Categories: KehamilanKesehatan

Kenali Risiko Hamil di Usia 35 ke Atas Yuk, Bun!

Saat ini, menikah di usia 30-an menjadi sesuatu yang lazim di kalangan perempuan sehingga membuat mereka menjalani kehamilan di usia 30-an atau 35+. Hanya perlu disadari bahwa hamil di usia tersebut, bukan tanpa risiko. Risiko hamil di usia 35 ke atas cukup banyak, Bun.

Ingin meraih jenjang karier yang lebih oke atau merasa belum siap untuk menikah (atau punya anak), baik secara finansial maupun emosional, menjadi beberapa alasan yang kerap muncul. Akibatnya, usia menikah dan hamil pun bergeser. Perempuan yang hamil di usia 35+ pun menjadi kian mudah ditemui.

Hal ini juga terlihat dari data pendahuluan yang dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) seperti disebutkan dalam Medicalnewstoday.com. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2016, untuk pertama kalinya dalam tiga dekade, tingkat kelahiran di antara perempuan berusia 30-34 tahun melampaui perempuan berusia 25-29 tahun yang berada di Amerika Serikat.

Hamil di usia 35+ ini harus disikapi dengan hati-hati. Ada sejumlah faktor risiko yang hadir di sana. Soal kesuburan misalnya, saat usia bertambah, jumlah maupun kualitas sel telur yang dihasilkan pun ikut menurun sehingga mengurangi kemungkinan untuk hamil.

Kemungkinan ini makin sulit ketika pasangannya juga memiliki usia yang sama atau lebih tua. Alasannya karena jumlah sperma, motilitas, dan volume semen pria juga menurun sejalan dengan pertambahan usia.

Masalah yang timbul bukan hanya kesuburan saja. Ketika akhirnya Bunda berhasil hamil di usia 35+, ada sejumlah risiko yang bisa menyertai. Memang tidak semua perempuan ini akan menjalani kehamilan dengan risiko tinggi. Namun, tetap ada hal-hal yang perlu diperhatikan maupun diwaspadai.

Risiko Cacat Bawaan

Cacat saat lahir atau terjadinya kelainan genetik lebih sering muncul pada perempuan yang hamil di usia lebih tua. Sebagai contoh, kejadian sindroma Down meningkat sejalan dengan bertambahnya usia saat mengandung. Di usia 25 tahun, tingkat kejadiannya 1 di antara 1.064 kehamilan. Tetapi,  angka kejadian ini naik menjadi 1 di antara 240 kehamilan saat perempuan hamil di usia 35.

Risiko Keguguran

Risiko ini bertambah dengan penambahan usia Bunda. Penelitian menunjukkan bahwa risiko keguguran pada perempuan usia 20-24 tahun berkisar 8,9 persen dibandingkan dengan 74,7 persen pada ibu yang hamil di usia 45+. Menurunnya kualitas telur diperkirakan ikut bertanggung jawab terhadap kejadian keguguran yang lebih tinggi.

Kematian Janin

Angka kejadian janin yang meninggal di dalam rahim diketahui lebih tinggi pada perempuan yang memiliki anak pertama dan yang pertama kali menjadi ibu di usia 35+. Sebuah ulasan sistematis yang dipublikasikan dalam Canadian Medical Association Journal menjumpai bahwa kematian janin berkisar 1,2 hingga 2,23 kali lebih tinggi pada perempuan yang berusia lebih tua.

Sayangnya risiko tinggi kematian janin pada usia ibu hamil yang lebih tua ini masih belum diketahui penyebabnya.

Preeklampsia dan Diabetes Gestasional

Preeklamsia bisa terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu atau bahkan sebelumnya. Kondisi ini ditandai dengan tekanan darah tinggi dan tanda sejumlah organ tubuh ibu hamil, seperti ginjal dan hati, yang tidak bekerja dengan baik.

Tanda-tanda preeklamsia lainnya termasuk adanya protein dalam urin, perubahan dalam penglihatan, dan sakit kepala hebat.

Selain preeklamsia, risiko lainnya adalah diabetes gestasional.  Diabetes gestasional adalah jenis diabetes yang terjadi pada sejumlah perempuan selama hamil.

Apa yang Harus Dilakukan?

Bila tak bisa dihindari, kehamilan di usia 35+ tetap bisa dijalani dengan baik. Sejumlah hal bisa Bunda lakukan untuk menjalani kehamilan dan memiliki bayi yang sehat.

  1. Melakukan pemeriksaan lengkap. Sebelum hamil, ada baiknya Bunda melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh. Tujuannya tentu saja untuk memastikan kondisi Bunda sehat. Saat hamil, lakukan pemeriksaan genetik atau Non Invasive Prenatal Test  (NIPT) guna memastikan janin yang dikandung sehat.
  2. Vaksinasi.  Tanyakan kepada dokter jenis vaksinasi yang direkomendasikan dan diperlukan sebelum hamil.
  3. Kendalikan penyakit yang diidap. Tangani penyakit  diabetes, tekanan darah tinggi, maupun depresi yang dialami Bunda. Tanyakan kepada dokter yang menangani perihal obat-obatan yang dikonsumsi. Jika memungkinkan, Bunda bisa meminta dokter untuk mengganti obat-obatan yang lebih aman selama masa kehamilan.

Di luar risiko kesehatan di atas, Bunda yang hamil di usia yang tak lagi muda juga memiliki keuntungan. Anak dari ibu yang berusia lebih tua nyatanya memiliki masalah perilaku, sosial, dan emosional yang sedikit saja.

Di sisi lain, studi yang dilakukan oleh Myrskyla dan koleganya, Kieron Barclay, di London School of Economics menunjukkan bahwa lahir dari ibu yang lebih matang dihubungkan dengan lebih sehat, lebih tinggi, dan mencapai pendidikan lebih baik. Jadi, jangan terlalu khawatir lagi ya, Bunda.

Sumber:

Pregnancy after 35: What are the Risks?

https://www.medicalnewstoday.com/articles/317861.php

Pregnancy after Age 35

https://www.marchofdimes.org/complications/pregnancy-after-age-35.aspx

Pregnancy Warning for Older Women

https://www.nhs.uk/news/pregnancy-and-child/pregnancy-warning-for-older-women/

dr. Cepi Teguh Pramayadi SpOG, MARS

Dokter Cepi merupakan dokter spesialis obstetri dan ginekologi yang saat ini menjabat sebagai Laparoscopic Surgeon Head di Pusat Pelayanan Operasi RSUI. Saat ini, dokter yang juga berperan sebagai pengajar Universitas Indonesia ini sedang menempuh pendidikan doktoralnya di Universitas Indonesia. Sebelumnya, ia memperoleh gelar spesialisnya juga di Universitas Indonesia.Tak hanya memiliki gelar spesialis di bidang obstetri dan ginekologi, ia juga memiliki gelar magister di bidang administrasi rumah sakit dari pendidikannya di Universitas Respati Indonesia. Kesibukan Dokter Cepi sangat beragam. Ia di antaranya memiliki pengalaman sebagai pembicara di berbagai konferensi dan seminar, seperti “The 2nd Indonesian Gynecological Endoscopy Society National Meeting” dan “Malaysia, Indonesia and Brunei Darusssalam Medical Science Conference”. Tak hanya itu, Dokter Cepi juga kerapkali menjadi instruktur di berbagai pelatihan, seperti “Bali Course on Gynecology Laparoscopy” dan “Laparoscopy Tubal Occlusion” yang diselenggarakan oleh BKKBN.

Recent Posts

Memahami Perubahan pada Tubuh setelah Keguguran

Bunda mungkin ingat beberapa waktu lalu Chrissy Teigen, istri dari penulis lagu dan penyanyi John…

3 years ago

Simak! Ini Dampak Pandemi bagi Ibu Hamil dan Bayi

Pandemi Covid-19 berdampak pada kita semua. Namun, tahukah, Bunda, bahwa pandemi ini memiliki konsekuensi tersendiri…

3 years ago

Panduan untuk Ayah, saat Si Kecil Dirawat di NICU

Neonatal intensive care unit atau biasa disingkat NICU adalah ruang perawatan intensif bagi bayi yang…

4 years ago

Mengenal Ruang NICU, Fungsi dan Perkiraan Tarif

Tidak ada seorang ibu atau ayah yang ingin melahirkan bayi prematur. Akan tetapi, beberapa orangtua…

4 years ago

Pertanyaan seputar Vaksin Covid-19 untuk Ibu Hamil dan Menyusui

Vaksinasi Covid-19 terus digencarkan pemerintah untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Di tengah program…

4 years ago

Depresi Pasca Persalinan, Lebih Rentan saat Pandemi Covid-19?

Masa nifas atau postpartum kerap menjadi masa yang sulit bagi ibu baru. Adaptasi, rasa sakit…

4 years ago