Categories: Cerita Ibu

Raden Prisya: Melawan Postpartum Depression Demi Buah Hati

Postpartum depression kerap mengintai para ibu setelah melahirkan. Sayangnya, tidak semua ibu yang mengalami hal ini menyadari gejalanya hingga depresi pascamelahirkan telanjur parah. Inilah yang pada mulanya dirasakan oleh Raden Prisya, founder Matroishka. Ia sempat lari dan mengabaikan kenyataan bahwa postpartum depression mengentaknya dengan keras. Hingga akhirnya, ia berdamai dengan dirinya, mengakui depresi yang menyerangnya, dan mulai berbenah.

Inilah perjalanan Raden Prisya melawan postpartum depression yang ia kisahkan kepada kami.

Merasa Bagai Robot

Di hari-hari awalnya sebagai ibu, perempuan yang akrab disapa Prisya ini mengaku melakukan segalanya bagai robot. Berbagai aktivitas ia jalani layaknya sudah ditanamkan mode autopilot. Mulai dari mengurus anak, makan, hingga memilih baju; segalanya dilakukan otomatis saja tanpa diresapi maknanya.

“Saat bercermin, saya merasa tidak tahu siapa diri saya. Sebenarnya ini lumrah dirasakan ibu baru. Redefine. Mendefinisikan kembali dirinya karena peran baru sebagai ibu. Namun, di sisi lain saya juga merasa bersalah karena menganggap diri tidak bisa merawat anak dengan baik,” ujarnya.

Di samping merasa bagai robot, Prisya juga sangat ketakutan pulang ke rumah. Ia kerap lebih memilih “hibernasi” dan menghindari memegang anak. “Bukan saya tidak ingin mengurus anak-anak, tapi saya takut. Takut tidak bisa merawat mereka dengan baik,” tutur Prisya,”Saya juga sering merasa ngawang. Tubuh ada di sini, tapi saya bertanya-tanya apa benar ruh saya ada di sini.”

Karier sebagai Pelarian

Prisya melahirkan anak pertamanya pada bulan Mei tahun 2012 dan mendirikan Matroishka pada November, 2012. “Saya mendirikan Matroishka setelah melahirkan. Dan Matroishka ini adalah pelarian saya. Saya tidak berani menghadapi masalah di rumah. Matroishka saya gunakan untuk mendistraksi diri saya agar ada hal lain yang dilakukan,” kata Prisya.

Dengan peran barunya sebagai pemimpin Matroishka, Prisya pun kerap menyibukkan dirinya dengan bekerja dan meeting hingga larut malam. Hal ini sengaja ia lakukan untuk menghindari pertemuan dengan buah hati di rumah. “Saya sengaja pulang larut malam agar ketika saya pulang, suami sudah pulang. Dengan begitu, saya tidak sendirian menghadapi anak di rumah,” tutur Prisya.

Turning Point

Pelarian diri Prisya kepada karier berefek kepada bonding-nya dengan buah hati. “Bonding saya dengan anak minim. Saya mengurus anak ya sudah sebagai kewajiban saja. Yang penting ia makan dan minum dengan cukup. Sudah,” ujar Prisya.

Hal ini kemudian diperparah dengan kelahiran anak kedua. Kala itu, Prisya berpikir, kalau memang merawat anak sebegitu melelahkannya, maka sekalian saja capeknya. Di tengah usia si kakak yang baru mulai tantrum, sekitar dua tahun, lahirlah sang adik. “Saat hamil anak kedua rasanya flat saja. Begitu dia lahir, baru terasa beratnya. Saya sampai bilang ke suami,’Ini anak-anak lebih baik gue tinggal aja. Kalau sama gue rasanya gak bakal bener.’,” kisah Prisya.

Ketidakdekatan Prisya dengan anak rupanya tak hanya berefek pada Prisya, sang anak pun terkena imbasnya. “Karena tidak dekat dengan ibunya, anak saya mengalami speech delay. Saat itu dia sudah bisa merasakan emosi, tapi dia tidak bisa mengungkapkannya. Kami juga tidak memahami apa yang dia rasakan. Komunikasi jadi kacau,” ungkap Prisya.

Hampir bersamaan dengan momen ini, tepat di tahun keempatnya menjadi ibu, Prisya bertemu dengan ibu lain yang mengalami PPD dan psikolog. “Mereka memberi sinyal bahwa saya perlu penanganan lebih lanjut,” katanya,”dari situlah saya mulai bertemu dengan profesional. Saya tidak langsung membuka diri. Setelah beberapa kali bertemu dan ngobrol dengan psikolog serta suami, barulah saya sadar bahwa saya terkena PPD.”

Yap, Prisya sempat mengalami masa-masa penyangkalan. Ia tidak ingin mengakui bahwa dirinya mengalami PPD. “Ada hal yang bisa memotivasi seseorang untuk keluar dari depresi. Salah satunya adalah karena orang itu tidak ingin sesuatu hal terjadi kepadanya. Dan bagi saya, hal itu adalah persoalan speech delay anak saya. Saya tidak ingin speech delay anak saya berkelanjutan. Saya ingin jadi orang yang lebih baik,” ujar Prisya.

Self Healing

Saat Prisya memutuskan untuk melawan depresinya, ia mengawali dengan sharing ke orang-orang terdekat. “Saya akhirnya berani mengatasi masalah ini dan sadar bahwa saya tidak perlu lari. Penyelesaiannya diawali dengan sharing, entah dengan psikolog atau orang terdekat. Saya juga aktif sharing di Instagram dan ternyata banyak ibu mengalami hal yang sama. Ini pun jadi ajang bersyukur buat saya bahwa ternyata yang saya alami tidak sebanding dengan yang dialami orang lain. Saya juga mendekat kepada Allah dan mulai banyak belajar agama,” kisahnya.

Selain membuka diri, keputusan besar lainnya yang Prisya ambil saat itu adalah menutup Matroishka. Ia akhirnya memilih fokus untuk merawat kedua buah hatinya.

“Setelah membuka diri dan mengikuti berbagai pelatihan, seperti mindfulness, akhirnya saya membaik. Saya juga menutup Matroishka agar fokus. Saya tahu saya telah bebas dari depresi ketika saya sudah percaya diri dengan status saya sebagai seorang ibu. Saya pun berani memegang anak saya sendiri, tanpa bantuan nanny. Yang perlu saya tegaskan adalah tidak semua orang harus merawat anak tanpa bantuan nanny, tapi saya lebih memilih demikian agar lebih dekat dengan anak,” ungkap Prisya. Prisya pun menyekolahkan buah hatinya ke sekolah berbasis neuroscience untuk membantu mengatasi speech delay-nya.

Bagi para ibu yang mengalami PPD di luar sana, Prisya berpesan untuk tidak terlalu mengacuhkan pendapat orang lain. “Tidak perlu memikirkan kata orang. Orang lain tidak paham apa yang kita lalui. Perkuat saja fondasi self concept dan self esteem kita,” pungkasnya.

Itulah kisah Raden Prisya dalam perjalanannya melawan postpartum depression. Masih banyak informasi menarik lainnya yang  bisa Bunda dapatkan dengan follow dan like Facebook dan Instagram Sehati.

Ibu Sehati

Recent Posts

Memahami Perubahan pada Tubuh setelah Keguguran

Bunda mungkin ingat beberapa waktu lalu Chrissy Teigen, istri dari penulis lagu dan penyanyi John…

3 years ago

Simak! Ini Dampak Pandemi bagi Ibu Hamil dan Bayi

Pandemi Covid-19 berdampak pada kita semua. Namun, tahukah, Bunda, bahwa pandemi ini memiliki konsekuensi tersendiri…

3 years ago

Panduan untuk Ayah, saat Si Kecil Dirawat di NICU

Neonatal intensive care unit atau biasa disingkat NICU adalah ruang perawatan intensif bagi bayi yang…

4 years ago

Mengenal Ruang NICU, Fungsi dan Perkiraan Tarif

Tidak ada seorang ibu atau ayah yang ingin melahirkan bayi prematur. Akan tetapi, beberapa orangtua…

4 years ago

Pertanyaan seputar Vaksin Covid-19 untuk Ibu Hamil dan Menyusui

Vaksinasi Covid-19 terus digencarkan pemerintah untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Di tengah program…

4 years ago

Depresi Pasca Persalinan, Lebih Rentan saat Pandemi Covid-19?

Masa nifas atau postpartum kerap menjadi masa yang sulit bagi ibu baru. Adaptasi, rasa sakit…

4 years ago