Sebagai pasangan muda, menjadi orang tua adalah hal baru dalam hidup. Untuk memenuhi peran ini, ada banyak hal yang mesti Bunda pelajari. Memang, tidak ada pendidikan formal yang bisa mengajari Bunda cara menjadi orang tua yang baik dan benar. Namun, Bunda dan Ayah bisa mencari tahu dan mempelajarinya dari informasi-informasi yang ada di buku, pengalaman orang lain yang sudah lebih dulu menjadi orang tua, atau mengikuti kelas-kelas bersama komunitas.
Namun, tak hanya belajar, Bunda juga harus mempraktikkan cara berpikir kritis. Bunda dan Ayah harus memilah informasi tentang gaya pengasuhan anak karena banyak sekali mitos-mitos yang beredar di masyarakat tentang hal ini. Untuk membantu Bunda, inilah beberapa mitos gaya parenting yang umum beredar di masyarakat dan bagaimana fakta yang sebenarnya.
Mitos yang satu ini sangat populer bagi orang tua yang baru memiliki anak. Dan ini tidak benar, Bun. Menangis adalah satu-satunya cara bagi bayi untuk berkomunikasi dengan kedua orang tuanya. Melalui tangisan, bayi memberi tahu orang tuanya bahwa ia sedang merasa tidak nyaman, lapar, atau mengantuk.
Saat bayi menangis, orang tuanya bisa menggendong untuk menenangkannya dan memberinya rasa nyaman. Jika bayi tidak segera direspon secara positif dan spontan, hal ini akan memengaruhi kepercayannya pada orang lain dan juga kelak akan memengaruhi kepercayaannya pada diri sendiri.
Meskipun begitu, anak tidak melulu terus menerus digendong saat situasi seperti ini. Saat mereka sudah mulai besar, cobalah beri pengertian padanya bahwa apa yang ia inginkan harus diungkapkan, bukan dengan tangisan.
Hal ini sering kali diucapkan pada anak yang tengah bermain. Perbedaan genderlah yang menjadi penyebabnya. Selain itu, banyak orang tua yang khawatir kebiasaan ini akan berpengaruh pada perkembangannya saat besar nanti. Faktanya, agar anak dapat berkembang dengan optimal, baik laki-laki maupun perempuan, mereka perlu mendapatkan stimulasi yang sama dari segi fisik, sosial, emosi, bahasa, dan kognitif.
Selain itu, anak laki-laki secara proporsional juga perlu belajar tentang kelembutan seperti anak perempuan, agar kelak ia bisa memperlakukan istri dan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Demikian pula sebaliknya, anak perempuan juga dibolehkan melakukan permainan yang maskulin secukupnya agar kelak bisa kuat dan mandiri.
Belum ada penelitian yang mampu membuktikan bahwa makanan manis dapat membuat anak jadi hiperaktif. Namun, menurut Alan Greene, seorang dokter anak di Palo Alto California, makanan apapun yang mengandung kadar gula tinggi dapat meningkatkan adrenalin yang dapat meningkatkan energi.
Sampai usia tertentu, anak memang membutuhkan bantuan untuk menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Orang tua perlu melatih dengan memberikan sendok kecil yang aman, ketika anak sudah mulai bisa duduk dan menggerakkan tangannya untuk menyendok dan memasukkan makanan ke dalam mulut.
Kebiasaan ini akan membuat anak lebih mandiri dan fokus pada setiap hal yang ia lakukan. Cara ini juga membantu anak melatih keterampilan motorik serta koordinasi otot dan indera.
Mitos ini kadang benar. Ketika Bunda dan pasangan bertengkar di depan anak dengan cara “meledak-ledak”, hal ini akan terekam dalam ingatannya dan akan terbawa hingga ia dewasa nanti. Namun, bila Bunda dan pasangan mampu mengontrol diri dalam berdiskusi, tidak apa-apa untuk membahasnya di depan anak. Ia akan belajar dari Ayah dan Bunda bagaimana cara mengatasi perbedaan pendapat.
Jadi orang tua boleh saja berselisih pendapat di depan anak, asalkan orang tua memiliki kendali untuk tidak melakukan agresivitas, baik secara verbal, psikologis, maupun fisik. Dengan memperhatikan pertengkaran orang tuanya, anak akan belajar bagaimana menyampaikan pendapat dan cara menyelesaikan masalah.
Berjalan dan berbicara lebih awal daripada anak lain bukanlah tanda bahwa anak akan menjadi lebih pintar. Anak yang memiliki keterlambatan dalam dua hal ini memang benar memiliki masalah tumbuh-kembang, tetapi mendapatkan kemampuan ini lebih cepat, bukan berarti menjadi indikator tentang kepintarannya. Perkembangan yang sangat mencolok hanya terlihat pada fungsi perkembangan motoriknya.
Terlalu protektif terhadap anak bukanlah hal yang baik. Alih-alih membuang energi Bunda untuk menjaga anak 24 jam penuh, lebih baik ajari si kecil untuk bisa melindungi dirinya sendiri. Pelajaran ini akan sangat berarti baginya saat Bunda harus jauh dari si kecil. Berikan mereka pelajaran tentang keamanan bagi diri sendiri, maka Bunda tidak perlu lagi menjaganya selama 24 jam penuh.
Penting juga dipastikan, bahwa kondisi lingkungan fisik dan sosial anak memang cukup aman dan tidak membahayakan, misalnya kondisi lantai, tangga, listrik, api, dan lain-lain. Orang tua juga perlu memastikan, bahwa anak berada dengan orang-orang yang akan memberinya rasa nyaman, bukan yang membahayakan, misalnya pelecehan atau bullying.
Itulah beberapa mitos gaya parenting yang perlu Bunda ketahui. Untuk memperoleh beragam informasi penting lainnya seputar kehamilan dan persalinan, yuk follow dan like akun Facebook dan Instagram Sehati. Semoga bermanfaat, ya.
Bunda mungkin ingat beberapa waktu lalu Chrissy Teigen, istri dari penulis lagu dan penyanyi John…
Pandemi Covid-19 berdampak pada kita semua. Namun, tahukah, Bunda, bahwa pandemi ini memiliki konsekuensi tersendiri…
Neonatal intensive care unit atau biasa disingkat NICU adalah ruang perawatan intensif bagi bayi yang…
Tidak ada seorang ibu atau ayah yang ingin melahirkan bayi prematur. Akan tetapi, beberapa orangtua…
Vaksinasi Covid-19 terus digencarkan pemerintah untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Di tengah program…
Masa nifas atau postpartum kerap menjadi masa yang sulit bagi ibu baru. Adaptasi, rasa sakit…