fbpx
Connect with us

Kehamilan

6 Cara Mengatasi Rasa Cemas saat Hamil

mm

Published

on

rasa cemas saat hamil
Rasa cemas saat hamil perlu diatasi agar hari-hari Bunda happy.

Rasa cemas bisa menerjang siapa saja. Dan percayalah, tak akan ada yang mengerti bagaimana rasanya jika ia sendiri belum mengalami hal itu. Jadi, jika Bunda sedang merasa cemas lalu ada yang menasihati Bunda dengan, “You just need to calm down!”, maka hampir dipastikan ia tak pernah mengalami serangan kecemasan. Karena, siapapun yang pernah terserang rasa cemas akan tahu bahwa mencoba tenang saja tak cukup untuk mengatasinya.

Penyebab Kecemasan Ibu Hamil

Di masa kehamilan, tak dapat disangkal bahwa rasa cemas akan sering menghantui. Selain mencemaskan persalinan, biasanya para calon ibu kerap mencemaskan kesehatan bayinya. Pun, tak jarang pula calon ibu yang mencemaskan kapabilitasnya dalam merawat anak nanti. 

Namun, tak selamanya penyebab kecemasan dalam kehamilan dapat Bunda ketahui. Mungkin seringkali Bunda merasakan cemas tiba-tiba tanpa tahu penyebabnya. Jika ini terjadi pada Bunda, bisa jadi hormonlah yang sedang mengambil alih. Perubahan hormon selama kehamilan memicu perubahan kondisi kimia pada otak pula. Dan inilah yang terkadang membuat emosi Bunda tak dapat dikontrol.

Selain itu, tak dapat disangkal bahwa Bunda mengalami sejumlah perubahan selama kehamilan, mulai dari perubahan fisik hingga perubahan gaya hidup. Rasa cemas bisa jadi timbul karena Bunda merasa kewalahan dengan sejumlah perubahan yang datang berbarengan ini.

Gejala Kecemasan saat Kehamilan

Rasa cemas mungkin wajar di level tertentu, apalagi saat ini Bunda sedang memasuki fase kehidupan baru. Namun, jika kecemasan Bunda mulai mengganggu aktivitas sehari-hari, maka sudah saatnya Bunda bertindak untuk mengatasinya. Pasalnya, dilansir dari situs healthline.com, kecemasan tinggi selama kehamilan berkorelasi positif dengan persalinan prematur, preeklampsia, dan berat badan lahir rendah. Lantas, apa gejala atau tanda kecemasan yang destruktif selama kehamilan?

  • Bunda mulai kehilangan nafsu makan
  • Sulit tidur
  • Sulit berkonsentrasi
  • Mudah merasa terganggu
  • Otot-otot senantiasa terasa tegang
  • Mudah lupa

Cara Mengatasi Kecemasan Selama Kehamilan

Kecemasan selama kehamilan di level yang ringan seringnya tidak membutuhkan penanganan khusus. Namun, tentu merupakan langkah yang baik jika Bunda memutuskan untuk bertemu terapis atau dokter. Di sisi lain, jika kecemasan Bunda masuk dalam kategori berat, misalnya muncul hampir di setiap waktu dan sudah sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya Bunda segera menghubungi tenaga ahli. Bagi Bunda yang merasa masih mampu menghadapi kecemasannya selama kehamilan, inilah beberapa langkah yang bisa Bunda coba.

Bicarakan kepada Orang Terdekat

Saat kecemasan datang menyerang, hal pertama yang bisa Bunda lakukan adalah membicarakannya, entah itu kepada pasangan, anggota keluarga, atau sahabat. Jika kecemasan Bunda sangatlah ringan, berbagi cerita saja seharusnya sudah bisa mengurangi rasa cemas.

Lakukan Aktivitas Fisik

Setelah bicara dengan orang terdekat, jangan lupa untuk tetap melakukan aktivitas-aktivitas yang positif, Bun. Aktivitas fisik dapat memicu produksi endorfin yang berfungsi sebagai painkiller alami. Endorfin membuat Bunda lebih mudah tidur yang kemudian berdampak pada menurunnya level stres.

Cari Aktivitas yang Menenangkan 

Bila Bunda tak ingin terlalu berkeringat tapi tetap bisa rileks, cobalah kelas hypnobirthing atau meditasi. Kini sudah banyak kelas-kelas bermanfaat yang ditawarkan untuk ibu hamil. Bunda dapat mencarinya melalui berbagai platform, Instagram atau WhatsApp Group misalnya. Di kelas hypnobirthing, Bunda akan diajarkan teknik relaksasi agar tetap tenang menghadapi persalinan. 

Jika Bunda sudah paham teknik relaksasi yang diajarkan dalam kelas ini, Bunda bisa mempraktikkannya kala rasa cemas datang. Sementara itu, hampir sama seperti kelas hypnobirthing, Bunda akan banyak diajarkan teknik relaksasi dalam kelas meditasi. Dengan demikian, ketika cemas datang, Bunda bisa segera mempraktikkannya.

Istirahat yang Cukup

Sudah coba melakukan aktivitas fisik yang positif? Jangan lupa beristirahat. Meski Bunda sulit tidur saat hamil, tetaplah prioritaskan hal ini. Tidur yang cukup akan membantu menurunkan kecemasan. Jika kurang tidur di malam hari, cobalah mencukupi jatah tidur harian dengan tidur siang.

Menulis Jurnal

Menulis membantu Bunda mencurahkan isi hati. Jika Bunda sedang tidak mood untuk berbagai cerita dengan orang terdekat, cobalah utarakan isi hati Bunda ke dalam tulisan. Dan alih-alih mengetik, cobalah membuatnya secara harfiah dengan tulisan tangan. Dengan menyampaikannya melalui tulisan tangan, Bunda akan lebih menikmati aktivitas ini dan lebih memikirkan kata demi katanya dengan mendalam. Jika Bunda bingung ingin menuliskan apa, cobalah tulis surat kepada calon buah hati Bunda. Sampaikan apa yang Bunda rasakan kepadanya saat ini. Jurnal tentang perasaan Bunda juga akan membantu terapis dalam mengecek riwayat kecemasan Bunda.

Temui Tenaga Ahli

Bila rasa cemas Bunda semakin mengganggu aktivitas harian dan serangan panik kian sering datang, Bunda harus mempertimbangkan untuk mengikuti terapi. Ajak pula Ayah dalam sesi terapi ini. Dengan demikian, Bunda dan Ayah dapat saling dukung menghadapi masa-masa menjelang persalinan. Selain konseling, bukan tidak mungkin tenaga ahli akan memberikan obat untuk mengatasi kecemasan Bunda.

Itulah beberapa hal yang bisa Bunda lakukan untuk mengatasi rasa cemas selama persalinan. Tak perlu malu jika Bunda merasa cemas selama kehamilan karena ini adalah hal yang umum dirasakan. Cari bantuan secepat mungkin jika Bunda merasakannya. Semakin cepat Bunda mencari bantuan, semakin cepat Bunda mendapatkan kedamaian. 

Semoga berhasil, Bun!

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kehamilan

Memahami Perubahan pada Tubuh setelah Keguguran

mm

Published

on

efek keguguran
Efek keguguran tak hanya pada psikis, tapi juga fisik

Bunda mungkin ingat beberapa waktu lalu Chrissy Teigen, istri dari penulis lagu dan penyanyi John Legend, sempat berbagi cerita pengalamannya melalui keguguran via Instagram maupun Twitter. Dari kisahnya, kita jadi memahami bahwa keguguran bukanlah pengalaman yang mudah untuk dilalui, baik secara psikis maupun fisik. Efek keguguran pada fisik ibu bahkan bisa bertahan hingga berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan.

Bila Bunda adalah salah satu yang baru saja melalui momen berat itu, artikel ini mungkin bisa membantu Bunda memahami perubahan apa saja yang terjadi dan apa yang harus dilakukan karenanya.

Perubahan Fisik setelah Mengalami Keguguran

Di Indonesia, perempuan pekerja yang mengalami keguguran berhak mendapatkan cuti selama 1,5 bulan lamanya. Pemberian waktu istirahat ini bukan tanpa alasan. Selain kondisi emosional yang butuh waktu untuk pulih, kondisi fisik Bunda setelah mengalami keguguran pun akan terasa sangat berbeda.

Dilansir dari Parents.com, semakin lama Bunda mengalami kehamilan sebelum akhirnya keguguran, semakin banyak pula efek keguguran yang akan dirasakan tubuh. Hal paling mungkin yang Bunda rasakan adalah perubahan pada payudara dan kenaikan berat badan. 

Jika Bunda mengalami kematian janin dalam kandungan atau intrauterine fetal death (IUFD) di mana usia kandungan sudah di atas 20 minggu, Bunda mungkin sudah merasakan penuh pada payudara karena ASI sudah mulai dipersiapkan. ASI yang semestinya diperuntukkan bagi bayi, kini tetap tinggal dalam payudara dan bisa menimbulkan rasa sakit.

Tak hanya itu, hal lainnya yang mungkin Bunda alami adalah timbulnya selulit, sakit pada perut, rambut rontok, hingga rasa sakit pada vagina. Rasa sakit pada vagina ini umumnya dirasakan oleh para bunda yang mendapatkan episiotomi (jahitan pada perineum) ketika proses mengeluarkan janin. 

Bunda juga akan merasakan kram perut karena rahim yang berkontraksi untuk mengeluarkan sisa darah. Perdarahan yang lebih banyak dari menstruasi pun akan terjadi. Gumpalan darah pun mungkin akan turut keluar. Bagi Bunda yang sebelumnya pernah melahirkan, rasanya tidak akan jauh berbeda dengan masa nifas. 

Efek keguguran pada tubuh ini bisa bertahan selama beberapa hari bahkan minggu tergantung lamanya kehamilan sebelum mengalami keguguran. Perdarahan yang dialami oleh perempuan saat keguguran di usia 6 minggu biasanya akan lebih sedikit dan singkat dibanding perdarahan pada keguguran di usia 16 minggu.

Kondisi Emosional yang Dialami

Selain perubahan fisik, perubahan emosional tak dapat dinafikan. Rasa bingung, sedih, bahkan bersalah, campur baur jadi satu. Dan rasa duka ini mungkin diperparah dengan kondisi hormon yang berubah tiba-tiba. Saat keguguran terjadi, hormon estrogen dan progesteron turun drastis. Hormon hCG pun pelan-pelan menurun hingga nol. Kondisi emosional yang sudah tak stabil akan bertambah buruk karena hal ini.

Bagaimana Menyelesaikannya?

Kondisi fisik yang melelahkan ditambah dengan kondisi emosional yang masih berduka mungkin membuat Bunda ingin menyendiri dan menjauh dari kehidupan sosial. Its okay, take your time. Namun, jika dirasa Bunda tak dapat menyelesaikannya sendiri, cobalah ungkapkan perasaan kepada orang terdekat yang membuat Bunda nyaman. Entah itu pasangan, orang tua, atau sahabat. 

Tak perlu pula merasa bersalah jika Bunda ingin menerima bantuan sebanyak mungkin. Kondisi fisik yang belum sepenuhnya prima mungkin akan membuat Bunda kesulitan mengerjakan pekerjaan rumah. Jika sahabat ataupun saudara menawarkan bantuan, terimalah selama Bunda merasa nyaman.
Jika bercerita dengan orang terdekat belum juga mendamaikan hati Bunda, Bunda bisa meminta bantuan profesional, seperti terapis, psikolog, ataupun psikiater. Bergabung dalam support group pun terkadang bisa membantu. Namun, pastikan support group yang Bunda ikuti diampu oleh seorang tenaga ahli, ya.

Continue Reading

Kehamilan

Simak! Ini Dampak Pandemi bagi Ibu Hamil dan Bayi

mm

Published

on

Pandemi Covid-19 berdampak pada kita semua. Namun, tahukah, Bunda, bahwa pandemi ini memiliki konsekuensi tersendiri bagi ibu hamil dan ibu yang baru melahirkan? Begitu pun pada bayi yang baru lahir.

Risiko selama Kehamilan

Dilansir dari mayoclinic.org, risiko penularan Covid-19 pada ibu hamil berada pada level rendah. Namun, kehamilan meningkatkan risiko komplikasi serius pada bumil yang menderita Covid-19. Menurut Centers for Disease Control and Prevention, ibu hamil dengan Covid-19 lebih berpotensi mengalami masalah pernapasan yang membutuhkan penanganan intensif dibanding pasien yang tidak dalam keadaan hamil. Ibu hamil dengan Covid-19 juga lebih mungkin membutuhkan ventilator.

Sebuah studi dari para peneliti di University of Jordan menunjukkan sisi lain dampak pandemi bagi ibu hamil. Penelitian yang dilakukan pada sekitar 900 orang ibu hamil ini menunjukkan bahwa ada penurunan jumlah pemeriksaan kehamilan yang signifikan. Hanya 4% ibu hamil yang menerima pemeriksaan kehamilan selama lockdown. Padahal, ibu hamil saat pandemi sangat membutuhkan pemeriksaan kehamilan tepat waktu dan berkualitas demi kesehatan bayi yang dikandung. 

Di Indonesia sendiri, Bunda bisa melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan yang tentunya lebih dekat dari rumah dan lebih kecil kemungkinannya berkontak dengan pasien lain. Cara ini bisa membuat Bunda tetap mendapatkan pemeriksaan kehamilan meski PSBB diberlakukan. Risiko penularan Covid-19 pun lebih rendah. Dengan catatan, kehamilan Bunda tidak berisiko dan tidak memiliki komplikasi serius ya. Kehamilan dengan risiko sebaiknya langsung diperiksakan ke dokter kandungan.

Persalinan di Tengah Pandemi

Ibu yang hamil saat pandemi berpotensi besar juga melahirkan di kala pandemi. Hal ini bisa menjadi kerugian tersendiri. Mengapa? 

Di masa pandemi, mayoritas faskes hanya memperbolehkan satu pendamping selama persalinan dan selama di ruang perawatan, beberapa faskes bahkan tidak memperbolehkan adanya pendamping sama sekali kala proses melahirkan. Padahal, ibu baru membutuhkan dukungan sebanyak yang diperlukan. Rasa lelah setelah melahirkan ditambah adaptasi dengan kehadiran bayi kadang membuat ibu baru kewalahan. Belum lagi ancaman baby blues yang bisa berkembang menjadi depresi pasca persalinan bila rasa sedih dan stres tinggal berlarut-larut. Angka depresi pasca persalinan sendiri meningkat selama pandemi, loh.

Dampak Pandemi bagi Bayi yang Baru Lahir

Tak hanya bagi Bunda, pandemi juga memiliki dampak sendiri bagi bayi. Sistem imun yang belum sempurna membuat bayi rentan tertular Covid-19, apalagi anak di bawah usia 2 tahun tidak diperbolehkan menggunakan masker karena khawatir mengganggu jalannya pernapasan. 

Belum lagi jika ada anggota keluarga yang kekeuh ingin menjenguk si kecil di tengah pandemi, risikonya pasti akan berlipat. Sulit pasti menerapkan protokol pada keluarga sendiri, tapi tetap dicoba ya, Bun. Mintalah keluarga yang menjenguk mengenakan masker baru ketika berada di dekat si kecil.

Bagi bayi yang orang tuanya terinfeksi Covid-19, ada kerugian lain yang akan dialami. Biasanya, bayi akan dipisahkan dari ibunya dan tidak bisa dirawat gabung demi mencegah penularan. Ini akan mengurangi peluang bayi untuk melakukan skin to skin contact dengan sang bunda. Pada beberapa kasus, ada pula kemungkinan bayi diperbolehkan pulang terlebih dulu dari rumah sakit, sementara sang ibu masih dirawat, sehingga proses menyusui langsung tidak bisa dilakukan dengan optimal.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Untuk meminimalisasi risiko penularan Covid-19 bagi Bunda yang tengah hamil dan keluarga, hal yang bisa dilakukan adalah mematuhi protokol kesehatan. Hindari bepergian ke luar rumah kecuali ada kebutuhan mendesak. Kalaupun harus ke luar rumah, selalu gunakan masker dan jaga jarak. Minta pula orang-orang yang tinggal serumah melakukan hal yang sama. Jangan lupa cuci tangan dengan air mengalir dan sabun sebelum menyentuh wajah atau makan/minum. Konsumsi gizi seimbang agar daya tahan tubuh terjaga.

Yang terpenting tetap semangat ya, Bun. Semoga senantiasa sehat!

Continue Reading

Kehamilan

Pertanyaan seputar Vaksin Covid-19 untuk Ibu Hamil dan Menyusui

mm

Published

on

vaksin covid untuk ibu hamil
Apakah vaksin Covid-19 bagi ibu hamil atau menyusui benar aman dan efektif?

Vaksinasi Covid-19 terus digencarkan pemerintah untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Di tengah program yang terus bergulir, banyak juga pertanyaan terkait keamanan dan efektivitas vaksin, salah satunya untuk ibu hamil dan menyusui. 

Berikut ini Ibu Sehati merangkumkan beberapa pertanyaan yang kerap muncul mengenai kaitan vaksin Covid-19 dengan ibu hamil dan menyusui. Yuk, disimak. 

Bagaimana cara kerja vaksin Covid-19?

Tujuan vaksin adalah agar penerima dapat memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit. Untuk Covid-19 itu sendiri, yang menjadi penyebabnya adalah virus SARS CoV-2. Melalui vaksinasi tubuh kita berkenalan dengan virus tersebut. Setelah dikenali, diharapkan tubuh dapat membangun sistem kekebalan untuk melawan virus tersebut. Mereka yang belum menerima vaksin, tubuhnya tidak mengenali virus dan tidak tahu cara melawannya. Itu sebabnya, mereka yang tidak menerima vaksin, dapat jatuh sakit karena tubuh tidak memiliki bekal untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh virus. 

Akan tetapi, kekebalan tubuh itu tidak datang secara serta-merta. Diperlukan waktu bagi vaksin untuk dapat bekerja maksimal. Vaksin SInovac yang digunakan di Indonesia, misalnya, diperlukan dua kali suntikan dengan jarak antara 28 hingga 40 hari. 

Apakah janin bisa mengidap Covid-19 jika ibu hamil menerima vaksin Covid-19?

Melalui vaksinasi Covid-19, bayi dalam kandungan ibu tidak akan terpapar virus. Virus Covid-19 itu sendiri terbuat dari satu protein yang tidak akan bereplikasi di dalam tubuh manusia. Selain tidak menyebabkan seorang yang divaksin menjadi positif Covid-19, begitupun janin dalam perut ibu hamil. 

Apakah vaksin Covid-19 aman untuk ibu hamil dan menyusui?

Dalam situasi darurat, uji klinis vaksin tidak akan melibatkan ibu hamil. Itu sebabnya, hingga sekarang tidak ada angka efikasi maupun keamanan vaksin bagi ibu hamil. Dari semua vaksin Covid-19 yang beredar saat ini pun tidak ada yang melibatkan ibu menyusui dalam uji klinisnya. 

Namun, vaksin dari jenis mRNA yang tidak diaktifkan, sehingga tidak dapat bereplikasi dibandingkan vaksin lain dengan jenis yang sama seperti vaksin tetanus, difteri maupun influenza. Sehingga, secara umum vaksin jenis ini aman dan dapat memberikan perlindungan pasif untuk janin, serta tidak menyebabkan keguguran maupun kelainan kongenital. 

Namun demikian, sejumlah badan dunia, organisasi profesi, lembaga kesehatan nasional maupun internasional seperti World Health Organisation (WHO) dan Persatuan Obstetri dan Ginekolog Indonesia (POGI) belum merekomendasikan vaksinasi Covid-19 untuk ibu hamil. Sebaliknya, vaksinasi bagi ibu menyusui diperbolehkan sepanjang tidak ada kontraindikasi. 

Apakah perlu berhenti menyusui setelah divaksin?

Bayi akan mendapatkan segudang manfaat dari air susu ibu. Manfaat ASI bagi tumbuh kembang bayi begitu berlimpah, termasuk di dalamnya antibodi. Itu sebabnya, Bunda tidak perlu berhenti menyusui setelah menerima vaksin Covid-19. Bahkan bayi dapat menerima manfaat vaksin dari ASI Bunda. 

Saya berencana menjalankan program hamil, apakah boleh divaksin?

Jika Bunda berencana menjalankan program kehamilan, sebaiknya tunda terlebih dahulu sampai mendapatkan vaksin Covid-19. Bunda dapat menjalankan program hamil paling lama 4 minggu setelah divaksin untuk menghindari Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

Saya tengah melaksanakan vaksinasi lain, apakah dapat menerima vaksin Covid-19?

Tergantung vaksinasi apa yang sedang dilaksanakan. Jika dari vaksinasi tersebut diharapkan angkat titer antibodi tinggi dalam waktu yang cepat, maka vaksinasi tersebut perlu diselesaikan terlebih dahulu. Sementara untuk pemberian vaksin yang bersifat booster atau penguat, dapat ditunda.  

Apakah vaksin Covid-19 dapat menyebabkan kemandulan?

Tidak ada bukti bahwa vaksin Covid-19 menyebabkan kemandulan. Kabar ini sempat beredar Desember tahun lalu. Dikatakan bahwa kandungan yang ada pada vaksin bisa menyerang protein yang diperlukan untuk perkembangan plasenta. Akan tetapi, direktur WHO menepis kabar tersebut. Menurut situs Healthline, protein vaksin Covid-19 merupakan struktur yang sama sekali berbeda dari protein yang ada di plasenta. Sehingga, keduanya tidak berhubungan. 

Continue Reading

Trending