Categories: KehamilanKesehatan

Ini 7 Penyebab Utama Kematian Janin dalam Kandungan

Kematian janin dalam kandungan berbeda dengan keguguran, meski sering dianggap sama. Jika keguguran diasosiasikan dengan kematian janin ketika usia kandungan masih muda, di bawah 18 minggu, maka kematian janin atau stillbirth adalah peristiwa kematian janin di usia kandungan 20 minggu hingga menjelang persalinan. 

Berdasarkan peristiwa kematiannya, stillbirth bisa dikategorikan ke dalam 3 kelompok. Kematian janin awal jika terjadi di usia kandungan 20-27 minggu, kematian janin akhir (di usia kehamilan 28-36 minggu), atau term jika terjadi di usia 37 minggu ke atas. 

Ada banyak hal yang dapat memicu kematian janin dalam kandungan yang biasanya juga dikaitkan dengan usia kandungan dan faktor risiko tinggi yang diidap Bunda. Akan tetapi, pada banyak kasus, penyebab utamanya tidak dapat diketahui secara pasti.

Beberapa hal ini adalah yang kerap menjadi penyebab kematian janin dalam kandungan. 

Cacat janin atau masalah kromosom 

Keabnormalan kromosom diketahui sebagai penyebab utama keguguran, akan tetapi beberapa jenis masalah kromosom dan cacat janin juga dapat meningkatkan risiko kematian janin. Di antara kedua hal tersebut, prosentase masalah kromosom sebagai penyebab kematian janin lebih tinggi. Menurut National Institutes of Health (NIH), sekitar 14% stillbirth disebabkan oleh cacat janin atau masalah genetik. 

Intrauterine Growth Restriction (IUGR) atau janin tidak berkembang 

IUGR merujuk pada kondisi janin yang perkembangannya di bawah standar dan terjadi selama beberapa minggu kehamilan Bunda. Pada kasus yang serius, janin yang tidak berkembang ini bisa berakhir pada kematian janin atau bayi lahir dalam kondisi tidak bernyawa. Salah satu penyebab utama IUGR adalah suplai oksigen atau nutrisi yang kurang lancar, dari plasenta ke janin. 

Meningkatnya risiko IUGR  juga bisa disebabkan oleh kondisi kesehatan dan gaya hidup ibu hamil. Tenaga kesehatan yang menangani ibu hamil biasanya akan melakukan penapisan atau pemeriksaan untuk mendeteksi hal ini di awal kehamilan Bunda. Beberapa faktor yang meningkatkan risiko IUGR di antaranya adalah preeklampsia dan merokok selama kehamilan. 

Untuk mendeteksi dan mencegah IUGR berkembang menjadi kematian janin, tenaga kesehatan seperti dokter kandungan atau bidan yang menangani kehamilan Bunda akan melakukan pemeriksaan rutin untuk memonitor perkembangan janin. 

Abrupsio plasenta

Dikenal juga dengan nama solusio plasenta, adalah istilah untuk kondisi plasenta yang lepas dari rahim sebelum waktunya. Abrupsio plasenta bisa terjadi karena kondisi kesehatan ibu hamil, trauma atau benturan pada perut, atau ketidaknormalan struktur rahim. Faktor gaya hidup seperti merokok atau penggunaan obat-obatan terlarang juga dapat meningkatkan risikonya. 

Apa tanda Bunda mengalami abrupsio plasenta? Kondisi ini ditandai dengan sakit perut, kontraksi dan perdarahan. Jika mengalami ketiga hal ini, segera kunjungi fasilitas kesehatan untuk mendapat pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut ya, Bun. 

Infeksi 

Beberapa infeksi bakteri dan virus, termasuk penyakit menular seksual  (PMS) diketahui dapat meningkatkan risiko stillbirth. Secara global, infeksi menyumbang sekitar 13% kasus kematian janin dalam kandungan.

Lilitan tali pusat 

Meski terdengar sepele, kondisi ini bisa berujung pada kematian janin dalam kandungan. Misalnya ketika tali pusat melilit leher janin. Meski jarang, kematian janin yang disebabkan oleh kondisi ini mencapai 10% loh, Bun. 

Kehamilan lewat waktu

Penelitian menunjukkan usia kehamilan lewat waktu (42 minggu ke atas) dapat meningkatkan risiko kematian janin dalam kandungan. Salah satu pemicunya adalah karena kemampuan plasenta dalam memberi nutrisi dan oksigen untuk janin semakin berkurang. 

Kondisi medis 

Beberapa kondisi medis yang dialami ibu hamil juga bisa meningkatkan risiko kematian janin. Bisa kondisi kesehatan yang memang dialami Bunda sebelum hamil, atau baru muncul setelah hamil. Beberapa kondisi kesehatan yang turut berkontribusi meningkatkan risiko kematian janin: 

  • Kondisi autoimun seperti lupus 
  • Masalah penggumpalan darah
  • Diabetes
  • Hipertensi atau tekanan darah tinggi 
  • Obesitas

Ibu hamil yang mengalami kondisi di atas amat disarankan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. Umumnya diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan kehamilan yang nyaman dan aman bagi Bunda dan si Kecil.

Ibu Sehati

Recent Posts

Memahami Perubahan pada Tubuh setelah Keguguran

Bunda mungkin ingat beberapa waktu lalu Chrissy Teigen, istri dari penulis lagu dan penyanyi John…

3 years ago

Simak! Ini Dampak Pandemi bagi Ibu Hamil dan Bayi

Pandemi Covid-19 berdampak pada kita semua. Namun, tahukah, Bunda, bahwa pandemi ini memiliki konsekuensi tersendiri…

3 years ago

Panduan untuk Ayah, saat Si Kecil Dirawat di NICU

Neonatal intensive care unit atau biasa disingkat NICU adalah ruang perawatan intensif bagi bayi yang…

4 years ago

Mengenal Ruang NICU, Fungsi dan Perkiraan Tarif

Tidak ada seorang ibu atau ayah yang ingin melahirkan bayi prematur. Akan tetapi, beberapa orangtua…

4 years ago

Pertanyaan seputar Vaksin Covid-19 untuk Ibu Hamil dan Menyusui

Vaksinasi Covid-19 terus digencarkan pemerintah untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Di tengah program…

4 years ago

Depresi Pasca Persalinan, Lebih Rentan saat Pandemi Covid-19?

Masa nifas atau postpartum kerap menjadi masa yang sulit bagi ibu baru. Adaptasi, rasa sakit…

4 years ago