Jika istilah keguguran mewakili janin usia muda, atau di bawah usia 20 minggu, maka kematian janin atau intrauterine fetal death (IUFD) lebih tepat ditujukan pada kondisi janin usia 20 minggu ke atas yang meninggal dalam kandungan atau proses persalinan.
Sayangnya, di kondisi pandemi Covid-19 ini, peristiwa kematian janin dalam kandungan semakin sering terdengar. Salah satu penyebabnya adalah karena ibu tidak melakukan pemeriksaan sesering di saat kondisi normal. Pasalnya, banyak rumah sakit, puskesmas, atau praktik bidan yang tutup dan tidak lagi memberikan pelayanan untuk ibu hamil. Padahal pemeriksaan rutin diperlukan untuk memantau kondisi Bunda dan janin, yang pada akhirnya bisa mengurangi risiko kehilangan bayi. Belum lagi, banyak ibu belum teredukasi atau terpapar informasi mengenai prosedur persalinan yang mengikuti protokol Covid-19. Sedih ya, Bunda…
Agar hal ini tidak terjadi, sebaiknya Bunda mengenali penyebab dan tanda bayi meninggal dalam kandungan berikut ini.
Berbagai penelitian yang mencoba mencari penyebab kematian janin memberi satu kesimpulan, yaitu satu dari empat kejadian ini tidak diketahui penyebabnya. Dari empat kejadian tersebut, beberapa hal ini bisa menjadi penyebabnya:
Ada beberapa faktor yang membuat seorang perempuan lebih berisiko mengalami kematian janin dalam kandungan. Dari faktor-faktor risiko di bawah ini ada yang dapat dikontrol, namun ada juga yang tidak.
Ibu yang sehat lahir batin dikatakan lebih baik dalam menjaga kondisi janin dalam kandungan hingga saatnya persalinan. Ibu hamil yang mengalami tekanan darah tinggi atau hipertensi, diabetes, penyakit lupus, kondisi ginjal, penyakit tiroid, dan thrombophilia atau pengentalan darah yang terjadi pada ibu hamil, dikatakan lebih berisiko mengalami kematian janin dalam kandungan. Begitu pun dengan kebiasaan merokok, minum alkohol dan obesitas dapat meningkatkan risiko.
Etnis dan ras juga dapat berkontribusi meningkatkan risiko kematian janin dalam kandungan loh, Bun. Risiko tersebut dapat timbul akibat kondisi genetis yang diturunkan dari ras/etnis tersebut ataupun dari kondisi sosial ekonomis yang menyebabkan ibu tersebut kesulitan mengakses fasilitas kesehatan ibu dan anak. Misalnya saja, perempuan berkulit hitam berisiko dua kali lipat mengalami stillbirth dibanding perempuan berkulit putih.
Kemajuan teknologi dan pengetahuan di bidang kesehatan ibu dan anak membuat ibu yang hamil di usia matang dapat menjalani kehamilan dengan aman dan sehat. Meski demikian, perempuan berusia 35 tahun ke atas lebih mungkin mengalami stillbirth dengan akibat yang tidak dapat dijelaskan daripada perempuan muda.
Membawa lebih dari satu janin memang bisa meningkatkan risiko kematian janin. Itu sebabnya, pada perempuan yang menjalani program bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF), penanaman embrio biasanya dilakukan satu per satu untuk setiap siklus untuk mengurangi risiko kematian janin.
Kekerasan dalam rumah tangga atau biasa disingkat KDRT bisa terjadi pada siapa saja, tidak tergantung suku atau status sosial. Meski demikian, perempuan dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi yang lebih rendah, masyarakat dengan angka pengangguran tinggi, serta penggunaan obat terlarang membuat risiko terjadinya KDRT lebih tinggi yang membuat ibu dan janin lebih berisiko mengalami stillbirth.
Jika Bunda pernah mengalami komplikasi dalam kehamilan sebelumnya, termasuk kondisi tidak berkembangnya janin dan persalinan prematur, maka risiko terjadinya stillbirth menjadi lebih tinggi pada kehamilan berikutnya. Sementara, perempuan yang pernah mengalami kematian janin dalam kandungan berisiko dua sampai 10 kali lipat untuk mengalami kejadian yang sama di kehamilan berikutnya.
Salah satu tanda janin meninggal dalam kandungan yang paling umum adalah ketika seorang ibu tidak lagi dapat merasakan gerakan janin dalam rahimnya. Jika setelah pemeriksaan terkonfirmasi bahwa janin Bunda sudah tidak hidup, maka biasanya tenaga kesehatan terkait akan memberikan dua pilihan:
Sewajarnya, jika hal ini terjadi pada Bunda, emosi rasanya teraduk-aduk ya. Akan tetapi cobalah untuk tidak menelannya sendirian. Cobalah mencari support atau dukungan dari orang terdekat untuk membantu mengatasi rasa kehilangan.
Dan jika rasa itu sulit diatasi atau Bunda merasa kesedihan berlarut-larut, jangan ragu mencari bantuan profesional misalnya dari terapis/psikolog. Bunda bisa meminta referensi dari dokter kandungan mengenai tenaga ahli yang dapat membantu Bunda bangkit secara mental. Pada akhirnya, bangkit dari rasa kehilangan memang memerlukan proses. Beri waktu pada diri sendiri untuk pulih, ya.
Bunda mungkin ingat beberapa waktu lalu Chrissy Teigen, istri dari penulis lagu dan penyanyi John…
Pandemi Covid-19 berdampak pada kita semua. Namun, tahukah, Bunda, bahwa pandemi ini memiliki konsekuensi tersendiri…
Neonatal intensive care unit atau biasa disingkat NICU adalah ruang perawatan intensif bagi bayi yang…
Tidak ada seorang ibu atau ayah yang ingin melahirkan bayi prematur. Akan tetapi, beberapa orangtua…
Vaksinasi Covid-19 terus digencarkan pemerintah untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Di tengah program…
Masa nifas atau postpartum kerap menjadi masa yang sulit bagi ibu baru. Adaptasi, rasa sakit…