fbpx
Connect with us

Parenting

Mitos dan Fakta Seputar Anak Belajar Jalan

Kemampuan anak belajar jalan belum tentu sama dengan anak lainnya. Tak perlu terpengaruh dengan mitos yang beredar. Apa saja? Ini dia daftarnya.

mm

Published

on

Anak Belajar Jalan
Kemampuan anak belajar jalan belum tentu sama dengan anak lainnya. Tak perlu terpengaruh dengan mitos yang beredar. Apa saja? Ini dia daftarnya.

Berhasil melalui proses panjang dari mengandung sembilan bulan lamanya hingga melahirkan adalah momen yang membanggakan bagi Bunda. Hal yang dinantikan selanjutnya tentu adalah  melihat sang buah hati tumbuh dan berkembang seperti anak-anak pada umumnya.

Setelah lahir, persoalan tumbuh kembang anak tidak menyangkut soal tinggi dan berat badan saja. Lebih dari itu, ada kemampuan lain yang akan coba ia capai. Kemampuan berjalan adalah salah satunya. Sayangnya, ada banyak mitos mengenai anak belajar jalan yang kerap membuat Bunda panik hingga tak bisa menikmati proses ini. Sebelum Bunda khawatir, simak dulu yuk penjelasan dr Karina Kaltha, SpA berikut ini.

Usia Normal Anak Bisa Berjalan

Menurut dokter Karina, pada umumnya anak berusia satu hingga satu setengah tahun sudah memiliki keinginan untuk berjalan. Namun, perkembangan tiap anak hingga bisa berjalan berbeda-beda tergantung stimulus yang diberikan orang tua.

Anak pun perlu melalui fase-fase lainnya dulu, seperti tengkurap, merangkak, duduk, berdiri, sebelum akhirnya bisa berjalan.  Pasalnya, pada tahun pertama, si kecil masih dalam tahap pengembangan kekuatan dan kelenturan otot-otot tubuhnya. Fase-fase tadi menggambarkan sudah seberapa jauh perkembangan otot si kecil.

Dokter Kaltha juga menyebutkan bahwa urutan perkembangan si kecil berlangsung dari bagian kepala ke bagian bawah dan dari pusat tubuh ke ujung tubuh. Sebelum akhirnya bisa berjalan, si kecil akan melalui fase berguling-guling dulu hingga akhirnya merangkak.

Setelah itu, ia akan mulai merambat untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Dia juga akan mulai memanjat berbagai benda yang ada di sekelilingnya, seperti meja televisi, kursi, atau bahkan tembok. Saat ia sudah sampai tahap ini, sebaiknya Bunda memandunya agar ia bisa berjalan dengan lancar.

Jadi, bila si kecil tidak bisa langsung berjalan, tenang saja ya, Bun. Anak belajar jalan pun membutuhkan proses.

Mitos Anak Belajar Jalan

Ada berbagai mitos tentang anak belajar jalan. Inilah beberapa di antaranya yang paling sering beredar dan Bunda perlu tahu kebenarannya.

Mitos 1: Berjalan Jinjit Menunjukkan Kelainan

Saat Bunda mengajari si kecil berjalan, tidak sedikit yang menyadari bahwa si kecil berjalan dengan kaki berjinjit. Sebagian orang mengatakan bahwa hal ini menunjukkan kelainan tumbuh kembang. Namun, bagaimana kebenarannya?

Pada dasarnya, saat si kecil mulai belajar berjalan, tumitnya akan lebih dulu menyentuh lantai baru kemudian telapak kaki dan ujung jarinya. Jalan jinjit merupakan kondisi ketika si kecil berjalan dengan ujung kaki.

“Untuk Bunda, lakukanlah evaluasi mengapa si kecil berjalan jinjit. Lihat apakah posisi kakinya lurus ataukah ada bentuk kakinya mengalami deformitas, misalnya bentuk kaki X pada si kecil, sehingga Bunda dapat menindaklanjuti hal ini,” ucap dr. Kaltha. Selain itu, apabila anak sudah bisa berdiri tapi masih berjinjit, Bunda dapat melakukan konsultasi ke dokter agar mendapatkan penanganan langsung.

Mitos 2: Penggunaan Baby Walker Membantu Si Kecil Belajar Jalan

Penggunaan baby walker memang dapat membantu si kecil untuk berjalan. Tapi tahu tidak, Bun? Ternyata banyak kasus kecelakaan pada si kecil akibat penggunaan baby walker tersebut.

Dr. Kaltha sangat tidak menyarankan penggunaan baby walker untuk membantu si kecil berjalan. Selain menyebabkan kecelakaan, penggunaan baby walker dapat membuat si kecil menjadi ketergantungan pada roda baby walker yang digunakannya.

“Kalau saya, sih, sangat tidak menyarankan untuk menggunakan baby walker pada si kecil karena membuat anak bergantung pada roda baby walker. Seharusnya bila anak berjalan, tumpuan yang baik itu ya bertumpu pada kedua kakinya, bukan pada alat bantu,” ucap dr. Kaltha.

Alasan lain mengapa ia tidak menyarankan penggunaan baby walker pada si kecil adalah karena saat si kecil ‘berjalan’ atau berpindah tempat,  bukan kaki anak yang bergerak melainkan roda baby walker tersebut. Akibatnya anak jadi malas untuk berusaha duduk dan tegak maupun berdiri dan berjalan,” tutur dr. Kaltha.

Dr. Kaltha menyarankan agar bunda senantiasa menuntun si kecil melalui tahapan belajar berjalan dengan selalu mengawasi pergerakannya. Hal ini demi memastikan si kecil aman dan terhindar dari bahaya benda-benda yang ada di rumah.

Mitos 3: Anak Perempuan Lebih Cepat Jalan Dibandingkan Laki-laki

“Perkembangan tiap anak itu berbeda-beda. Memang anak perempuan cenderung lebih banyak bicara namun, hal itu juga sebenarnya bergantung pada stimulasi yang ia terima dari Bunda dan orang-orang di sekitarnya,” tutur dr. Kaltha.

Dr Kaltha menjelaskan bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan gender dalam perkembangan tumbuh kembang si kecil. Hanya saja dalam beberapa kasus banyak anak yang berkembang lebih cepat dan hal ini tentu kembali lagi pada bunda. Bunda yang cerdas tentu juga menginginkan anaknya cerdas dan tumbuh kembang sehingga dorongan yang diberikan juga baik dan teratur.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kesehatan

Panduan untuk Ayah, saat Si Kecil Dirawat di NICU

mm

Published

on

bayi dirawat di nicu
Bayi dirawat di NICU ketika lahir prematur.

Neonatal intensive care unit atau biasa disingkat NICU adalah ruang perawatan intensif bagi bayi yang baru lahir. Kapan seorang bayi yang baru lahir dirawat di NICU? Bayi yang baru lahir dirawat di NICU ketika ia lahir prematur (kurang dari usia 37 minggu) atau lahir dengan kesulitan bernapas. 

Kebanyakan bayi dirawat di NICU selama 24 jam saja. Namun, tidak menutup kemungkinan bayi bisa lebih lama dirawat di sana. Ada yang butuh perawatan di NICU selama beberapa hari, ada pula yang berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Tergantung kondisi si adik bayi.

Meski begitu, tak peduli berapa lama bayi berada di NICU, hal ini bisa menjadi masa yang berat bagi orang tua. Mengingat ibu biasanya masih dalam tahap pemulihan pasca melahirkan, Ayahlah yang akan lebih banyak berperan dalam perawatan bayi selama di NICU. Apa yang mesti dilakukan? Berikut panduannya.

Kenali Siapa Dokter yang Menangani

Saat bayi berada di NICU, apalagi di masa pandemi seperti ini, kesempatan Ayah untuk selalu berada di dekat si kecil berkurang. Efeknya, Ayah mungkin sedang tidak ada di tempat kala dokter melakukan visit. Untuk mengatasi hal ini, coba tanyakan kepada perawat siapa saja dokter yang bertanggung jawab atas kondisi si kecil. Karena, bisa saja ada beberapa dokter yang menanganinya. 

Tanyakan pada pukul berapa dokter akan visit atau apakah ada kemungkinan Ayah bisa menemui dokter di poli. Usahakan bertemu langsung dengan dokter setiap hari untuk mengetahui informasi perkembangan kondisi si kecil.

Bantu Antarkan ASI

Bayi yang dirawat di NICU bukan berarti tidak bisa mendapatkan ASI. Si kecil tetap bisa meminum ASI yang diperah yang kemudian diberikan melalui bantu oleh perawat. Demi mendukung si kecil mendapatkan ASI eksklusif, Ayah bisa membantu Bunda yang sedang dalam proses pemulihan pasca melahirkan untuk mengantarkan ASIP. Bawa ASIP dalam cooler bag agar terjaga nutrisinya.

Tetap Lakukan Bonding

Meski si kecil dirawat dalam inkubator, Ayah tetap bisa memulai menjalin bonding. Mintalah waktu sebentar untuk berada di sisinya. Ayah juga bisa menawarkan diri untuk mengganti popok si kecil. Saat berada di sisi inkubator, selalu ajak adik bayi bicara. Nyanyikan lagu pengantar tidur pun boleh.

Beri Penjelasan kepada Si Kakak

Pengalaman ini bukan hanya berat dan membingungkan bagi Ayah dan Bunda, tetapi juga bagi si kakak. Jika si kecil memiliki kakak, pastikan kakak mengerti mengapa adiknya belum bisa pulang ke rumah dan perlu dirawat di rumah sakit. Pun, jangan lupa untuk tetap meluangkan waktu untuknya dan memperhatikan kebutuhannya. 

Perawatan bayi baru lahir di NICU mungkin akan sangat menguras waktu dan tenaga Ayah dan Bunda, tetapi tetap jangan biarkan si kakak merasa ditinggalkan. Jika Ayah dan Bunda belum bisa meluangkan banyak waktu karena fokus mengurus perawatan bayi di NICU, katakanlah permohonan maaf secara langsung kepada si kakak dan jelaskan alasannya. Minta pula kepada anggota keluarga lain, entah itu kakek atau nenek, untuk sementara waktu memberi perhatian ekstra kepada si kakak.

Perhatikan Diri Sendiri

Di masa seperti ini, Ayah mungkin adalah orang yang diharapkan paling kuat dan tegar. Namun, Ayah juga manusia. Ayah pun pasti merasakan kesedihan dan kebingungan ketika bayi dirawat di NICU. Jika Ayah merasakan hal ini, jangan ragu untuk membaginya bersama Bunda. Ayah juga bisa mencari support group yang beranggotakan orang tua dengan pengalaman yang sama. Dari support group biasanya akan ada banyak hal untuk dipelajari. Oh ya, jangan pula lupakan kebutuhan mendasar Ayah, seperti makan dan tidur. 

Continue Reading

Kesehatan

Mengenal Ruang NICU, Fungsi dan Perkiraan Tarif

mm

Published

on

ruang nicu
Ruang NICU untuk merawat bayi prematur.

Tidak ada seorang ibu atau ayah yang ingin melahirkan bayi prematur. Akan tetapi, beberapa orangtua tidak dapat menghindari hal ini. Di Amerika Serikat, 1 dari 10 bayi dilahirkan terlalu dini atau kurang dari 37 minggu. 

Sementara di Indonesia, dari RISKESDAS 2018 diketahui terdapat 675.700 kelahiran prematur di Indonesia setiap tahun. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kelahiran prematur ke-5 tertinggi di dunia. 

Bayi prematur ini akan dirawat di ruang NICU atau Neonatal Intensive Care Unit hingga organ-organ tubuhnya dapat berfungsi dengan baik untuk dapat hidup secara mandiri. Mengenai apa dan bagaimana ruang NICU, yuk simak beberapa hal ini. 

Ruang NICU adalah

Ruang NICU adalah ruang perawatan bayi baru lahir maupun bayi yang memerlukan perawatan medis khusus. Ruangan ini dilengkapi dengan peralatan pendukung dan staf/perawat yang terlatih.

Alasan bayi dirawat di ruang NICU 

Selama di rahim, si kecil sangat tergantung dengan tubuh Bunda. Ia bernapas dan makan melalui plasenta Bunda. Akan tetapi setelah lahir, ia tidak bisa lagi bergantung kepada Bunda. Ia harus beradaptasi dengan lingkungan baru dan menggunakan organ-organ tubuhnya sendiri untuk bertahan hidup. 

Sayangnya tidak semua bayi terlahir dalam kondisi sehat, sehingga proses adaptasi tersebut tidak serta-merta berjalan mulus. Bayi tersebut memerlukan pertolongan medis untuk bisa hidup. Beberapa alasan yang membuat bayi baru lahir harus dirawat di ruang NICU adalah bayi yang lahir prematur, bayi yang mengalami masalah kesehatan, bayi dengan berat badan rendah dan bayi dengan berat lebih dari 4000 gr (makrosomia).

Berbagai masalah kesehatan yang membuat bayi dirawat di NICU sangat beragam dan juga bergantung dari kondisi bayi pada saat itu. Di antara masalah kesehatan tersebut adalah anemia, gangguan pernapasan, pneumonia, masalah jantung, jaundice (bayi kuning), masalah pencernaan, intra uterine growth restriction (IUGR) atau bayi yang perkembangannya di dalam rahim terhambat

Berapa lama bayi dirawat di NICU?

Jangka waktu perawatan bayi di ruang NICU bisa berbeda-beda, dari hanya beberapa jam, beberapa hari, bahkan berbulan-bulan. Ada banyak faktor yang menentukannya, akan tetapi yang paling dasar adalah apakah bayi sudah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri; bisa menyusu, bernapas tanpa bantuan alat, dan menunjukkan tren pertumbuhan yang positif.

Siapa saja yang bertugas di ruang NICU? 

Bertugas menjaga perawatan bayi dengan kebutuhan medis khusus, tentu saja ruang NICU dijaga oleh banyak staf terlatih yang tidak sembarangan. Sebagai pemimpin tim, biasanya ditunjuk seorang neonatologist (dokter anak dengan sub spesialis perawatan bayi prematur), perawat bayi baru lahir, dan suster. Selain itu, fasilitas ini juga didukung oleh tenaga ahli lain yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan keluarga. Misalnya konselor laktasi, dokter gizi, dokter jantung bahkan psikolog. 

Apakah biaya perawatan NICU ditanggung BPJS?

BPJS Kesehatan yang Bunda miliki hanya dapat digunakan untuk menutupi biaya pemeriksaan kehamilan, biaya melahirkan dan pemeriksaan bayi baru lahir. Jika ternyata si kecil memerlukan perawatan tambahan di rumah sakit, BPJS Bunda tidak dapat menanggungnya. 

Yang perlu Bunda lakukan adalah membuat BPJS untuk si kecil. Akan tetapi perlu dipastikan bahwa Bunda tercatat sebagai peserta BPJS Kesehatan dan aktif membayar iuran. Si kecil harus segera didaftarkan untuk mendapatkan fasilitas jaminan kesehatan dari BPJS Kesehatan.

Berapa biaya perawatan di ruang NICU?

Mengingat perawatan intensif dengan alat-alat kesehatan dan tenaga kesehatan terlatih, biaya perawatan ruang NICU tentu saja lebih tinggi dari kamar perawatan biasa. Dilansir dari kitabisa.com biaya perawatan bayi di ruang ini bisa mencapai 2 juta rupiah per hari. Biaya ini juga tergantung dari kondisi medis bayi dan perawatan yang ia terima di ruang NICU.

Continue Reading

Parenting

Cara Membangun Kemampuan Sosial Anak di Tengah Pandemi

mm

Published

on

kemampuan sosial anak
Kemampuan sosial anak bisa dilatih di rumah.

Pandemi sudah berjalan kurang lebih selama setahun. Bersamanya, seruan untuk di rumah saja demi memutus mata rantai Covid-19 terus didengungkan. Diam di rumah saja tentu bagus demi kepentingan bersama. Namun, ada efek samping dari mengisolasi diri yang mungkin luput dari perhatian kita, yakni hilangnya kesempatan anak untuk meningkatkan kemampuan dalam bersosialisasi.

Tahukah, Bun? Anak-anak usia sekolah sedang berada dalam tahap perkembangan penting perihal kemampuan bersosialisasi. Penting bagi mereka untuk belajar membangun pertemanan dan berkomunikasi dengan orang lain. Kondisi pandemi mau tidak mau mengurangi kesempatan anak akan hal ini.

Namun, Bunda tak perlu panik, ya. Ada sejumlah cara alternatif yang bisa Bunda coba di rumah untuk membantu anak membangun kemampuan sosialnya, meski ia tak rutin bertemu teman sebaya.

Ajak Anak Memahami Emosinya

Jangankan anak-anak, kita yang dewasa saja kadang sulit menyampaikan emosi yang kita rasa. Maka dari itu, kita perlu mengajak anak untuk mulai memahami emosinya sedari dini. Dilansir dari Parents.com, salah satu cara supaya anak mau dan mampu untuk menyampaikan emosinya dimulai dari keaktifan orang tua

Di pengujung hari, Bunda atau Ayah bisa menanyakan perasaan si kecil selama seharian. Misalnya dengan pertanyaan, “Apa sih yang kamu rasakan seharian ini?”. Supaya lebih mudah bagi si kecil untuk menyampaikannya, gunakanlah chart yang berisi berbagai emoji dengan ekspresi berbeda-beda. Minta si kecil menunjuk emoji yang paling sesuai dengan perasaannya di hari itu.

Biarkan Ia Mandiri

Sebagai orang tua, kita mungkin akan tergelitik untuk selalu membantu buah hati. Namun, Bun, cobalah sedikit menahan diri. Bila si kecil sedang mengerjakan pekerjaan rumah, menyapu atau memakai baju misalnya, jangan terburu-buru “terjun” untuk menyelesaikan pekerjaannya. Biarkan ia bereksplorasi dan menemukan caranya sendiri. Bunda mungkin gemas melihatnya, tapi bersabarlah. Dengan membiarkan ia mandiri, Bunda dan Ayah sedang membangun kepercayaan dirinya yang akan sangat berguna di kehidupan sosialnya nanti.

Buat Kontak Mata

Pernah dengar nasihat untuk duduk bersimpuh kala berbicara dengan si kecil? Nasihat ini benar loh, Bun. Kuncinya sebenarnya bukan pada duduknya, tapi pada kontak matanya. Ketika duduk bersimpuh di hadapan si kecil, level mata Bunda akan sejajar dengan matanya sehingga kontak mata terjadi.

Saat berbicara dengan anak, jagalah kontak mata ini. Niscaya, mereka akan lebih mendengarkan perkataan Bunda. Tak hanya itu, dengan kebiasaan ini, anak akan sadar bahwa kontak mata adalah kunci terpenting dalam komunikasi. Saat nanti bergaul dengan orang lain, ia akan meniru kebiasaan ini.

Lakukan Permainan yang Melibatkan Keluarga

Saat Bunda dan Ayah telah tuntas menyelesaikan pekerjaan serta si kecil sudah selesai menyelesaikan tugas sekolahnya, luangkanlah waktu untuk family game night. Bunda dan Ayah bisa mengajak si kecil untuk melakukan permainan sederhana, tapi bermakna, misalnya ular tangga, halma, atau ludo. Dengan bermain game, si kecil akan belajar mengikuti peraturan, menghargai orang lain, bahkan belajar bekerja sama.

Beberapa cara itulah yang bisa dilakukan di rumah untuk membantu mengembangkan kemampuan sosial anak. Selamat mencoba ya, Bunda dan Ayah!

Continue Reading

Trending