fbpx
Connect with us

Pasca

Siklus Mens setelah Melahirkan, Cek Faktanya Berikut Ini!

mm

Published

on

menstruasi setelah melahirkan
Jadwal mens setelah melahirkan tidak teratur? Hormon yang masih berfluktuasi mungkin jadi penyebabnya.

Ada banyak hal menyenangkan (dan tidak menyenangkan) yang terjadi pada tubuh Bunda selama kehamilan. Dari rambut yang lebih tebal, kulit yang lebih berkilau, tubuh yang lebih berisi, sampai ‘kebebasan’ dari siklus mens. Namun setelah persalinan, mungkin Bunda penasaran dengan siklus mens Bunda. Apakah akan berjalan kembali seperti biasa setelah lewat masa nifas? 

Biasanya normal tidaknya siklus menstruasi setelah melahirkan akan bergantung pada apakah Bunda menyusui atau tidak, dan seberapa lama proses menyusui itu berlangsung. Dan seperti halnya kehidupan Bunda setelah melahirkan akan berbeda, begitu pula siklus mens Bunda akan berbeda. 

Kapan Haid saya Akan Datang Kembali?

Jika Bunda tidak menyusui, maka siklus mens Bunda akan kembali sekitar enam sampai delapan minggu setelah melahirkan. Jika Bunda menyusui, siklus mens akan datang lebih lama daripada itu. Bahkan jika Bunda menyusui secara eksklusif, mens mungkin tidak akan datang sepanjang periode menyusui tersebut, atau setidaknya enam bulan. Menyusui secara eksklusif berarti si kecil tidak mengonsumsi hal lain di luar air susu ibu (ASI). 

Jika menstruasi Bunda kembali tak lama setelah nifas dan Bunda menjalani persalinan per vaginam (normal), dokter biasanya tidak menyarankan Bunda untuk menggunakan tampon di mens pertama ini. Mengapa? Tubuh Bunda masih dalam proses penyembuhan, dan tampon berpotensi menimbulkan luka. Walaupun sebenarnya tampon memang tidak terlalu populer di Indonesia.

Apakah mens dapat mempengaruhi produksi ASI? 

Ketika mens datang kembali, Bunda mungkin merasakan beberapa perubahan pada produksi ASI dan reaksi si kecil saat menyusui. Ya, perubahan hormon yang memicu menstruasi juga bisa memengaruhi ASI Bunda. Misalnya, beberapa ibu merasakan produksi ASI berkurang atau bayi tidak terlalu semangat menyusui. Perubahan hormon bisa memengaruhi komposisi dan rasa ASI yang Bunda produksi. Meski demikian, perubahan ini biasanya sangat kecil dan tidak mengurangi kemampuan Bunda untuk menyusui. 

Baca juga: Menstruasi setelah Melahirkan, Apakah Berpengaruh pada Bunda yang Menyusui?

Bagaimana dengan KB?

Menyusui memang dikatakan dapat berperan sebagai penunda keh amilan alami. Namun tidak sedikit ibu yang ‘kebobolan’; hamil di masa menyusui karena tidak menerapkan metode KB. Menurut Association of Reproductive Health Professionals, kurang dari 1 dibanding 100 perempuan bisa hamil meskipun memberikan ASI eksklusif. Meskipun menyusui bisa mengurangi kesuburan, hal ini tidak menjadi jaminan bahwa Bunda dapat mencegah kehamilan 100 persen. Hal ini perlu diperhatikan, apalagi oleh Bunda yang kembali bekerja walaupun masih memberikan ASI. Intensitas pemberian ASI yang berkurang dapat menghilangkan kemampuan KB alami tersebut.

Jika Bunda menyusui dan menstruasi sudah kembali, Anda tidak lagi terproteksi secara alami. Kehamilan bisa saja terjadi. Belum lagi, akan sulit memperhitungkan kapan tubuh Bunda kembali memproduksi telur, yang biasanya terjadi sebelum mens keluar. Jadi, ada kemungkinan Bunda mengalami kehamilan sebelum mens datang. 

Untuk mencegah kehamilan, Bunda bisa mencari metode KB yang aman dan efektif untuk ibu menyusui. Pilihan KB tanpa hormon seperti IUD atau spiral dan kondom bisa jadi pilihan. Beberapa KB hormonal juga terhitung aman untuk ibu menyusui. Cobalah berkonsultasi dengan dokter kandungan untuk menemukan metode KB yang tepat. 

Apakah mens setelah melahirkan akan berbeda?

Ketika Bunda mengalami mens setelah melahirkan, kemungkinan kondisinya akan berbeda dibanding sebelum hamil. Tubuh Bunda kembali menyesuaikan diri dengan mens. Beberapa perbedaan yang mungkin Bunda rasakan: 

  • Intensitas kram bisa bertambah atau berkurang dari sebelumnya
  • Adanya gumpalan darah kecil 
  • Volume lebih banyak 
  • Ada saatnya aliran mens berhenti, kemudian mulai lagi
  • Nyeri meningkat 
  • Panjang siklus lebih tidak teratur

Mens pertama pasca melahirkan akan terasa berbeda; volume yang lebih banyak dan kram yang lebih intens. Pasalnya ada lebih banyak lapisan rahim yang perlu diluruhkan. Namun jangan khawatir, seiring waktu keluhan ini akan berkurang. 

Mens pertama, ini yang akan Bunda alami

Baik melahirkan secara normal ataupun caesar, Bunda akan mengalami nifas setelah melahirkan. Tubuh Anda meluruhkan darah dan jaringan yang melapisi dinding rahim, yang sempat menjadi perlindungan janin sewaktu hamil. 

Di beberapa minggu pertama, darah yang keluar mungkin akan lebih banyak dan tampak beberapa gumpalan. Namun setelah beberapa minggu, Bunda akan memproduksi lochia. Ini adalah cairan yang dikeluarkan tubuh, berwarna jernih hingga krem sampai merah. 

Lochia ini bisa terus dikeluarkan sampai sekitar enam minggu, sampai siklus mens kembali datang jika Bunda tidak menyusui. Lalu apa yang membedakan lochia dengan darah mens? Ini perbedaannya: 

  • Warna lochia biasanya tidak merah terang, cenderung lebih muda atau putih. Jika Bunda mengeluarkan cairan warna merah terang dari vagina, enam minggu setelah melahirkan, maka bisa jadi itu adalah darah mens. 
  • Jika pendarahan meningkat seiring aktivitas fisik dan berkurang saat beristirahat, maka bisa jadi itu lochia. 
  • Lochia juga cenderung memiliki bau. Lochia biasanya memiliki bau “amis” karena bercampur dengan jaringan dari kehamilan. Berkonsultasilah dengan dokter jika Bunda mencium bau yang kurang sedap. 

Juga jangan berharap jadwal mens akan kembali normal setelah melahirkan. Bisa jadi mens datang dan pergi di masa awal setelah melahirkan. Selama tahun pertama setelah melahirkan, adalah normal jika siklus Bunda mengalami ketidakaturan; dari segi lama mens, jeda antara jadwal mens, dan volume serta intensitas darah yang dikeluarkan. Terutama jika Bunda juga menyusui. 

Menurut Cleveland Clinic, kebanyakan perempuan akan kembali ke siklus mens normal antara 21 sampai 35 hari dengan lama mens antara 2 sampai 7 hari. 

Apa gejala pasca persalinan yang perlu diperhatikan

Sebaiknya Bunda menghubungi dokter jika mengalami gejala berikut ini: 

  • Harus berganti pembalut setiap satu jam 
  • Perdarahan yang disertai dengan rasa nyeri yang datang tiba-tiba 
  • Demam yang datang tiba-tiba 
  • Pendarahan yang berlangsung terus-menerus selama lebih dari 7 hari 
  • Gumpalan darah berukuran besar, lebih besar dari bola tenis
  • Nyeri kepala
  • Kesulitan bernapas
  • Rasa nyeri saat buang air kecil 
  • Disertai bau yang tidak sedap

Setiap mengalami ketidakwajaran, ada baiknya Bunda segera memeriksakan diri ke dokter. Pasalnya, perdarahan pasca persalinan bisa berisiko fatal bahkan mengancam nyawa Bunda. Cek juga gejala pasca persalinan lain yang perlu Bunda waspadai

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Pasca

Bengkak setelah Melahirkan, Apakah Normal?

mm

Published

on

bengkak setelah melahirkan

Melihat foto Kate Middleton usai melahirkan anak pertamanya, Bunda pun menggantungkan ekspektasi bahwa tubuh Bunda akan terlihat kembali ramping usai si kecil lahir. Pada kenyataannya, tidak semudah itu, Bunda! 

Ya, mari singkirkan imej kesempurnaan Kate Middleton setelah melahirkan. Kebanyakan ibu hamil masih terlihat “gembil” setelah melahirkan, meskipun secara timbangan berat badannya turun cukup banyak. Jadi apa yang menyebabkannya? 

Apa itu bengkak setelah melahirkan?

Apakah wajah Bunda masih terlihat “gembil” atau bahkan “bengkak” setelah melahirkan? Begitu juga dengan kaki, lengan, pergelangan tangan, dan jari-jemari? 

Saat melahirkan, Bunda sudah membayangkan dan siap mengucap “selamat tinggal” pada tubuh yang terlihat “puffy”. Tapi apa daya, pada kenyataannya tidak secepat itu. Cairan ekstra yang tersimpan dalam tubuh Bunda selama hamil tidak akan ‘terkuras’ begitu saja dan hilang dalam waktu semalam. Cairan ekstra tersebut tersimpan di jaringan pada lapisan di bawah kulit Bunda. 

Ditambah lagi jika Bunda perlu mendapat infus karena melahirkan melalui caesar, cairan tubuh pun akan terakumulasi dan membuat Bunda terlihat lebih bengkak. Aih… jauh-jauh dulu dari cermin, ya. 

Begitu pula Bunda yang menjalani persalinan secara per vaginam, akan mungkin mengalami pembengkakan di sekitar perineum.

Lalu apakah ini normal? Meski bukan hal yang menyenangkan, pembengkakan setelah melahirkan ini wajar dialami ibu yang melalui persalinan normal maupun caesar. 

Penyebab bengkak setelah melahirkan

Retensi cairan selama hamil merupakan salah satu penyebab pembengkakan setelah melahirkan. Selain itu ada beberapa hal yang menyebabkannya: 

  • Sisa cairan yang terakumulasi selama 9 bulan kehamilan Bunda. Cairan yang terkumpul di tubuh selama kehamilan ini jika ditotal bisa mencapai berat 3 kilogram!
  • Cairan yang disimpan selama persalinan. Untuk persalinan epidural misalnya, maka Bunda akan menerima cairan infus untuk memastikan tekanan darah tidak turun. Begitu pula dengan persalinan secara caesar, cairan infus diberikan selama proses operasi hingga 24 jam setelahnya. Simpanan cairan tersebut tidak akan hilang begitu saja. 
  • Mengedan. Proses mengedan selama persalinan bisa menyebabkan pembengkakan pada tubuh dan wajah Bunda, loh. 
  • Kurang bergerak. Setelah melahirkan biasanya Bunda akan disarankan untuk sering-sering turun dari ranjang dan bergerak. Cara ini bisa membantu mengeluarkan cairan dari tubuh. Sebaliknya, kecenderungan untuk tidak bergerak justru membuat tubuh bengkak lebih lama. 
  • Hormon. Selama kehamilan, kadar hormon progesteron dalam tubuh Bunda akan meningkat. Salah satu dampaknya adalah retensi air dalam tubuh selama kehamilan yang kemudian berlanjut setelah melahirkan. 

Cara mengatasi pembengkakan setelah melahirkan

Ada beberapa langkah yang dapat Bunda lakukan untuk membantu mengatasi pembengkakan setelah melahirkan. 

  • Kuras cairan ekstra dengan minum banyak air. Loh, kok malah disuruh minum? Iya, Bun… cara ini bisa mencegah tubuh mengalami dehidrasi yang menyebabkan tubuh menahan air lebih banyak. Minum lebih banyak air juga dapat memastikan ginjal bekerja maksimal untuk membantu menghilangkan sampah dalam tubuh, termasuk cairan ekstra. 
  • Bergerak sesuai dengan kemampuan Bunda. Terlebih jika Bunda baru menjalankan persalinan melalui operasi caesar. Aktivitas fisik akan mencegah cairan dan darah mengumpul di kaki membantu mengeluarkan cairan dari tubuh. 
  • Hindari berdiri atau duduk terlalu lama. Berdiam diri terlalu lama, tanpa aktivitas fisik berarti, membuat cairan berkumpul di bagian bawah tubuh. Bergerak akan membantu darah bersirkulasi ke seluruh tubuh. 
  • Mengangkat kaki lebih tinggi dari tubuh saat berbaring di tempat tidur. Cara ini akan membantu mengalirkan cairan di bagian bawah tubuh ke bagian tubuh bagian atas yang pada akhirnya akan dibuang melalui ginjal dan kelenjar keringat. 
  • Putar pergelangan kaki Bunda. Jika Bunda belum dapat turun dari tempat tidur, cobalah putar pergelangan kaki searah jarum jam dan melawan jarum jam 10 kali untuk setiap arah. Coba juga untuk memijat area kaki yang bengkak.
  • Jika perlu, gunakan stocking kompres. Stocking ini membantu meningkatkan sirkulasi darah di kaki, yang membantu menggerakkan cairan ke tubuh bagian atas dan melewati ginjal untuk kemudian dibuang. 
  • Jika jari dan tangan Bunda juga bengkak, angkat melewati kepala untuk membantu mengalirkan cairan dari area tersebut ke bawah.
  • Kurangi asupan sodium atau garam dalam makanan yang Bunda konsumsi. Garam berpotensi memperparah pembengkakan setelah melahirkan. 
  • Berpakaian tipis dan nyaman. Suhu tubuh yang terlalu panas malah akan menahan cairan dalam tubuh. Nyalakan kipas angin dan buka jendela agar tubuh terasa lebih adem. 

Pada akhirnya cairan tubuh akan dikeluarkan secara bertahap di minggu pertama setelah melahirkan. Tubuh yang bengkak setelah melahirkan pun akan kembali normal setelah itu. 

Akan tetapi tetap awasi jika bengkak setelah hamil ini juga disertai dengan gejala lain yang bisa jadi penanda adanya masalah kesehatan. Beberapa tanda yang perlu diawasi adalah: 

  • Bengkak yang muncul tiba-tiba
  • Pembengkakan bertambah parah setelah beberapa hari. 
  • Bengkak yang disertai tanda preeklampsia setelah melahirkan, seperti sakit kepala, muntah, pandangan buram atau sensitif terhadap cahaya. 
  • Nyeri dada dan kesulitan bernapas
  • Luka operasi caesar bengkak dan diikuti rasa nyeri dan cairan berbau 

Jika menemukan gejala di atas, jangan tunda untuk berkonsultasi dengan dokter ya, Bunda!

Continue Reading

Pasca

Kenali Perdarahan Nifas yang Abnormal Pasca Persalinan

mm

Published

on

perdarahan masa nifas
Apa ciri-ciri perdarahan nifas yang abnormal?

Tahukah Bunda, saat hamil volume darah di dalam tubuh kita meningkat sampai 50%. Peningkatan volume darah ini diperlukan untuk mendukung pertumbuhan janin dan juga persiapan saat persalinan nanti. Proses persalinan itu sendiri menyebabkan perdarahan akibat proses keluarnya janin, baik secara per vaginam maupun melalui operasi caesar. 

Jika perdarahan saat persalinan merupakan hal yang wajar, bagaimana dengan perdarahan yang terjadi setelah persalinan? Umumnya, di masa pasca persalinan atau masa nifas, Bunda akan mengalami darah yang keluar dari vagina atau disebut dengan perdarahan nifas. 

Akan tetapi, bukan tidak mungkin ada perdarahan yang terjadi di masa pasca persalinan yang disebabkan oleh keadaan abnormal. Bagaimana membedakannya? 

Ini perdarahan nifas yang normal 

Pasca persalinan per vaginam maupun caesar, tubuh akan mengeluarkan darah nifas atau yang dikenal secara medis dengan nama lochea. Nifas merupakan cara tubuh mengeluarkan darah dan jaringan sisa di rahim, yang sebelumnya dipakai untuk menjaga pertumbuhan janin. 

Perdarahan terberat terjadi pada dua hari pertama setelah persalinan. Setelah itu, jumlah darah yang keluar dari vagina akan terus berkurang. 

Darah nifas berwarna merah cerah dengan adanya beberapa gumpalan, terutama di beberapa hari pertama setelah persalinan. Untuk kenyamanan, Bunda perlu mengenakan pembalut menstruasi berukuran besar, yang khusus dibuat untuk ibu nifas. 

Dua sampai tiga hari setelah melahirkan darah nifas yang keluar akan semakin berkurang jumlahnya. Akan tetapi, jumlah darah yang keluar bisa kembali meningkat jika Bunda banyak beraktivitas. Jika ini yang terjadi, cobalah beristirahat, jangan terlalu sering berjalan ke sana ke mari. 

Seperti halnya darah menstruasi, wajar jika Bunda merasakan arus darah keluar dari vagina saat berubah posisi dari duduk ke berdiri. Hal ini disebabkan oleh anatomi organ reproduksi perempuan yang khas. Saat duduk atau berbaring, darah nifas akan berkumpul di area yang berbentuk seperti mangkuk. Otomatis ketika berdiri, darah yang turun terasa lebih deras. 

Sepuluh hari setelah melahirkan, jumlah darah nifas akan jauh berkurang. Alih-alih gumpalan dan aliran darah, Bunda akan melihat bercak atau noda darah pada pembalut menstruasi. Hal ini bisa terjadi sampai 6 minggu setelah persalinan. Saat ini, Bunda bisa mengganti pembalut menstruasi dengan sanitary pad yang lebih tipis dan nyaman. Hindari tampon ya, Bun… sebab tampon bisa menyebabkan infeksi. 

Perdarahan abnormal pada masa nifas 

Kondisi yang terjadi di luar gambaran di atas bisa menjadi tanda adanya masalah kesehatan. Perdarahan setelah melahirkan bisa terjadi pada 5% ibu dan biasanya terjadi pada 24 jam pertama setelah melahirkan. Akan tetapi bukan tidak mungkin perdarahan terjadi pada 12 minggu pertama setelah melahirkan. 

Perdarahan setelah melahirkan bukan hal yang bisa dianggap sepele. Kehilangan banyak darah dapat menyebabkan turunnya tekanan darah. Jika tekanan darah turun hingga di bawah normal, organ-organ tubuh Bunda bisa kekurangan suplai darah. Kondisi ini dinamakan syok dan bisa berujung pada kematian. Itu sebabnya, kondisi ini harus segera ditangani. 

Segera datang ke fasilitas kesehatan jika Bunda mengalami hal ini: 

  • Mengeluarkan darah berwarna merah cerah tiga hari pertama pasca persalinan 
  • Mengeluarkan gumpalan darah yang ukurannya lebih besar dari buah plum
  • Sanitary pad menjadi basah oleh darah setelah satu jam dikenakan dan perdarahan tidak berhenti atau berkurang 
  • Pandangan buram 
  • Kedinginan 
  • Telapak tangan keringat dingin 
  • Denyut jantung menjadi lebih cepat 
  • Pusing 
  • Lemah 
  • Mual 
  • Merasa seperti akan pingsan

Bunda yang rentan mengalami perdarahan abnormal masa nifas

Terjadi pada 5% ibu yang baru melahirkan, ada beberapa kondisi yang membuat seorang ibu lebih rentan mengalami perdarahan nifas yang abnormal. Di antaranya jika Bunda pernah mengalami perdarahan pasca persalinan di kehamilan sebelumnya. Risikonya juga lebih tinggi pada Bunda yang keturunan Asia dan Amerika Tengah (Hispanik).  

Penyebab perdarahan masa nifas yang paling umum adalah atonia uteri. Umumnya, rahim akan menyusut atau berkontraksi untuk mengurangi perdarahan. Pada kondisi atonia uteri, rahim tidak berkontraksi secara maksimal,  yang akhirnya menyebabkan perdarahan. 

Kondisi atonia uteri lebih umum dialami jika Bunda: 

  • Melahirkan lebih dari satu anak dalam sekali waktu (anak kembar misalnya) 
  • Ukuran janin lebih besar dari 4 kg
  • Mengalami persalinan yang lama 
  • Sebelumnya pernah melahirkan beberapa kali

Beberapa kondisi lain yang dapat meningkatkan perdarahan setelah persalinan, adalah: 

  • Robek rahim saat persalinan
  • Persalinan secara caesar, risiko perdarahan lebih tinggi daripada persalinan per vaginam
  • Robek pada vagin atau serviks selama persalinan
  • Penggunaan obat bius total 
  • Penggunaan oksitosin (induksi)
  • Preeklampsia
  • Obesitas
  • Masalah pada plasenta

Mengatasi perdarahan 

Jika mengalami perdarahan yang abnormal di masa nifas, Bunda harus segera mencari pertolongan medis. Kunjungi fasilitas kesehatan tempat Bunda melahirkan untuk mengatasinya dengan segera. 

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi perdarahan tersebut, tergantung penyebab dan gejala yang Bunda alami. Dari pijat rahim, pemberian obat untuk memicu kontraksi rahim, transfusi darah untuk mengembalikan darah yang hilang, sampai histerektomi dan bahkan laparotomi (bedah perut) untuk mengetahui dan mengatasi penyebabnya.  

Jadi jangan sepelekan perdarahan pasca melahirkan ya, Bun.

Continue Reading

Pasca

Eklampsia Postpartum, Mengintai di Kala Bunda Lengah

mm

Published

on

eklampsia post partum
Eklampsia juga bisa terjadi di masa nifas ibu. Waspada karena dapat mengancam nyawa.

Mendengar kata preeklampsia ataupun eklampsia, seringkali kita mengasosiasikannya dengan kejadian pada ibu hamil. Akan tetapi, eklampsia juga dapat menyerang Bunda setelah melahirkan, loh. Meski lebih jarang terjadi, kondisi ini sama berbahayanya dan perlu ditangani dengan cepat.

Apa itu eklampsia postpartum dan bagaimana gejalanya?

Pre eklampsia postpartum adalah kondisi kesehatan serius yang terjadi setelah Bunda melahirkan si kecil. Kondisi ini ditandai dengan tekanan darah tinggi dan kenaikan kadar protein di urin. Jika tidak ditangani, kondisi ini bisa menyebabkan eklampsia atau kejang, sindrom HELLP dan masalah kesehatan lainnya.  

Sindrom HELLP merupakan beberapa atau rangkaian kejadian yang dapat mengancam kehamilan. HELLP adalah singkatan dari hemolisis (kerusakan atau hancurnya sel darah merah yang tugasnya mengangkut oksigen ke seluruh tubuh), elevated liver enzymes (meningkatkan kadar enzim yang dihasilkan organ hati) dan low platelets count atau rendahnya kadar keping darah (trombosit) yang membantu proses pembekuan darah. 

Dilansir dari situs What to Expect, beberapa peneliti memprediksi bahwa 4 sampai 6 persen perempuan yang mengidap preeklampsia dan eklampsia didiagnosa mengalami preeklamsia maupun eklampsia pada masa nifas

Jika Bunda mengidap preeklampsia selama kehamilan, kemungkinan untuk mengalami kondisi ini memang lebih tinggi jika dibanding perempuan yang tidak mengidap preeklampsia. Akan tetapi, Bunda yang tidak memiliki tekanan darah tinggi selama hamil juga berisiko mengalami eklampsia atau preeklampsia postpartum. 

Lalu, seperti apakah gejala preeklampsia postpartum? Gejalanya mirip dengan preeklampsia pada kehamilan, yaitu salah dua dari beberapa gejala di bawah ini:

  • Tekanan darah tinggi (140/90 mmHg atau lebih tinggi)
  • Terdapat protein dalam urin yang kadarnya di atas normal (proteinuria) 
  • Sakit kepala berat
  • Gangguan penglihatan, pandangan menjadi buram atau kabur, sensitif terhadap cahaya dan bahkan kebutaan sesaat 
  • Sakit perut bagian atas  (terutama di bawah tulang iga yang terletak di sebelah kanan-atas perut) 
  • Mual atau muntah
  • Napas pendek atau sesak 
  • Volume urin berkurang atau jarang buang air kecil 
  • Bengkak pada kaki 

Apa yang akan terjadi jika Bunda mengidap preeklampsia postpartum?

Bunda yang mengalami preeklampsia postpartum lebih berisiko mengalami komplikasi dibanding mereka yang mengidap preeklampsia di masa kehamilannya. Selain itu, risiko komplikasi untuk menjadi lebih serius, juga tinggi. Oleh sebab itu, penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter Bunda jika mengalami gejala-gejala yang sudah disebutkan di atas. 

Apa yang terjadi jika preeklampsia tidak segera ditangani? Komplikasi yang bisa terjadi adalah sebagai berikut: 

  • Eklampsia post partum, kondisi medis serius yang menyebabkan kejang dan rusaknya organ tubuh. Bahkan sekitar 1 dari 3 kasus eklampsia terjadi setelah ia melahirkan. Lebih dari setengahnya mengalami kejang 48 jam setelah persalinan
  • Pembengkakan paru-paru, atau menumpuknya cairan di paru-paru.
  • Sindrom HELLP. 
  • Stroke, terhambatnya aliran darah ke otak. 

Preeklampsia yang dialami setelah persalinan dapat berkembang menjadi eklampsia post partum dengan cepat. Sebab itu, kondisi ini harus segera dideteksi dan ditangani untuk mencegah terjadinya komplikasi. Dokter akan menangani preeklampsia postpartum dengan memberi obat untuk menurunkan tekanan darah dan juga memberi magnesium sulfat yang dapat membantu mencegah kejang.

Untuk mendeteksi preeklampsia postpartum secara dini, pemeriksaan masa nifas jangan dilewatkan ya Bun. Dengan secara rutin melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan seperti cek tekanan darah rutin, kondisi ini dapat diketahui lebih dini.

Continue Reading

Trending