Rasa empati perlu dipupuk sejak dini. Dan sudah merupakan tugas orang tua untuk mengajarkannya agar ia bisa membangun hubungan sosial dengan orang-orang di sekitarnya. Mengajarkan si kecil rasa empati tidak sesulit yang dibayangkan kok, Bun. Mulai saja dari hal-hal sederhana.
Memiliki empati berarti memiliki kemampuan untuk mengerti perasaan dan pikiran orang lain. Tak hanya dapat memahami dan mengerti perasaan orang lain, empati juga membuat seseorang dapat memahami posisi dan situasi yang dialami orang lain.
Setiap orang, termasuk anak-anak, perlu memiliki empati. Jika tidak memiliki empati, mereka cenderung tidak peduli terhadap lingkungan sekitar. Mereka juga tidak mau dan tidak bisa merasakan penderitaan yang dialami orang lain. Parahnya, mungkin saja mereka tidak merasa bersalah atau menyesal jika telah menyakiti orang lain. Anak jadi mudah merendahkan, meremehkan, dan mengucilkan orang lain yang sedang berada dalam kesulitan.
Jika tumbuh tanpa empati, ia akan sulit mendapatkan teman dan membina hubungan dengan orang lain. Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti dari Utrecht University dan dipublikasikan dalam European Journal of Pharmacology pada tahun 2009 juga menyebutkan bahwa kurangnya empati berhubungan dengan perilaku yang merusak, ketika dewasa. Beberapa contoh perilaku disruptif adalah sulit bekerja sama dengan orang lain, melanggar peraturan, dan kerap menyalahkan orang lain atas kesalahan yang mereka lakukan.
Umumnya, anak-anak sudah bisa menunjukkan empati pada usia 8-10 bulan. Rasa empati paling mudah terlihat ketika anak merespons orang yang menangis. Secara tak sadar, mereka akan menunjukkan raut wajah yang sedih juga. Meski begitu, tidak semua bayi bisa menunjukkan rasa empati ini karena perkembangan masing-masing anak berbeda.
Empati tidak bisa tumbuh dengan sendirinya. Orang tua memegang peran penting dalam menumbuhkan empati anak dan sebaiknya hal ini dilakukan sedini mungkin. Berikut ini adalah cara yang bisa Bunda dan Ayah lakukan kepada anak untuk menumbuhkan rasa empatinya.
Agar seseorang dapat merasakan empati, kebutuhan emosionalnya harus sudah terpenuhi dulu. Jadi, pastikan dulu si kecil mendapat dukungan emosional yang ia butuhkan. Ketika ia mendapatkan dukungan emosional ini, ia akan lebih mudah memberikannya kepada orang lain.
Anak perlu mengetahui bahwa dirinya memiliki emosi positif dan negatif. Kenalkan nama-nama emosi, seperti, “Oooh… adik sedih ya, air matanya keluar. Sini bunda peluuuk.” Selain itu, anak juga perlu dikenalkan dan diberi contoh tentang emosi positif dan cara mengekspresikannya. Misalnya, “Aaiiiih, Bunda senang dapat oleh-oleh dari ayah. Terima kasih, Ayah.”
Jangan biarkan anak menunjukkan emosi negatif terus-menerus. Orang tua harus membantu anak mengenali emosinya, apakah itu negatif atau positif dan mengekspresikannya dengan cara yang positif.
Ketika ia berkelahi dengan teman, jangan langsung memarahinya. Usahakan untuk memisahkannya terlebih dahulu, kemudian tunggu sampai ia tenang. Saat ia sudah mulai tenang, perlahan-lahan ajak anak dan temannya untuk berbicara tentang perasaan masing-masing. Dengarkan penjelasan mereka dengan saksama. Setelah itu, berikan mereka pemahaman tentang mengekspresikan perasaan bahwa amarah dan salah paham bisa diselesaikan tanpa perkelahian fisik.
Anak-anak dilahirkan dengan kapasitas untuk berempati. Namun begitu, rasa empati pun perlu dipupuk sejak kecil. Bunda bisa memberikan kesempatan bagi si kecil untuk belajar berempati melalui pelajaran bahasa atau olahraga. Hal tersebut pun membutuhkan latihan dan bimbingan. Mempertimbangkan perspektif dan keadaan orang lain secara rutin dapat membantu refleks rasa empatinya tercipta secara alami. Melalui banyak percobaan–dan juga kesalahan–si kecil dapat menjadi lebih baik dalam menyesuaikan diri dengan perasaan dan perspektif orang lain.
Proses belajar empati juga bisa dilakukan dengan menanyakan pendapat dan perasaan anak ketika ia melihat pengemis, orang terjatuh, dan lain-lain.
Jika anak tidak mau mengalah dan tidak sengaja memukul teman atau saudaranya sendiri, Bunda perlu menjelaskan bahwa perilaku tersebut bisa menyakiti dan melukai orang lain, baik secara fisik maupun emosional.
Beri ia pemahaman dengan menggali perasaannya lebih dalam. Tanyakan bagaimana perasaan si kecil. Bila ia sudah terbuka mengenai perasaannya, beri ia pemahaman lebih lanjut tentang cara mengekspresikan perasaannya.
Di lain sisi, jika anak melakukan suatu kebaikan, seperti menunjukkan rasa empatinya, berilah ia pujian agar ia tetap melakukan kebaikan tersebut. Namun, jika anak berperilaku tidak baik, berilah ia pengertian untuk tidak melakukannya lagi di kemudian hari.
Setiap tindakan yang ditunjukkan orang tua di depan anaknya bisa saja ditiru mentah-mentah. Itulah mengapa orang tua tak hanya perlu mengajarinya, melainkan juga perlu memberinya contoh. Tunjukkan pada mereka perilaku positif seperti sopan santun dan sikap penuh kasih sayang.
Nah, itulah informasi mengenai tips mengajarkan rasa empati pada anak. Apabila Bunda ingin membaca tips-tips lain seputar kehamilan, follow juga Ibu Sehati melalui Facebook atau Instagram, Semoga bermanfaat, ya!
Bunda mungkin ingat beberapa waktu lalu Chrissy Teigen, istri dari penulis lagu dan penyanyi John…
Pandemi Covid-19 berdampak pada kita semua. Namun, tahukah, Bunda, bahwa pandemi ini memiliki konsekuensi tersendiri…
Neonatal intensive care unit atau biasa disingkat NICU adalah ruang perawatan intensif bagi bayi yang…
Tidak ada seorang ibu atau ayah yang ingin melahirkan bayi prematur. Akan tetapi, beberapa orangtua…
Vaksinasi Covid-19 terus digencarkan pemerintah untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Di tengah program…
Masa nifas atau postpartum kerap menjadi masa yang sulit bagi ibu baru. Adaptasi, rasa sakit…