Parenting
Mencoba Jadi Ibu yang Sempurna? Ini Dampaknya bagi Kesehatan
Menjadi seorang ibu yang sempurna itu sulit. Kegagalan atau usaha keras untuk mencapainya, bisa jadi membuat ibu depresi. Lalu bagaimana?
Semua orang ingin menjadi sempurna, melakukan sesuatu dengan baik, atau menghasilkan sesuatu yang baik. Sepertinya hal itu memang sudah menjadi hal yang naluriah. Namun harus diakui, menjadi ibu bisa menonjolkan sisi pribadi Bunda yang menuntut kesempurnaan.
Bagaimana tidak? Bunda bukan menghasilkan sebuah produk, melainkan janin yang akan bertumbuh menjadi manusia dewasa. Dengan tugas penting tersebut, tentu saja kita ingin melakukan yang terbaik untuk memastikan si kecil nanti bisa menjadi orang yang baik juga untuk lingkungannya.
Akan tetapi, seringkali tujuan itu menjadi ‘beban’ yang hanya ditanggung si ibu. Memastikan asupan makanan si kecil, memberikan pendidikan yang baik, menegakkan disiplin… ah, ada begitu banyak hal yang harus dilakukan untuk ‘membentuk’ anak. Keinginan yang berlebihan untuk tampak sempurna di mata orang lain ini pada akhirnya bisa membuat Bunda tertekan, lho. Bahkan bukan tidak mungkin hal ini akan berdampak negatif terhadap kesehatan, baik mental maupun fisik.
Baca juga: 5 Tips Hadapi Teman dengan Gaya Parenting yang Berbeda
Belum lagi, ada kompetisi antara para ibu yang harus dihadapi. Kompetisi ini akan ‘memecut’ ibu untuk menjadi lebih sempurna lagi. Ibu yang perfeksionis akan terjebak di antara wejangan orang tua yang ia percaya benar dan tren kekinian yang ia peroleh dari media sosial, teman, pencarian google dan dokter mereka. Apakah saya harus menyusui? Apakah saya ibu yang gagal kalau saya merasa ingin menyerah? Apakah saya harus menggunakan gendongan atau stroller? Apakah perkembangan si kecil normal, di bawah standar, atau di atas standar?
Ketika ekspektasi tak sejalan dengan realita
Seorang sosiologis dari Universitas Kansas, AS, Carrie Wendell-Hummell melakukan wawancara terhadap 47 ibu dan bapak baru yang mengalami masalah kesehatan mental saat hamil dan setelah melahirkan. Dari wawancaranya tersebut dia menemukan bahwa ekspektasi orang tua yang terlalu ideal adalah salah satu pemicu masalah kesehatan mental yang mereka alami.
“Ekspektasi ideal mengenai parenthood ini lebih banyak ditemukan pada orangtua yang mengenyam pendidikan, dari kelas menengah, yang terbiasa dengan pencapaian-pencapaian tertentu dalam hidup mereka,” ucap Wendel-Hummell seperti dikutip dari cafemom.com.
“Mereka sadar bahwa menjadi orang tua itu bukan hal yang mudah, namun dalam praktiknya, tugas ini bahkan lebih sulit dari yang mereka bayangkan. Mereka memiliki ekspektasi tinggi, dan saat hal itu tidak berhasil dicapai, mereka mengalami masalah mental.”
Baca juga: Bentuk Dukungan Ini Bisa Diberikan untuk Ibu yang Sedang Hamil
Tekanan dari lingkungan
Seakan tekanan dari dalam saja belum cukup, Bunda pun harus menghadapi tuntutan sosial. Dalam hal ini, sosial bukan hanya dari lingkungan sekitar yang secara langsung berinteraksi dengan Bunda, tetapi juga dari media sosial.
Sebuah penelitian yang dilakukan di Universitas Michigan, AS, menemukan bahwa ibu yang merasakan tekanan tersebut, berisiko tinggi mengalami depresi.
Dalam penelitian yang dilakukan terhadap 113 perempuan, para responden diminta melengkapi kuesioner tentang depresi dan kecakapan menjadi orang tua. Selama kehamilan dan setelah persalinan, mereka disodori pertanyaan yang dapat dijawab dengan “setuju” atau “tidak setuju”. Dari kuesioner tersebut, peneliti mengumpulkan lebih banyak jawaban “setuju” untuk pernyataan-pernyataan berikut ini: “Saya harus bisa melakukannya sendiri,” “Ibu lain mengalami lebih sedikit kesulitan pengasuhan daripada saya,” dan “Saya merasa bersalah saat mendahulukan kebutuhan diri sendiri di atas keperluan bayi saya.”
Hal yang Bisa Bunda Lakukan
Nah, agar terhindar dari tekanan tersebut, berikut ini beberapa hal yang bisa Bunda lakukan:
- Fokuslah membangun hubungan dengan orang-orang tercinta di sekeliling Bunda.. Daripada memfokuskan pikiran dan tenaga Bunda untuk membuat diri Anda, anak dan keluarga Anda sempurna, cobalah untuk menjalin hubungan yang lebih berarti dengan orang di sekitar Bunda.
- Tanamkan dalam pikiran Bunda bahwa apa yang Bunda lihat di sosial media bukanlah hal yang 100% nyata. Jika Bunda merasa tekanan tertentu dari akun-akun yang Bunda ikuti, ada baiknya cek kembali. Pilih akun yang memang menyuarakan hal-hal yang lebih positif dan penting.
- Cobalah menjadi diri sendiri. Berhenti membandingkan apa yang Bunda lakukan dengan yang dilakukan oleh orang lain. Setiap keluarga, setiap anak, setiap ibu dan setiap bapak adalah individu yang berbeda. Cara A belum tentu dapat diterapkan untuk keluarga Bunda. Bahkan, setiap keluarga akan menemukan caranya sendiri, sesuai dengan karakteristik individu yang ada di dalamnya.
- Biarkan si kecil belajar menjadi diri mereka sendiri daripada menuntut mereka untuk menjadi orang lain yang lebih baik. Ingatlah bahwa melakukan kesalahan merupakan sebuah proses menuju perbaikan.
- Jangan lupa untuk menikmati perjalanan menjadi ibu. Berhentilah berpikir bahwa Bunda mengemban tugas penting dan harus melakukan hal-hal terstruktur untuk mencapainya. Ajak si kecil bermain dan nikmati setiap kekonyolan dan kekotoran yang terjadi.
- Lower your expectations dan cobalah untuk menerima orang lain apa adanya. Harapan hanya akan membuat Bunda tertekan. Setiap manusia diciptakan unik dan tidak sempurna. Berhenti menunjuk kesalahan diri sendiri dan orang lain.
Ya, betul. Menjadi ibu tidaklah gampang. Dan mencoba menaburkan gula manis di atasnya dengan feed instagram, status Facebook ataupun Pinterest yang indah, tidak akan membuat tugas Bunda jadi lebih ringan. Mencoba untuk terus-menerus mencapai ekspektasi hanya akan membuat Bunda (tambah) lelah. Lagipula, jadi ibu bukanlah sebuah kompetisi, kan?
Kesehatan
Panduan untuk Ayah, saat Si Kecil Dirawat di NICU
Neonatal intensive care unit atau biasa disingkat NICU adalah ruang perawatan intensif bagi bayi yang baru lahir. Kapan seorang bayi yang baru lahir dirawat di NICU? Bayi yang baru lahir dirawat di NICU ketika ia lahir prematur (kurang dari usia 37 minggu) atau lahir dengan kesulitan bernapas.
Kebanyakan bayi dirawat di NICU selama 24 jam saja. Namun, tidak menutup kemungkinan bayi bisa lebih lama dirawat di sana. Ada yang butuh perawatan di NICU selama beberapa hari, ada pula yang berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Tergantung kondisi si adik bayi.
Meski begitu, tak peduli berapa lama bayi berada di NICU, hal ini bisa menjadi masa yang berat bagi orang tua. Mengingat ibu biasanya masih dalam tahap pemulihan pasca melahirkan, Ayahlah yang akan lebih banyak berperan dalam perawatan bayi selama di NICU. Apa yang mesti dilakukan? Berikut panduannya.
Kenali Siapa Dokter yang Menangani
Saat bayi berada di NICU, apalagi di masa pandemi seperti ini, kesempatan Ayah untuk selalu berada di dekat si kecil berkurang. Efeknya, Ayah mungkin sedang tidak ada di tempat kala dokter melakukan visit. Untuk mengatasi hal ini, coba tanyakan kepada perawat siapa saja dokter yang bertanggung jawab atas kondisi si kecil. Karena, bisa saja ada beberapa dokter yang menanganinya.
Tanyakan pada pukul berapa dokter akan visit atau apakah ada kemungkinan Ayah bisa menemui dokter di poli. Usahakan bertemu langsung dengan dokter setiap hari untuk mengetahui informasi perkembangan kondisi si kecil.
Bantu Antarkan ASI
Bayi yang dirawat di NICU bukan berarti tidak bisa mendapatkan ASI. Si kecil tetap bisa meminum ASI yang diperah yang kemudian diberikan melalui bantu oleh perawat. Demi mendukung si kecil mendapatkan ASI eksklusif, Ayah bisa membantu Bunda yang sedang dalam proses pemulihan pasca melahirkan untuk mengantarkan ASIP. Bawa ASIP dalam cooler bag agar terjaga nutrisinya.
Tetap Lakukan Bonding
Meski si kecil dirawat dalam inkubator, Ayah tetap bisa memulai menjalin bonding. Mintalah waktu sebentar untuk berada di sisinya. Ayah juga bisa menawarkan diri untuk mengganti popok si kecil. Saat berada di sisi inkubator, selalu ajak adik bayi bicara. Nyanyikan lagu pengantar tidur pun boleh.
Beri Penjelasan kepada Si Kakak
Pengalaman ini bukan hanya berat dan membingungkan bagi Ayah dan Bunda, tetapi juga bagi si kakak. Jika si kecil memiliki kakak, pastikan kakak mengerti mengapa adiknya belum bisa pulang ke rumah dan perlu dirawat di rumah sakit. Pun, jangan lupa untuk tetap meluangkan waktu untuknya dan memperhatikan kebutuhannya.
Perawatan bayi baru lahir di NICU mungkin akan sangat menguras waktu dan tenaga Ayah dan Bunda, tetapi tetap jangan biarkan si kakak merasa ditinggalkan. Jika Ayah dan Bunda belum bisa meluangkan banyak waktu karena fokus mengurus perawatan bayi di NICU, katakanlah permohonan maaf secara langsung kepada si kakak dan jelaskan alasannya. Minta pula kepada anggota keluarga lain, entah itu kakek atau nenek, untuk sementara waktu memberi perhatian ekstra kepada si kakak.
Perhatikan Diri Sendiri
Di masa seperti ini, Ayah mungkin adalah orang yang diharapkan paling kuat dan tegar. Namun, Ayah juga manusia. Ayah pun pasti merasakan kesedihan dan kebingungan ketika bayi dirawat di NICU. Jika Ayah merasakan hal ini, jangan ragu untuk membaginya bersama Bunda. Ayah juga bisa mencari support group yang beranggotakan orang tua dengan pengalaman yang sama. Dari support group biasanya akan ada banyak hal untuk dipelajari. Oh ya, jangan pula lupakan kebutuhan mendasar Ayah, seperti makan dan tidur.
Kesehatan
Mengenal Ruang NICU, Fungsi dan Perkiraan Tarif
Tidak ada seorang ibu atau ayah yang ingin melahirkan bayi prematur. Akan tetapi, beberapa orangtua tidak dapat menghindari hal ini. Di Amerika Serikat, 1 dari 10 bayi dilahirkan terlalu dini atau kurang dari 37 minggu.
Sementara di Indonesia, dari RISKESDAS 2018 diketahui terdapat 675.700 kelahiran prematur di Indonesia setiap tahun. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kelahiran prematur ke-5 tertinggi di dunia.
Bayi prematur ini akan dirawat di ruang NICU atau Neonatal Intensive Care Unit hingga organ-organ tubuhnya dapat berfungsi dengan baik untuk dapat hidup secara mandiri. Mengenai apa dan bagaimana ruang NICU, yuk simak beberapa hal ini.
Ruang NICU adalah
Ruang NICU adalah ruang perawatan bayi baru lahir maupun bayi yang memerlukan perawatan medis khusus. Ruangan ini dilengkapi dengan peralatan pendukung dan staf/perawat yang terlatih.
Alasan bayi dirawat di ruang NICU
Selama di rahim, si kecil sangat tergantung dengan tubuh Bunda. Ia bernapas dan makan melalui plasenta Bunda. Akan tetapi setelah lahir, ia tidak bisa lagi bergantung kepada Bunda. Ia harus beradaptasi dengan lingkungan baru dan menggunakan organ-organ tubuhnya sendiri untuk bertahan hidup.
Sayangnya tidak semua bayi terlahir dalam kondisi sehat, sehingga proses adaptasi tersebut tidak serta-merta berjalan mulus. Bayi tersebut memerlukan pertolongan medis untuk bisa hidup. Beberapa alasan yang membuat bayi baru lahir harus dirawat di ruang NICU adalah bayi yang lahir prematur, bayi yang mengalami masalah kesehatan, bayi dengan berat badan rendah dan bayi dengan berat lebih dari 4000 gr (makrosomia).
Berbagai masalah kesehatan yang membuat bayi dirawat di NICU sangat beragam dan juga bergantung dari kondisi bayi pada saat itu. Di antara masalah kesehatan tersebut adalah anemia, gangguan pernapasan, pneumonia, masalah jantung, jaundice (bayi kuning), masalah pencernaan, intra uterine growth restriction (IUGR) atau bayi yang perkembangannya di dalam rahim terhambat.
Berapa lama bayi dirawat di NICU?
Jangka waktu perawatan bayi di ruang NICU bisa berbeda-beda, dari hanya beberapa jam, beberapa hari, bahkan berbulan-bulan. Ada banyak faktor yang menentukannya, akan tetapi yang paling dasar adalah apakah bayi sudah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri; bisa menyusu, bernapas tanpa bantuan alat, dan menunjukkan tren pertumbuhan yang positif.
Siapa saja yang bertugas di ruang NICU?
Bertugas menjaga perawatan bayi dengan kebutuhan medis khusus, tentu saja ruang NICU dijaga oleh banyak staf terlatih yang tidak sembarangan. Sebagai pemimpin tim, biasanya ditunjuk seorang neonatologist (dokter anak dengan sub spesialis perawatan bayi prematur), perawat bayi baru lahir, dan suster. Selain itu, fasilitas ini juga didukung oleh tenaga ahli lain yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan keluarga. Misalnya konselor laktasi, dokter gizi, dokter jantung bahkan psikolog.
Apakah biaya perawatan NICU ditanggung BPJS?
BPJS Kesehatan yang Bunda miliki hanya dapat digunakan untuk menutupi biaya pemeriksaan kehamilan, biaya melahirkan dan pemeriksaan bayi baru lahir. Jika ternyata si kecil memerlukan perawatan tambahan di rumah sakit, BPJS Bunda tidak dapat menanggungnya.
Yang perlu Bunda lakukan adalah membuat BPJS untuk si kecil. Akan tetapi perlu dipastikan bahwa Bunda tercatat sebagai peserta BPJS Kesehatan dan aktif membayar iuran. Si kecil harus segera didaftarkan untuk mendapatkan fasilitas jaminan kesehatan dari BPJS Kesehatan.
Berapa biaya perawatan di ruang NICU?
Mengingat perawatan intensif dengan alat-alat kesehatan dan tenaga kesehatan terlatih, biaya perawatan ruang NICU tentu saja lebih tinggi dari kamar perawatan biasa. Dilansir dari kitabisa.com biaya perawatan bayi di ruang ini bisa mencapai 2 juta rupiah per hari. Biaya ini juga tergantung dari kondisi medis bayi dan perawatan yang ia terima di ruang NICU.
Parenting
Cara Membangun Kemampuan Sosial Anak di Tengah Pandemi
Pandemi sudah berjalan kurang lebih selama setahun. Bersamanya, seruan untuk di rumah saja demi memutus mata rantai Covid-19 terus didengungkan. Diam di rumah saja tentu bagus demi kepentingan bersama. Namun, ada efek samping dari mengisolasi diri yang mungkin luput dari perhatian kita, yakni hilangnya kesempatan anak untuk meningkatkan kemampuan dalam bersosialisasi.
Tahukah, Bun? Anak-anak usia sekolah sedang berada dalam tahap perkembangan penting perihal kemampuan bersosialisasi. Penting bagi mereka untuk belajar membangun pertemanan dan berkomunikasi dengan orang lain. Kondisi pandemi mau tidak mau mengurangi kesempatan anak akan hal ini.
Namun, Bunda tak perlu panik, ya. Ada sejumlah cara alternatif yang bisa Bunda coba di rumah untuk membantu anak membangun kemampuan sosialnya, meski ia tak rutin bertemu teman sebaya.
Ajak Anak Memahami Emosinya
Jangankan anak-anak, kita yang dewasa saja kadang sulit menyampaikan emosi yang kita rasa. Maka dari itu, kita perlu mengajak anak untuk mulai memahami emosinya sedari dini. Dilansir dari Parents.com, salah satu cara supaya anak mau dan mampu untuk menyampaikan emosinya dimulai dari keaktifan orang tua.
Di pengujung hari, Bunda atau Ayah bisa menanyakan perasaan si kecil selama seharian. Misalnya dengan pertanyaan, “Apa sih yang kamu rasakan seharian ini?”. Supaya lebih mudah bagi si kecil untuk menyampaikannya, gunakanlah chart yang berisi berbagai emoji dengan ekspresi berbeda-beda. Minta si kecil menunjuk emoji yang paling sesuai dengan perasaannya di hari itu.
Biarkan Ia Mandiri
Sebagai orang tua, kita mungkin akan tergelitik untuk selalu membantu buah hati. Namun, Bun, cobalah sedikit menahan diri. Bila si kecil sedang mengerjakan pekerjaan rumah, menyapu atau memakai baju misalnya, jangan terburu-buru “terjun” untuk menyelesaikan pekerjaannya. Biarkan ia bereksplorasi dan menemukan caranya sendiri. Bunda mungkin gemas melihatnya, tapi bersabarlah. Dengan membiarkan ia mandiri, Bunda dan Ayah sedang membangun kepercayaan dirinya yang akan sangat berguna di kehidupan sosialnya nanti.
Buat Kontak Mata
Pernah dengar nasihat untuk duduk bersimpuh kala berbicara dengan si kecil? Nasihat ini benar loh, Bun. Kuncinya sebenarnya bukan pada duduknya, tapi pada kontak matanya. Ketika duduk bersimpuh di hadapan si kecil, level mata Bunda akan sejajar dengan matanya sehingga kontak mata terjadi.
Saat berbicara dengan anak, jagalah kontak mata ini. Niscaya, mereka akan lebih mendengarkan perkataan Bunda. Tak hanya itu, dengan kebiasaan ini, anak akan sadar bahwa kontak mata adalah kunci terpenting dalam komunikasi. Saat nanti bergaul dengan orang lain, ia akan meniru kebiasaan ini.
Lakukan Permainan yang Melibatkan Keluarga
Saat Bunda dan Ayah telah tuntas menyelesaikan pekerjaan serta si kecil sudah selesai menyelesaikan tugas sekolahnya, luangkanlah waktu untuk family game night. Bunda dan Ayah bisa mengajak si kecil untuk melakukan permainan sederhana, tapi bermakna, misalnya ular tangga, halma, atau ludo. Dengan bermain game, si kecil akan belajar mengikuti peraturan, menghargai orang lain, bahkan belajar bekerja sama.
Beberapa cara itulah yang bisa dilakukan di rumah untuk membantu mengembangkan kemampuan sosial anak. Selamat mencoba ya, Bunda dan Ayah!
-
Kehamilan4 years ago
Bun, Ini Prosedur Periksa Kehamilan dengan BPJS yang Perlu Diketahui!
-
Pasca4 years ago
Bagaimana Mengetahui Jahitan Kering Pasca Melahirkan Normal?
-
Kehamilan5 years ago
Bagaimana Jika Tinggi Fundus Uteri Kurang dari yang Seharusnya?
-
Kehamilan6 years ago
Bunda, Ini Pentingnya Menghitung Tinggi Fundus Pada Saat Hamil
-
Persalinan5 years ago
Ini yang Akan Bunda Alami Saat Melahirkan dengan Induksi
-
Kehamilan4 years ago
Adakah Gerakan Fisik Tertentu yang Bisa Menyebabkan Keguguran?
-
Kehamilan6 years ago
Ini Fakta Seputar Perut Hamil Bunda
-
Kehamilan6 years ago
5 Jenis Infeksi yang Menyebabkan Cacat Janin