Kehamilan
Mengalami Tekanan Darah Tinggi saat Hamil? Lakukan 7 Hal Ini di Rumah
Banyak yang mengira penyakit darah tinggi atau hipertensi hanya dapat dirasakan oleh orang yang sudah tua. Nyatanya, tak perlu menunggu hingga tua, banyak perempuan yang ketika hamil mendadak terserang hipertensi.
Bahkan, faktanya, American Pregnancy Association mencatat bahwa hipertensi dapat mempengaruhi 8% ibu hamil dan dapat menyebabkan komplikasi kehamilan, seperti preeklampsia dan berat bayi lahir rendah (BBLR). Itulah sebabnya, penting bagi ibu untuk memonitor tekanan darah saat hamil.
Jenis-Jenis Hipertensi dalam Kehamilan
Bunda, tahukah bahwa ada banyak jenis hipertensi dalam kehamilan? Inilah beberapa di antaranya, Bun.
Hipertensi Kronis
Jika Bunda memiliki hipertensi sebelum kehamilan atau dideteksi mengidap hipertensi sebelum usia kehamilan 20 minggu, maka Bunda dikatakan mengidap hipertensi kronis. Ketika hamil, Bunda dikatakan memiliki hipertensi saat hasil perhitungan tekanan darah mencapai 140/90. Bahkan, ketika hanya salah satunya yang tinggi, Bunda tetap dikatakan mengidap hipertensi. Nah, hipertensi kronis terjadi ketika tekanan darah Bunda mencapai 160/110.
Hipertensi kronis memiliki risiko yang sangat besar pada kehamilan. Salah satunya adalah berkurangnya aliran darah menuju janin yang melalui plasenta. Bunda juga memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami preeklampsia.
Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional dialami oleh ibu yang sebelum kehamilannya tidak memiliki hipertensi. Pengidap hipertensi gestasional memiliki tekanan darah yang tinggi di atas 140/90 tetapi tidak terdapat kelebihan protein di air seninya atau tanda-tanda kerusakan organ lainnya. Beberapa pengidap hipertensi gestasional pada akhirnya mengalami preeklampsia.
Preeklampsia
Jika hipertensi kronis terjadi sebelum kehamilan berusia 20 minggu, preeklampsia justru sebaliknya. Preeklampsia umumnya timbul pada kehamilan di atas usia 20 minggu. Bunda dikatakan mengidap preeklampsia jika memiliki tekanan darah 140/90 milimeter merkuri (mm Hg) atau lebih tinggi yang tercatat dalam dua kali kesempatan dalam jarak setidaknya empat jam.
Saat mengidap preeklampsia, Bunda juga akan mengalami sakit kepala yang parah, mual dan muntah, serta kesulitan bernapas. Kadar protein dalam urin Bunda juga akan terdeteksi berlebih.
Eklampsia
Ketika preeklampsia tidak terkendali dan menyebabkan kerusakan organ, Bunda bisa mengalami eklampsia, yakni preeklampsia disertai dengan kejang-kejang. Gejala eklampsia yang langsung terasa adalah nyeri pada perut bagian kanan atas, sakit kepala berat, penglihatan terganggu, dan perubahan keadaan mental seperti menurunnya kewaspadaan. Dampak eklampsia sangat serius bagi ibu dan bayi sehingga bayi harus segera dilahirkan berapapun usia kehamilannya.
Karena dampaknya yang berbahaya, jika saat ini Bunda didiagnosis mengidap hipertensi atau memiliki risiko terkena hipertensi, lakukanlah berbagai usaha untuk menjaga tekanan darah Bunda tetap terkontrol.
Tak perlu dengan cara yang rumit. Perubahan gaya hidup saja sudah sangat membantu. Gaya hidup seperti apa yang dapat membantu Bunda? Ini dia.
Rencanakan kehamilan dengan baik
Dengan perencanaan yang baik diharapkan asupan nutrisi sebelum kehamilan sudah terjaga dengan baik. Nutrisi yang kurang pada ibu hamil terutama kurangnya mikronutrien bisa menyebabkan ketidaknormalam pola penempelan calon bayi di rahim yang bisa mengakibatkan tekanan darah tinggi atau preeklampsia pada akhir kehamilan
Kurangi Konsumsi Garam
Meski garam dibutuhkan oleh tubuh karena kandungan sodium di dalamnya, mengonsumsi garam dalam jumlah banyak bisa berdampak buruk. Karena itu, kurangilah konsumsi garam. Bunda dapat mengganti garam dalam masakan dengan rempah lain, seperti jinten atau merica lemon. Jika Bunda membeli makanan kalengan, bilas atau rendamlah sebelum diolah. Ini akan mengurangi jumlah garam yang terkandung di dalamnya. Hindari pula mengonsumsi makanan awetan dan makanan cepat saji, ya.
Perbanyak Konsumsi Gandum dan Makanan Tinggi Potassium
Gandum dan makanan dengan kandungan potassium tinggi dapat membantu menurunkan tekanan darah. Apa saja makanan tinggi potassium? Bukan hanya pisang loh, tetapi juga ubi, prem, kismis, dan stroberi. Saat sarapan, cobalah konsumsi sayuran dengan roti gandum dan buah sebagai pendampingnya.
Kurangi Stres!
Saat hamil ataupun tidak, stres bisa menyebabkan tekanan darah Bunda naik. Jadi, hindarilah hal-hal yang membuat Bunda cemas. Kurangi berpikir yang tidak-tidak dan perbanyak yoga ataupun meditasi. Dua hal ini akan membantu Bunda fokus dan rileks.
Baca juga: Ini Alasan Kenapa Ibu Hamil Perlu Bahagia
Tetap Bergerak
Setiap orang yang jarang bergerak akan lebih berpotensi terkena hipertensi. Untuk menghindarinya, jadwalkanlah aktivitas fisik yang konsisten. Dengan beraktivitas fisik secara teratur, tidak hanya sirkulasi darah Bunda akan lebih lancar dan tekanan darah menurun, Bunda juga akan lebih rileks dan terhindar dari stres.
Katakan Tidak pada Rokok dan Alkohol
Rokok dan alkohol jelas harus dihindari ketika hamil. Salah satu alasannya adalah karena dua hal ini dapat meningkatkan tekanan darah. Jika Bunda merasa kesulitan untuk menghentikan kebiasaan ini, bicaralah pada tenaga kesehatan yang menangani Bunda untuk merencanakan cara mengatasinya.
Hindari Kafein
Saat sedang mengandung, hindari kopi yuk, Bun! Soalnya, kopi mengandung kafein yang dapat meningkatkan tekanan darah Bunda. Jadi, sebaiknya Bunda batasi konsumsi kopi per hari ya atau berhenti sama sekali.
Pantau Berat Badan
Saat hamil, Bunda memang mengonsumsi makanan untuk dua orang. Namun, bukan berarti segala asupan yang Bunda konsumsi harus dikali dua, ya. Pantau terus berat badan Bunda dan pastikan sesuai dengan target kenaikan berat badan saat hamil. Kelebihan berat badan bisa meningkatkan risiko Bunda terkena hipertensi.
Bagaimana, Bunda? Sudah tahu kan hal-hal yang bisa dilakukan di rumah untuk menghindarkan diri dari risiko hipertensi. Selamat mencoba. Tetap sehat hingga melahirkan ya, Bun.
Kehamilan
Memahami Perubahan pada Tubuh setelah Keguguran
Bunda mungkin ingat beberapa waktu lalu Chrissy Teigen, istri dari penulis lagu dan penyanyi John Legend, sempat berbagi cerita pengalamannya melalui keguguran via Instagram maupun Twitter. Dari kisahnya, kita jadi memahami bahwa keguguran bukanlah pengalaman yang mudah untuk dilalui, baik secara psikis maupun fisik. Efek keguguran pada fisik ibu bahkan bisa bertahan hingga berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan.
Bila Bunda adalah salah satu yang baru saja melalui momen berat itu, artikel ini mungkin bisa membantu Bunda memahami perubahan apa saja yang terjadi dan apa yang harus dilakukan karenanya.
Perubahan Fisik setelah Mengalami Keguguran
Di Indonesia, perempuan pekerja yang mengalami keguguran berhak mendapatkan cuti selama 1,5 bulan lamanya. Pemberian waktu istirahat ini bukan tanpa alasan. Selain kondisi emosional yang butuh waktu untuk pulih, kondisi fisik Bunda setelah mengalami keguguran pun akan terasa sangat berbeda.
Dilansir dari Parents.com, semakin lama Bunda mengalami kehamilan sebelum akhirnya keguguran, semakin banyak pula efek keguguran yang akan dirasakan tubuh. Hal paling mungkin yang Bunda rasakan adalah perubahan pada payudara dan kenaikan berat badan.
Jika Bunda mengalami kematian janin dalam kandungan atau intrauterine fetal death (IUFD) di mana usia kandungan sudah di atas 20 minggu, Bunda mungkin sudah merasakan penuh pada payudara karena ASI sudah mulai dipersiapkan. ASI yang semestinya diperuntukkan bagi bayi, kini tetap tinggal dalam payudara dan bisa menimbulkan rasa sakit.
Tak hanya itu, hal lainnya yang mungkin Bunda alami adalah timbulnya selulit, sakit pada perut, rambut rontok, hingga rasa sakit pada vagina. Rasa sakit pada vagina ini umumnya dirasakan oleh para bunda yang mendapatkan episiotomi (jahitan pada perineum) ketika proses mengeluarkan janin.
Bunda juga akan merasakan kram perut karena rahim yang berkontraksi untuk mengeluarkan sisa darah. Perdarahan yang lebih banyak dari menstruasi pun akan terjadi. Gumpalan darah pun mungkin akan turut keluar. Bagi Bunda yang sebelumnya pernah melahirkan, rasanya tidak akan jauh berbeda dengan masa nifas.
Efek keguguran pada tubuh ini bisa bertahan selama beberapa hari bahkan minggu tergantung lamanya kehamilan sebelum mengalami keguguran. Perdarahan yang dialami oleh perempuan saat keguguran di usia 6 minggu biasanya akan lebih sedikit dan singkat dibanding perdarahan pada keguguran di usia 16 minggu.
Kondisi Emosional yang Dialami
Selain perubahan fisik, perubahan emosional tak dapat dinafikan. Rasa bingung, sedih, bahkan bersalah, campur baur jadi satu. Dan rasa duka ini mungkin diperparah dengan kondisi hormon yang berubah tiba-tiba. Saat keguguran terjadi, hormon estrogen dan progesteron turun drastis. Hormon hCG pun pelan-pelan menurun hingga nol. Kondisi emosional yang sudah tak stabil akan bertambah buruk karena hal ini.
Bagaimana Menyelesaikannya?
Kondisi fisik yang melelahkan ditambah dengan kondisi emosional yang masih berduka mungkin membuat Bunda ingin menyendiri dan menjauh dari kehidupan sosial. Its okay, take your time. Namun, jika dirasa Bunda tak dapat menyelesaikannya sendiri, cobalah ungkapkan perasaan kepada orang terdekat yang membuat Bunda nyaman. Entah itu pasangan, orang tua, atau sahabat.
Tak perlu pula merasa bersalah jika Bunda ingin menerima bantuan sebanyak mungkin. Kondisi fisik yang belum sepenuhnya prima mungkin akan membuat Bunda kesulitan mengerjakan pekerjaan rumah. Jika sahabat ataupun saudara menawarkan bantuan, terimalah selama Bunda merasa nyaman.
Jika bercerita dengan orang terdekat belum juga mendamaikan hati Bunda, Bunda bisa meminta bantuan profesional, seperti terapis, psikolog, ataupun psikiater. Bergabung dalam support group pun terkadang bisa membantu. Namun, pastikan support group yang Bunda ikuti diampu oleh seorang tenaga ahli, ya.
Kehamilan
Simak! Ini Dampak Pandemi bagi Ibu Hamil dan Bayi
Pandemi Covid-19 berdampak pada kita semua. Namun, tahukah, Bunda, bahwa pandemi ini memiliki konsekuensi tersendiri bagi ibu hamil dan ibu yang baru melahirkan? Begitu pun pada bayi yang baru lahir.
Risiko selama Kehamilan
Dilansir dari mayoclinic.org, risiko penularan Covid-19 pada ibu hamil berada pada level rendah. Namun, kehamilan meningkatkan risiko komplikasi serius pada bumil yang menderita Covid-19. Menurut Centers for Disease Control and Prevention, ibu hamil dengan Covid-19 lebih berpotensi mengalami masalah pernapasan yang membutuhkan penanganan intensif dibanding pasien yang tidak dalam keadaan hamil. Ibu hamil dengan Covid-19 juga lebih mungkin membutuhkan ventilator.
Sebuah studi dari para peneliti di University of Jordan menunjukkan sisi lain dampak pandemi bagi ibu hamil. Penelitian yang dilakukan pada sekitar 900 orang ibu hamil ini menunjukkan bahwa ada penurunan jumlah pemeriksaan kehamilan yang signifikan. Hanya 4% ibu hamil yang menerima pemeriksaan kehamilan selama lockdown. Padahal, ibu hamil saat pandemi sangat membutuhkan pemeriksaan kehamilan tepat waktu dan berkualitas demi kesehatan bayi yang dikandung.
Di Indonesia sendiri, Bunda bisa melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan yang tentunya lebih dekat dari rumah dan lebih kecil kemungkinannya berkontak dengan pasien lain. Cara ini bisa membuat Bunda tetap mendapatkan pemeriksaan kehamilan meski PSBB diberlakukan. Risiko penularan Covid-19 pun lebih rendah. Dengan catatan, kehamilan Bunda tidak berisiko dan tidak memiliki komplikasi serius ya. Kehamilan dengan risiko sebaiknya langsung diperiksakan ke dokter kandungan.
Persalinan di Tengah Pandemi
Ibu yang hamil saat pandemi berpotensi besar juga melahirkan di kala pandemi. Hal ini bisa menjadi kerugian tersendiri. Mengapa?
Di masa pandemi, mayoritas faskes hanya memperbolehkan satu pendamping selama persalinan dan selama di ruang perawatan, beberapa faskes bahkan tidak memperbolehkan adanya pendamping sama sekali kala proses melahirkan. Padahal, ibu baru membutuhkan dukungan sebanyak yang diperlukan. Rasa lelah setelah melahirkan ditambah adaptasi dengan kehadiran bayi kadang membuat ibu baru kewalahan. Belum lagi ancaman baby blues yang bisa berkembang menjadi depresi pasca persalinan bila rasa sedih dan stres tinggal berlarut-larut. Angka depresi pasca persalinan sendiri meningkat selama pandemi, loh.
Dampak Pandemi bagi Bayi yang Baru Lahir
Tak hanya bagi Bunda, pandemi juga memiliki dampak sendiri bagi bayi. Sistem imun yang belum sempurna membuat bayi rentan tertular Covid-19, apalagi anak di bawah usia 2 tahun tidak diperbolehkan menggunakan masker karena khawatir mengganggu jalannya pernapasan.
Belum lagi jika ada anggota keluarga yang kekeuh ingin menjenguk si kecil di tengah pandemi, risikonya pasti akan berlipat. Sulit pasti menerapkan protokol pada keluarga sendiri, tapi tetap dicoba ya, Bun. Mintalah keluarga yang menjenguk mengenakan masker baru ketika berada di dekat si kecil.
Bagi bayi yang orang tuanya terinfeksi Covid-19, ada kerugian lain yang akan dialami. Biasanya, bayi akan dipisahkan dari ibunya dan tidak bisa dirawat gabung demi mencegah penularan. Ini akan mengurangi peluang bayi untuk melakukan skin to skin contact dengan sang bunda. Pada beberapa kasus, ada pula kemungkinan bayi diperbolehkan pulang terlebih dulu dari rumah sakit, sementara sang ibu masih dirawat, sehingga proses menyusui langsung tidak bisa dilakukan dengan optimal.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Untuk meminimalisasi risiko penularan Covid-19 bagi Bunda yang tengah hamil dan keluarga, hal yang bisa dilakukan adalah mematuhi protokol kesehatan. Hindari bepergian ke luar rumah kecuali ada kebutuhan mendesak. Kalaupun harus ke luar rumah, selalu gunakan masker dan jaga jarak. Minta pula orang-orang yang tinggal serumah melakukan hal yang sama. Jangan lupa cuci tangan dengan air mengalir dan sabun sebelum menyentuh wajah atau makan/minum. Konsumsi gizi seimbang agar daya tahan tubuh terjaga.
Yang terpenting tetap semangat ya, Bun. Semoga senantiasa sehat!
Kehamilan
Pertanyaan seputar Vaksin Covid-19 untuk Ibu Hamil dan Menyusui
Vaksinasi Covid-19 terus digencarkan pemerintah untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Di tengah program yang terus bergulir, banyak juga pertanyaan terkait keamanan dan efektivitas vaksin, salah satunya untuk ibu hamil dan menyusui.
Berikut ini Ibu Sehati merangkumkan beberapa pertanyaan yang kerap muncul mengenai kaitan vaksin Covid-19 dengan ibu hamil dan menyusui. Yuk, disimak.
Bagaimana cara kerja vaksin Covid-19?
Tujuan vaksin adalah agar penerima dapat memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit. Untuk Covid-19 itu sendiri, yang menjadi penyebabnya adalah virus SARS CoV-2. Melalui vaksinasi tubuh kita berkenalan dengan virus tersebut. Setelah dikenali, diharapkan tubuh dapat membangun sistem kekebalan untuk melawan virus tersebut. Mereka yang belum menerima vaksin, tubuhnya tidak mengenali virus dan tidak tahu cara melawannya. Itu sebabnya, mereka yang tidak menerima vaksin, dapat jatuh sakit karena tubuh tidak memiliki bekal untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh virus.
Akan tetapi, kekebalan tubuh itu tidak datang secara serta-merta. Diperlukan waktu bagi vaksin untuk dapat bekerja maksimal. Vaksin SInovac yang digunakan di Indonesia, misalnya, diperlukan dua kali suntikan dengan jarak antara 28 hingga 40 hari.
Apakah janin bisa mengidap Covid-19 jika ibu hamil menerima vaksin Covid-19?
Melalui vaksinasi Covid-19, bayi dalam kandungan ibu tidak akan terpapar virus. Virus Covid-19 itu sendiri terbuat dari satu protein yang tidak akan bereplikasi di dalam tubuh manusia. Selain tidak menyebabkan seorang yang divaksin menjadi positif Covid-19, begitupun janin dalam perut ibu hamil.
Apakah vaksin Covid-19 aman untuk ibu hamil dan menyusui?
Dalam situasi darurat, uji klinis vaksin tidak akan melibatkan ibu hamil. Itu sebabnya, hingga sekarang tidak ada angka efikasi maupun keamanan vaksin bagi ibu hamil. Dari semua vaksin Covid-19 yang beredar saat ini pun tidak ada yang melibatkan ibu menyusui dalam uji klinisnya.
Namun, vaksin dari jenis mRNA yang tidak diaktifkan, sehingga tidak dapat bereplikasi dibandingkan vaksin lain dengan jenis yang sama seperti vaksin tetanus, difteri maupun influenza. Sehingga, secara umum vaksin jenis ini aman dan dapat memberikan perlindungan pasif untuk janin, serta tidak menyebabkan keguguran maupun kelainan kongenital.
Namun demikian, sejumlah badan dunia, organisasi profesi, lembaga kesehatan nasional maupun internasional seperti World Health Organisation (WHO) dan Persatuan Obstetri dan Ginekolog Indonesia (POGI) belum merekomendasikan vaksinasi Covid-19 untuk ibu hamil. Sebaliknya, vaksinasi bagi ibu menyusui diperbolehkan sepanjang tidak ada kontraindikasi.
Apakah perlu berhenti menyusui setelah divaksin?
Bayi akan mendapatkan segudang manfaat dari air susu ibu. Manfaat ASI bagi tumbuh kembang bayi begitu berlimpah, termasuk di dalamnya antibodi. Itu sebabnya, Bunda tidak perlu berhenti menyusui setelah menerima vaksin Covid-19. Bahkan bayi dapat menerima manfaat vaksin dari ASI Bunda.
Saya berencana menjalankan program hamil, apakah boleh divaksin?
Jika Bunda berencana menjalankan program kehamilan, sebaiknya tunda terlebih dahulu sampai mendapatkan vaksin Covid-19. Bunda dapat menjalankan program hamil paling lama 4 minggu setelah divaksin untuk menghindari Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
Saya tengah melaksanakan vaksinasi lain, apakah dapat menerima vaksin Covid-19?
Tergantung vaksinasi apa yang sedang dilaksanakan. Jika dari vaksinasi tersebut diharapkan angkat titer antibodi tinggi dalam waktu yang cepat, maka vaksinasi tersebut perlu diselesaikan terlebih dahulu. Sementara untuk pemberian vaksin yang bersifat booster atau penguat, dapat ditunda.
Apakah vaksin Covid-19 dapat menyebabkan kemandulan?
Tidak ada bukti bahwa vaksin Covid-19 menyebabkan kemandulan. Kabar ini sempat beredar Desember tahun lalu. Dikatakan bahwa kandungan yang ada pada vaksin bisa menyerang protein yang diperlukan untuk perkembangan plasenta. Akan tetapi, direktur WHO menepis kabar tersebut. Menurut situs Healthline, protein vaksin Covid-19 merupakan struktur yang sama sekali berbeda dari protein yang ada di plasenta. Sehingga, keduanya tidak berhubungan.
-
Kehamilan4 years ago
Bun, Ini Prosedur Periksa Kehamilan dengan BPJS yang Perlu Diketahui!
-
Pasca4 years ago
Bagaimana Mengetahui Jahitan Kering Pasca Melahirkan Normal?
-
Kehamilan5 years ago
Bagaimana Jika Tinggi Fundus Uteri Kurang dari yang Seharusnya?
-
Kehamilan6 years ago
Bunda, Ini Pentingnya Menghitung Tinggi Fundus Pada Saat Hamil
-
Persalinan5 years ago
Ini yang Akan Bunda Alami Saat Melahirkan dengan Induksi
-
Kehamilan4 years ago
Adakah Gerakan Fisik Tertentu yang Bisa Menyebabkan Keguguran?
-
Kehamilan6 years ago
Ini Fakta Seputar Perut Hamil Bunda
-
Kehamilan6 years ago
5 Jenis Infeksi yang Menyebabkan Cacat Janin