi dari infeksi. Variasi ini menunjukkan adanya adaptasi dalam komposisi ASI dan menyesuaikan kebutuhan sang buah hati.

Bunda dapat menyadari bahwa ASI Bunda tampak lebih kental setelah sekitar sepuluh menit menyusui bayi. Hal tersebut karena adanya perbedaan kandungan lemak dalam ASI. Pada awal menyusui, ASI tampak lebih encer dan dikenal sebagai hindmilk, lalu semakin lama menjadi semakin kental dan disebut foremilk yang lebih banyak mengandung lemak untuk kenaikan berat badan bayi.

Selain perubahan-perubahan di atas, warna ASI juga dapat berubah sesuai dengan makanan atau obat-obatan yang dikonsumsi ibu hamil. Misalnya ketika Bunda banyak mengonsumsi buah bit, ASI akan berwarna merah muda. Sementara ketika sering mengonsumsi bahan makanan yang banyak mengandung pewarna hijau seperti bayam atau rumput laut, ASI berubah warna menjadi hijau.

Meskipun pada awalnya membuat Bunda khawatir, perubahan warna ASI tersebut juga tidak membahayakan bayi. Namun apabila Bunda ragu dengan perubahan yang terjadi, berkonsultasi dengan dokter bisa menjadi solusi yang tepat.

dr. Karina Kaltha, Sp.A

Dokter Karina adalah dokter spesialis anak yang saat ini berpraktik di BJ Medical Center. Perempuan asal Jakarta ini menuntaskan pendidikan kedokterannya di Universitas Indonesia, Jakarta pada tahun 2010. Ia pun memperoleh gelar spesialisasinya di universitas yang sama 8 tahun berikutnya. Selain aktif menulis di Ibu Sehati, Dokter Karina juga aktif menulis artikel ilmiah. Salah satu penelitiannya yang telah disampaikan di hadapan publik berjudul “Radioactive Iodine Therapy in an Adolescence Girl with Graves Disease”. Hasil penelitian ini dipresentasikan di Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak pada tahun 2017.

Recent Posts

Memahami Perubahan pada Tubuh setelah Keguguran

Bunda mungkin ingat beberapa waktu lalu Chrissy Teigen, istri dari penulis lagu dan penyanyi John…

3 years ago

Simak! Ini Dampak Pandemi bagi Ibu Hamil dan Bayi

Pandemi Covid-19 berdampak pada kita semua. Namun, tahukah, Bunda, bahwa pandemi ini memiliki konsekuensi tersendiri…

3 years ago

Panduan untuk Ayah, saat Si Kecil Dirawat di NICU

Neonatal intensive care unit atau biasa disingkat NICU adalah ruang perawatan intensif bagi bayi yang…

4 years ago

Mengenal Ruang NICU, Fungsi dan Perkiraan Tarif

Tidak ada seorang ibu atau ayah yang ingin melahirkan bayi prematur. Akan tetapi, beberapa orangtua…

4 years ago

Pertanyaan seputar Vaksin Covid-19 untuk Ibu Hamil dan Menyusui

Vaksinasi Covid-19 terus digencarkan pemerintah untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Di tengah program…

4 years ago

Depresi Pasca Persalinan, Lebih Rentan saat Pandemi Covid-19?

Masa nifas atau postpartum kerap menjadi masa yang sulit bagi ibu baru. Adaptasi, rasa sakit…

4 years ago