Berhasil melalui proses panjang dari mengandung sembilan bulan lamanya hingga melahirkan adalah momen yang membanggakan bagi Bunda. Hal yang dinantikan selanjutnya tentu adalah melihat sang buah hati tumbuh dan berkembang seperti anak-anak pada umumnya.
Setelah lahir, persoalan tumbuh kembang anak tidak menyangkut soal tinggi dan berat badan saja. Lebih dari itu, ada kemampuan lain yang akan coba ia capai. Kemampuan berjalan adalah salah satunya. Sayangnya, ada banyak mitos mengenai anak belajar jalan yang kerap membuat Bunda panik hingga tak bisa menikmati proses ini. Sebelum Bunda khawatir, simak dulu yuk penjelasan dr Karina Kaltha, SpA berikut ini.
Menurut dokter Karina, pada umumnya anak berusia satu hingga satu setengah tahun sudah memiliki keinginan untuk berjalan. Namun, perkembangan tiap anak hingga bisa berjalan berbeda-beda tergantung stimulus yang diberikan orang tua.
Anak pun perlu melalui fase-fase lainnya dulu, seperti tengkurap, merangkak, duduk, berdiri, sebelum akhirnya bisa berjalan. Pasalnya, pada tahun pertama, si kecil masih dalam tahap pengembangan kekuatan dan kelenturan otot-otot tubuhnya. Fase-fase tadi menggambarkan sudah seberapa jauh perkembangan otot si kecil.
Dokter Kaltha juga menyebutkan bahwa urutan perkembangan si kecil berlangsung dari bagian kepala ke bagian bawah dan dari pusat tubuh ke ujung tubuh. Sebelum akhirnya bisa berjalan, si kecil akan melalui fase berguling-guling dulu hingga akhirnya merangkak.
Setelah itu, ia akan mulai merambat untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Dia juga akan mulai memanjat berbagai benda yang ada di sekelilingnya, seperti meja televisi, kursi, atau bahkan tembok. Saat ia sudah sampai tahap ini, sebaiknya Bunda memandunya agar ia bisa berjalan dengan lancar.
Jadi, bila si kecil tidak bisa langsung berjalan, tenang saja ya, Bun. Anak belajar jalan pun membutuhkan proses.
Ada berbagai mitos tentang anak belajar jalan. Inilah beberapa di antaranya yang paling sering beredar dan Bunda perlu tahu kebenarannya.
Saat Bunda mengajari si kecil berjalan, tidak sedikit yang menyadari bahwa si kecil berjalan dengan kaki berjinjit. Sebagian orang mengatakan bahwa hal ini menunjukkan kelainan tumbuh kembang. Namun, bagaimana kebenarannya?
Pada dasarnya, saat si kecil mulai belajar berjalan, tumitnya akan lebih dulu menyentuh lantai baru kemudian telapak kaki dan ujung jarinya. Jalan jinjit merupakan kondisi ketika si kecil berjalan dengan ujung kaki.
“Untuk Bunda, lakukanlah evaluasi mengapa si kecil berjalan jinjit. Lihat apakah posisi kakinya lurus ataukah ada bentuk kakinya mengalami deformitas, misalnya bentuk kaki X pada si kecil, sehingga Bunda dapat menindaklanjuti hal ini,” ucap dr. Kaltha. Selain itu, apabila anak sudah bisa berdiri tapi masih berjinjit, Bunda dapat melakukan konsultasi ke dokter agar mendapatkan penanganan langsung.
Penggunaan baby walker memang dapat membantu si kecil untuk berjalan. Tapi tahu tidak, Bun? Ternyata banyak kasus kecelakaan pada si kecil akibat penggunaan baby walker tersebut.
Dr. Kaltha sangat tidak menyarankan penggunaan baby walker untuk membantu si kecil berjalan. Selain menyebabkan kecelakaan, penggunaan baby walker dapat membuat si kecil menjadi ketergantungan pada roda baby walker yang digunakannya.
“Kalau saya, sih, sangat tidak menyarankan untuk menggunakan baby walker pada si kecil karena membuat anak bergantung pada roda baby walker. Seharusnya bila anak berjalan, tumpuan yang baik itu ya bertumpu pada kedua kakinya, bukan pada alat bantu,” ucap dr. Kaltha.
Alasan lain mengapa ia tidak menyarankan penggunaan baby walker pada si kecil adalah karena saat si kecil ‘berjalan’ atau berpindah tempat, bukan kaki anak yang bergerak melainkan roda baby walker tersebut. Akibatnya anak jadi malas untuk berusaha duduk dan tegak maupun berdiri dan berjalan,” tutur dr. Kaltha.
Dr. Kaltha menyarankan agar bunda senantiasa menuntun si kecil melalui tahapan belajar berjalan dengan selalu mengawasi pergerakannya. Hal ini demi memastikan si kecil aman dan terhindar dari bahaya benda-benda yang ada di rumah.
“Perkembangan tiap anak itu berbeda-beda. Memang anak perempuan cenderung lebih banyak bicara namun, hal itu juga sebenarnya bergantung pada stimulasi yang ia terima dari Bunda dan orang-orang di sekitarnya,” tutur dr. Kaltha.
Dr Kaltha menjelaskan bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan gender dalam perkembangan tumbuh kembang si kecil. Hanya saja dalam beberapa kasus banyak anak yang berkembang lebih cepat dan hal ini tentu kembali lagi pada bunda. Bunda yang cerdas tentu juga menginginkan anaknya cerdas dan tumbuh kembang sehingga dorongan yang diberikan juga baik dan teratur.
Bunda mungkin ingat beberapa waktu lalu Chrissy Teigen, istri dari penulis lagu dan penyanyi John…
Pandemi Covid-19 berdampak pada kita semua. Namun, tahukah, Bunda, bahwa pandemi ini memiliki konsekuensi tersendiri…
Neonatal intensive care unit atau biasa disingkat NICU adalah ruang perawatan intensif bagi bayi yang…
Tidak ada seorang ibu atau ayah yang ingin melahirkan bayi prematur. Akan tetapi, beberapa orangtua…
Vaksinasi Covid-19 terus digencarkan pemerintah untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Di tengah program…
Masa nifas atau postpartum kerap menjadi masa yang sulit bagi ibu baru. Adaptasi, rasa sakit…