Menyusui
7 Masalah Menyusui dan Cara Mengatasinya
Masalah menyusui berpotensi membuat ibu stres, yang semakin menghambat produksi ASI. Apa saja masalah menyusui yang kerap dihadapi? Bagaimana mengatasinya?

Beberapa bayi mungkin sudah dapat menyusu sejak awal, tetapi hal tersebut tidak berarti perjalanan menyusui ke depannya akan tampak mulus tanpa hambatan. Terkadang hal-hal yang tidak diharapkan muncul yang memaksa para ibu harus berjuang lebih keras untuk belajar menyusui lebih baik lagi. Dari hal tersebut, Bunda mungkin setuju bahwa menyusui merupakan fase yang tak kalah melelahkan, terlebih bagi para ibu baru.
Masalah menyusui akan semakin membuat ibu stres jika sang ibu tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Maka dari itu, jika Bunda termasuk ibu baru yang baru merasakan fase menyusui, Bunda wajib simak penjelasan mengenai beberapa masalah menyusui dan bagaimana cara mengatasinya di bawah ini.
Puting Lecet
Selama menyusui, bukan tak mungkin Bunda mengalami rasa sakit pada puting. Jangan khawatir, sebab hal itu normal kok, Bun. Namun, jika rasa sakit itu disertai dengan permukaan puting yang pecah-pecah dan berdarah, hal tersebut wajib Bunda khawatirkan. Segera konsultasikan dengan konsultan laktasi untuk meminta bantuan, ya Bun.
Cara mengatasi sakit pada puting:
- Pastikan si kecil melakukan pelekatan yang benar
- Cobalah posisi menyusui yang berbeda setiap kali si kecil menyusu
- Lepaskan isapan si kecil menggunakan jari Bunda dengan lembut sebelum benar-benar memindahkan si kecil dari payudara Bunda
- Menyusui dengan jangka waktu yang pendek tetapi dengan frekuensi yang sering
- Mulailah menyusui pada payudara yang tidak sakit
- Kompres puting payudara dengan kain hangat dan lembut
- Pijat puting sampai keluar sedikit ASI, kemudian usapkan ASI itu ke seluruh permukaan puting untuk membantu proses penyembuhan
- Jika kondisi puting Bunda tidak membaik, segera konsultasikan ke konselor laktasi, sebab keberadaan luka terbuka memungkinkan infeksi masuk ke dalam tubuh dan tentu saja hal tersebut dapat membuat kondisi Bunda menjadi semakin buruk.
Pembengkakan Payudara
Jika ASI memenuhi payudara Bunda pada akhir minggu pertama setelah melahirkan, payudara Bunda akan terasa mengencang dan bengkak. Pembengkakan payudara bisa menimbulkan rasa sakit dan dapat menyulitkan si kecil untuk melakukan pelekatan. Fase awal pembengkakan ini biasanya berlangsung beberapa hari atau minggu karena pasokan ASI Bunda disesuaikan dengan kebutuhan si kecil. Saat tubuh Bunda menyesuaikan diri, cobalah fokus untuk menghilangkan rasa sakit dan tekanan.
Cara mengatasinya:
- Menyusui sesering mungkin, setidaknya 8-12 kali dalam sehari
- Lakukan pelekatan yang benar untuk membantu si kecil menyusu dengan efisien
- Jika si kecil masih belum dapat menyusu dengan benar dan ASI dalam payudara Bunda masih terasa penuh, gunakan pompa ASI atau teknik memeras payudara menggunakan tangan untuk mengeluarkan ASI dan menghilangkan rasa sakit.
- Keluarkan sedikit ASI sebelum Bunda mulai menyusui untuk melembutkan jaringan payudara sehingga si kecil lebih mudah menyusu. Pengeluaran ASI ini juga dapat mengurangi tekanan sehingga ASI yang keluar tidak akan terlalu deras untuk si kecil, bahkan membuatnya tersedak.
- Kompres payudara menggunakan air hangat dan dingin secara bergantian, untuk mengurangi rasa sakit.
- Lakukan pemijatan dengan lembut.
- Mandi dengan air hangat.
Saluran ASI yang Tersumbat
Saluran ASI yang tersumbat berbentuk benjolan kecil dan keras di payudara. Benjolan ini terbentuk ketika ASI tersumbat dan menghalangi ASI untuk keluar. Area di sekitar saluran yang terhubung mungkin lunak, bengkak, dan merah. Penyumbatan saluran ASI ini sering hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari.
Cara mengatasinya:
- Pastikan si kecil melekat dengan baik dan Bunda mengeluarkan sedikit ASI sebelum proses menyusui dimulai.
- Menyusui dengan frekuensi lebih sering untuk mengantisipasi penumpukan pasokan ASI yang akhirnya dapat menyumbat saluran ASI Bunda.
- Menyusui pada payudara dengan saluran ASI yang tersumbat terlebih dahulu agar sumbatannya dapat terbuka oleh isapan si kecil.
- Pijat payudara selama menyusui dapat membuka saluran ASI yang tersumbat
- Pastikan Bunda beristirahat cukup dan terhidrasi
- Jika sumbatan ASI belum teratasi, segera hubungi konselor laktasi.
Mastitis
Mastitis adalah pembengkakan atau peradangan jaringan payudara, dan sering disebut infeksi payudara. Masalah umum lainnya seperti pembengkakan payudara, saluran susu yang tersumbat, kelelahan, atau penyakit dapat menyebabkan mastitis. Bunda patut curiga jika payudara Bunda berwarna kemerahan atau nyeri payudara, serta mengalami gejala seperti flu, dan demam.
Cara mengatasinya:
- Jika Bunda merasa mengidap mastitis, segera hubungi dokter Bunda. Bunda mungkin perlu minum antibiotik jika mengalami infeksi.
- Bunda mungkin berpikir bahwa Bunda tidak dapat menyusui saat mengalami mastitis, tetapi Bunda dapat dan harus terus menyusui.
- Cobalah untuk banyak istirahat saat Bunda pulih
- Gunakan kompres hangat
Infeksi Jamur (Oral Thrush)
Oral thrush adalah infeksi jamur yang dapat muncul di puting dan di mulut bayi. Infeksi yang dialami si kecil ini dapat menular ke payudara Bunda. Gejala pada payudara dapat berupa nyeri payudara, kemerahan, dan puting yang gatal dengan atau tanpa ruam. Penyakit ini juga dapat terlihat sebagai bercak putih atau kemerahan di area mulut si kecil.
Cara mengatasinya:
- Jika Bunda merasa si kecil mengalami infeksi jamur, segera hubungi dokter dan lakukan konsultasi.
- Bersihkan dan sterilkan semua dot, botol, mainan, dan bagian pompa payudara yang bersentuhan dengan payudara atau mulut si kecil.
- Mencuci tangan dengan baik sangat penting untuk mencegah penyebaran infeksi.
Suplai ASI Sedikit
Pasokan ASI yang sedikit dapat membuat Bunda takut dan frustasi, terutama bagi ibu baru. Bunda mungkin khawatir tidak dapat memenuhi kebutuhan ASI si kecil. Berita baiknya adalah penyebab umum dari suplai ASI yang rendah sering kali mudah diatasi lho, Bun.
Cara mengatasinya:
- Periksa pelekatan si kecil. Bayi yang baru lahir perlu mengisap semua puting Bunda dan bagian dari jaringan payudara di sekitar puting (areola) untuk menyusui dengan baik. Dengan cara ini, tubuh Bunda akan meningkatkan produksi ASI berdasarkan seberapa banyak ASI yang dikeluarkan si kecil dari payudara Bunda.
- Menyusui lebih sering. Bayi yang baru lahir perlu menyusu setiap 1-3 jam. Semakin sering Bunda menyusui, semakin banyak ASI yang dihasilkan.
- Biarkan si kecil menyusu lebih lama. Menyusui setidaknya 10 menit di setiap sisi dan usahakan agar si kecil tetap terjaga dan secara aktif menghisap setiap menyusui.
- Gunakan pompa ASI setelah dan di sela-sela menyusui. Stimulasi ekstra pada payudara dapat membantu meningkatkan suplai ASI Bunda.
- Makan dengan baik, cukup istirahat, dan minum banyak cairan.
Suplai ASI yang Melimpah
Pasokan ASI yang terlalu banyak, (ternyata) juga bisa menjadi tantangan. Hal ini dapat menyebabkan masalah seperti saluran susu yang tersumbat, pembengkakan payudara, dan mastitis. Tekanan yang dihasilkan dari terlalu banyaknya susu di payudara juga dapat menyebabkan refleks let-down yang hiperaktif dan aliran ASI yang cepat keluar dari payudara Bunda. Aliran yang cepat dapat membuat si kecil tersedak. Hal ini tentu membuatnya merasa tidak nyaman. Asupan payudara yang terlalu banyak juga membuat si kecil lebih sering gumoh.
Cara mengatasinya:
- Tawarkan susu dari satu sisi payudara saja setiap kali menyusui. Tawarkan payudara yang sama jika si kecil ingin menyusui lagi dalam satu jam ke depan.
- Bunda juga dapat mencoba menyusui sambil berbaring di kasur atau di kursi. Posisi menyusui yang melawan gravitasi dapat membantu memperlambat aliran ASI dan mencegah bayi tersedak.
- Pastikan untuk sering menyusui. Si kecil kemungkinan akan menelan lebih banyak udara saat mencoba menelan ASI yang mengalir deras.
Itu dia penjelasan mengenai 7 masalah menyusui dan bagaimana mengatasinya. Sekarang, Bunda tidak harus merasa khawatir yang berlebihan, ya. Selain menantang, ternyata menyusui juga menyenangkan kok, Bun.
Air Susu Ibu
ASI Keluar saat Hamil, Apa Sebabnya?

Berbagai perubahan akan terjadi pada tubuh Bunda ketika hamil. Tidak hanya dalam rangka menjaga pertumbuhan janin dalam rahim, tetapi juga dalam upaya mempersiapkan diri saat si kecil lahir nanti. Salah satu perubahan yang mulai terasa adalah air susu ibu atau ASI keluar saat hamil.
Ya, beberapa ibu sudah mengalami ASI keluar saat hamil, bahkan di pertengahan usia kehamilan. Namun ada juga ibu hamil yang baru merasakan ASI keluar di trimester akhir kehamilan. Sebagian ibu hamil bahkan tidak merasakan ASI keluar. Sebenarnya, apa yang membedakan dan bagaimana proses produksi ASI pada ibu hamil ini? Dan apa yang dapat Bunda lakukan jika mengalami ASI keluar saat hamil?
Penyebab ASI keluar saat hamil?
Ketika hamil, tubuh Bunda mulai memproduksi kolostrum sebagai persiapan persalinan nanti. Proses pembentukan kolostrum ini sudah dimulai sejak usia kehamilan 14 minggu atau di trimester pertama. Tentu saja tidak seperti perubahan perut yang terasa dan terlihat, produksi kolostrum ini berlangsung “secara diam-diam” tanpa Bunda sadari.
Kolostrum itu sendiri merupakan cairan berwarna kuning kental yang akan keluar setelah melahirkan dan hanya keluar selama beberapa hari. Kolostrum merupakan sumber nutrisi yang amat baik untuk bayi baru lahir, terutama dalam membantu bayi meningkatkan ketahanan tubuhnya.
ASI yang menetes keluar dari puting saat Bunda hamil merupakan tanda bahwa tubuh juga sudah memproduksi hormon prolaktin, yang bertanggung jawab terhadap produksi air susu ibu. Biasanya hormon ini mulai terbentuk di trimester ketiga kehamilan.
Faktanya adalah, begitu banyak hormon dalam tubuh Bunda yang kadarnya mengalami pasang-surut, khususnya saat kehamilan ini. Tubuh berusaha keras menjaga keseimbangan antar-hormon, agar pada saat dibutuhkan nanti, ASI keluar pada waktu yang tepat. Akan tetapi, ketidakseimbangan wajar saja terjadi dan bukan suatu hal yang perlu terlalu dikhawatirkan.
Untungnya, tubuh Bunda juga memproduksi hormon estrogen dan progesteron dalam kadar yang tinggi selama hamil. Khususnya di masa awal kehamilan. Kehadiran kedua hormon inilah yang mencegah prolaktin hadir dan memengaruhi tubuh Bunda. Itu sebabnya, ASI yang keluar saat hamil tidaklah banyak.
Bagaimana mengatasi ASI yang keluar saat hamil?
Meski wajar terjadi, bukan tidak mungkin jika Bunda merasa terganggu dengan cairan yang bocor dari puting. Misalnya karena membuat pakaian Bunda basah. Lalu apa yang bisa Bunda lakukan?
Jika ASI yang menetes tersebut tidak banyak atau hanya beberapa tetes, Bunda cukup mengatasinya dengan menggunakan breast pad atau bantalan pada bra yang Bunda kenakan.
Ketika menggunakan bantalan payudara, sebaiknya Bunda selalu menggantinya jika mulai terasa basah atau berbau. Hal ini untuk menghindari terjadinya infeksi atau ruam di sekitar puting payudara Bunda. Pastikan juga ada ruang yang cukup nyaman di dalam bra untuk menyelipkan bantalan. Hindari menekan payudara terlalu keras saat mengenakan bantalan ini ya, Bun.
Ada baiknya juga Bunda bersiaga dengan mengenakan pakaian yang warnanya mampu menyamarkan rembesan ASI, atau syal maupun jaket yang dapat digunakan untuk menutupi rembesan tersebut.
Hindari pula aktivitas yang dapat memicu keluarnya rembesan ASI. Misalnya gerakan olahraga yang menggesek puting dan menyebabkan keluarnya ASI. Aktivitas seks, terutama stimulasi pada puting juga bisa memicu keluarnya ASI.
Namun jika jumlah kebocoran ASI dirasakan terlalu banyak dan sudah sangat mengganggu, ada baiknya jika Bunda berkonsultasi dengan dokter untuk memastikan hal ini tidak disebabkan oleh hal yang tidak wajar.
Pada dasarnya, produksi ASI memang sudah dimulai sejak hamil, jadi Bunda tidak perlu malu untuk membicarakan hal ini dengan tenaga kesehatan yang membantu Bunda. Bahkan ASI yang keluar saat hamil bisa dijadikan pertanda bahwa saat lahir nanti si kecil akan mendapatkan ASI pertamanya dari Bunda.
Air Susu Ibu
Mengenal Prolaktin & Oksitosin, Hormon yang Berperan saat Menyusui

Setelah melahirkan, masa menyusui pun tiba. Rasa deg-degan mungkin melanda mengingat banyak orang yang berkata bahwa proses menyusui kerap banyak drama. Sedikitnya ASI yang keluar dari payudara menjadi drama tersering yang dialami para bunda. Kalau sudah begini, pasti bingung rasanya karena si kecil hanya mengandalkan ASI sebagai asupan di 6 bulan pertama.
Untuk mengatasi masalah tadi, kita perlu mencari tahu dulu akar masalahnya. Apakah masalahnya ada pada produksi ASI yang memang sedikit atau ASI yang tidak lancar keluar dari payudara? Pasalnya, berbeda masalah, berbeda pula nantinya hormon menyusui yang akan dirangsang.
Yap, ada dua hormon menyusui yang mungkin sudah akrab di telinga Bunda, yakni prolaktin dan oksitosin. Meski sama-sama hormon menyusui, ternyata keduanya memiliki peran yang berbeda dalam kesuksesan pemberian ASI. Apa Bedanya?
Peran Hormon Prolaktin
Prolaktin adalah hormon yang bertanggung jawab dalam memproduksi ASI. Hormon ini mulai bekerja sejak masa kehamilan loh, Bun. Hanya saja, tingginya kadar hormon estrogen dan progesteron yang diproduksi oleh plasenta mencegah prolaktin untuk memproduksi terlalu banyak ASI matur. Karena itulah, saat hamil Bunda akan mendapati ada ASI bening hingga kekuningan yang keluar dari payudara, tetapi tidak banyak jumlahnya.
Saat melahirkan, plasenta keluar dari tubuh Bunda, otomatis hormon estrogen dan progesteron yang tadinya tinggi mendadak menurun drastis. Ketika ini terjadi, meningkatlah hormon prolaktin untuk memproduksi lebih banyak ASI.
Meningkatkan Hormon Prolaktin dalam Tubuh
Hormon prolaktin yang meningkat setelah melahirkan belum cukup untuk memproduksi ASI yang melimpah. Bunda perlu menstimulasinya dengan rajin menyusui si kecil. Kalau si kecil belum terlalu jago menyusu, Bunda bisa mencoba cara lain, yakni dengan memompa payudara. Lakukan hal ini setiap 2 atau 3 jam sekali. Semakin sering Bunda menyusui, semakin banyak pula hormon prolaktin yang dilepaskan oleh otak.
Eits, tapi meningkatnya hormon prolaktin tak serta-merta membuat ASI keluar dengan lancar ya. Soalnya, perihal satu ini bergantung pada peran hormon lain, yakni oksitosin.
Peran Hormon Oksitosin dalam Proses Menyusui
Bila hormon prolaktin bertugas memproduksi ASI, hormon oksitosinlah yang berperan untuk mengeluarkannya. Jadi, bisa saja produksi ASI Bunda sudah banyak, tapi tidak keluar dengan optimal karena kadar hormon oksitosin yang rendah.
Inilah mengapa kadang terjadi kasus seperti ini: Bunda sudah memompa ASI dengan durasi yang lama dan kekuatan memompa yang tinggi, tapi payudara masih terasa penuh dan ASI yang keluar hanya sedikit. Kondisi seperti ini bisa terjadi ketika hormon prolaktin yang tinggi tidak dibarengi dengan kadar hormon oksitosin yang tinggi pula.
Cara Meningkatkan Hormon Oksitosin
Hormon oksitosin bisa meningkat ketika Bunda merasa aman, nyaman, dan bahagia. Namun, ketika menyusui, cara paling ampuh meningkatkan hormon oksitosin adalah dengan menyusui secara langsung. Ketika menyusui secara langsung atau direct breastfeeding, terjadi sentuhan kulit antara Bunda dan bayi, sentuhan itulah yang memicu keluarnya hormon oksitosin. Menyusui secara langsung juga bisa memicu let-down reflex, loh.
Ketika si kecil menempel di payudara Bunda dan memasukkan areola ke mulutnya, sel saraf di payudara akan mengirimkan sinyal ke otak untuk melepaskan oksitosin. Oksitosin kemudian menyebabkan otot di sekitar kelenjar susu berkontraksi. Saat kelenjar berkontraksi, ASI terperas ke dalam saluran susu dan keluarlah dari payudara.
Oh ya, bila Bunda memang sedang tidak bisa menyusui langsung, misalnya karena harus bekerja dari kantor, cobalah melihat foto dan video si kecil sambil memompa. Hal seperti ini juga bisa membantu melepaskan hormon oksitosin yang melancarkan keluarnya ASI. Di kesempatan lain, Bunda juga bisa meminta bantuan Ayah untuk melakukan pijat oksitosin agar ASI semakin lancar.
Setelah mengenal dua hormon menyusui serta perbedaan perannya, semoga Bunda semakin mantap memberikan ASI bagi si kecil ya. Selamat berjuang
Menyusui
Catat, Bun! Inilah Durasi Ketahanan ASIP di Berbagai Kondisi

Air susu ibu perah atau ASIP adalah andalan bagi ibu yang sering beraktivitas di luar rumah dan tetap ingin memberikan ASI eksklusif bagi bayinya. Lazimnya, agar ASI yang sudah diperah dapat tahan lama, para ibu memanfaatkan freezer, kulkas, atau cooler bag sebagai penyimpanan. Ternyata, Bun, media penyimpanan ASIP yang Bunda pilih sangat menentukan berapa lama daya tahan ASIP, loh.
Yuk, mari dicatat perbedaannya.
Suhu Ruang
Jika setelah memerah ASI Bunda lupa untuk menyimpannya di dalam kulkas, jangan terburu-buru membuangnya ya. Pasalnya, ASI yang disimpan dalam suhu ruang juga bisa bertahan selama beberapa jam. Begini rinciannya.
- Baru diperah: tahan hingga 6-8 jam dalam suhu ruang.
- Sudah dicairkan, tapi tidak dihangatkan: 4 jam dalam suhu ruang, bisa disimpan kembali dalam kulkas bagian bawah selama maksimal 24 jam.
- Sudah dicairkan dan dihangatkan: baiknya segera dihabiskan, bisa disimpan kembali dalam kulkas bagian bawah selama maksimal 4 jam.
Cooler Bag + Ice Pack
Bagi ibu yang memerah ASI di luar rumah, seperti di kantor, cooler bag menjadi media penyimpanan ASI yang disarankan. Walau kantor Bunda menyediakan kulkas dengan freezer misalnya, cooler bag ditambah dengan ice pack adalah media penyimpanan yang lebih baik dengan daya tahan hingga 24 jam.
Selain menghindari kontaminasi dengan makanan lain yang turut disimpan dalam kulkas atau freezer, cooler bag menjadi pilihan karena suhunya tidak sampai membekukan ASI. Ketika ASI hanya dingin dan tidak beku, Bunda dapat menyimpan ASIP di freezer setibanya di rumah.
Sebaliknya, jika Bunda membekukan ASIP di freezer kantor lalu ASIP mencair sepanjang perjalanan menuju rumah, Bunda tidak bisa membekukannya kembali di dalam freezer. Paling-paling, ASIP hanya bisa disimpan di kulkas bagian bawah selama 24 jam saja.
Kulkas Bagian Bawah
Kulkas bagian bawah memiliki kisaran suhu 0-4 derajat celcius. Pada suhu ini, daya tahan ASIP bervariasi tergantung kondisi ketika ia disimpan. Seperti ini detailnya, Bun.
- Baru diperah: ASIP optimal digunakan hingga 3 hari dan dapat bertahan paling lama 8 hari.
- Sudah dicairkan, tapi tidak dihangatkan: daya tahan hingga 24 jam.
- Sudah dicairkan dan dihangatkan: daya tahan hingga 4 jam
Freezer
Penyimpanan ASIP dalam freezer hanya disarankan untuk ASI yang baru diperah. ASIP yang sudah dicairkan ataupun dihangatkan tidak disarankan untuk kembali dibekukan karena kandungan gizinya akan menurun. Beginilah daya tahan ASIP di berbagai jenis freezer.
- Lemari es 1 pintu: daya tahan 2 minggu
- Lemari es 2 pintu: disarankan untuk dikonsumsi dalam kurun waktu 3 bulan, tetapi masih dapat dipakai hingga waktu 6 bulan.
- Lemari freezer: disarankan untuk dikonsumsi dalam kurun waktu 6 bulan, tetapi masih dapat dipakai hingga waktu 12 bulan.
Manajemen Penyimpanan ASIP
Bunda juga perlu tahu bahwa tata kelola penyimpanan ASIP lebih baik menggunakan sistem LIFO (last in first out). Artinya, ASIP terakhir yang dimasukkan ke dalam freezer adalah yang lebih dulu dikeluarkan. Pasalnya, komposisi ASI terus berubah mengikuti kondisi terkini si kecil sehingga ASI terakhirlah yang paling pas untuk memenuhi kebutuhannya saat ini.
Lalu, bagaimana dong dengan ASIP yang lebih dulu disimpan? Jika memang ASIP terdahulu sudah telanjur banyak stoknya, Bunda bisa memberikannya kepada bayi dengan cara diselang-seling. Misalnya, pagi menggunakan ASIP baru dan siang menggunakan ASIP lama.
Saat menyimpan ASIP, jangan lupa menuliskan tanggal dan jam perah. Tanggal untuk mengetahui batas kedaluwarsa ASIP dan jam untuk mengetahui kapan ASIP harus dikeluarkan. Soalnya, kandungan ASI pada pagi dan malam hari berbeda, Bun.
ASI pada pagi hari mengandung hormon kortisol yang berfungsi membuat bayi terjaga, sedangkan ASI malam hari mengandung melatonin yang dapat membuat si kecil mengantuk. Bila tertukar, khawatirnya waktu tidur si kecil jadi kacau.
Tips Mencairkan ASIP
ASI sangat sensitif terhadap perubahan suhu mendadak. Karena itu, jangan langsung panaskan ASIP yang masih beku. Untuk mencairkan ASIP, lebih baik turunkan dulu ASIP ke kulkas bagian bawah dan biarkan mencair dengan sendirinya. Setelah mencair, baru pindahkan ke suhu ruang atau dihangatkan.
Untuk menghangatkannya, Bunda bisa menggunakan penghangat ASI elektrik atau rendam dalam mangkuk berisi air hangat. Jangan hangatkan ASI di dalam air mendidih di atas kompor.
Jika ASIP dibutuhkan segera, keluarkan ASI beku dan segera kucurkan di bawah air mengalir. Bila ASIP sudah agak mencair, barulah Bunda bisa menghangatkannya dengan cara yang sama seperti di atas.
Itulah informasi mengenai berapa lama daya tahan ASIP beserta tips mengenai manajemen penyimpanan ASI serta cara mencairkannya. Semoga bermanfaat ya, Bun.
-
Kehamilan4 years ago
Bun, Ini Prosedur Periksa Kehamilan dengan BPJS yang Perlu Diketahui!
-
Pasca5 years ago
Bagaimana Mengetahui Jahitan Kering Pasca Melahirkan Normal?
-
Kehamilan5 years ago
Bagaimana Jika Tinggi Fundus Uteri Kurang dari yang Seharusnya?
-
Kehamilan6 years ago
Bunda, Ini Pentingnya Menghitung Tinggi Fundus Pada Saat Hamil
-
Persalinan5 years ago
Ini yang Akan Bunda Alami Saat Melahirkan dengan Induksi
-
Kehamilan4 years ago
Adakah Gerakan Fisik Tertentu yang Bisa Menyebabkan Keguguran?
-
Kehamilan6 years ago
Ini Fakta Seputar Perut Hamil Bunda
-
Kehamilan6 years ago
5 Jenis Infeksi yang Menyebabkan Cacat Janin