Kehamilan
Biar Jelas, Ini Beda Tanda PMS dan Hamil Muda
PMS atau premenstrual syndrome adalah sejumlah gejala yang dialami perempuan sebelum menstruasi datang. Biasanya PMS terjadi satu sampai dua minggu sebelum datangnya mens dan berhenti begitu mens datang.
Beberapa gejala PMS memang mirip dengan hamil muda. Hal ini tentu membingungkan bagi Bunda yang sedang menanti kehadiran si kecil. Lalu bagaimana mengetahui apakah yang dialami adalah tanda PMS atau hamil? Yuk, cari tahu beda tanda PMS atau hamil di sini.
Payudara padat dan nyeri
PMS: Selama PMS, payudara Bunda akan terasa bengkak dan lebih sensitif, kadang terasa nyeri, yang dialami selama siklus kedua menstruasi Anda. Rasa nyeri ini kadarnya ringan sampai parah.
Selain itu, payudara terasa lebih padat dan tidak rata, terutama di area luar. Perubahan bentuk dan ukuran payudara ini juga bisa dibarengi dengan rasa nyeri yang menghilang ketika mens datang atau setelah mens berakhir, seiring kadar progesteron yang berkurang.
Kehamilan: Payudara di masa awal kehamilan akan terasa nyeri, sensitif atau agak ngilu bila disentuh. Juga terasa lebih padat dan berat. Bengkak dan nyeri ini biasanya dirasakan selama satu sampai dua minggu setelah terjadi pembuahan, dan berlangsung cukup lama yaitu berbarengan dengan meningkatnya kadar progesteron selama kehamilan.
Menjelang persalinan, ukuran bra mungkin akan meningkat satu sampai dua ukuran. Hal ini terjadi karena kelenjar susu yang mulai terbentuk. Ada baiknya Bunda mengganti bra dengan ukuran yang baru agar lebih nyaman.
Pendarahan
PMS: Sebelum mens datang, Bunda tidak akan melihat adanya noda ataupun darah. Namun beberapa perempuan mengalami flek atau noda coklat sebelum darah mens datang. Flek ini akan berubah warna menjadi merah dan volumenya menjadi lebih banyak saat mens datang.
Kehamilan: Beberapa perempuan mengalami flek berwarna pink atau coklat gelap di awal kehamilannya. Hal ini biasanya terjadi 10 sampai 14 hari setelah konsepsi atau pembuahan. Volumenya pun tidak banyak hingga Bunda tidak perlu mengganti pembalut. Flek ini terjadi selama satu sampai dua hari, alias lebih pendek dari masa mens.
Perubahan Mood
PMS: Kebanyakan perempuan merasa lebih sensi dan mudah marah selama PMS. Bahkan bukan tidak mungkin, Anda merasa ingin menangis dan gugup. Gejala ini biasanya akan menghilang ketika mens datang.
Olahraga dan tidur yang cukup bisa membantu meredam gejolak suasana hati ini. Meski begitu, jika Anda merasa sedih, hilang harapan, kurang berenergi atau terlalu emosional selama dua minggu atau lebih, mungkin Anda mengalami hal yang lebih serius yaitu depresi. Pastikan Anda berkonsultasi dengan dokter jika mengalaminya ya.
Kehamilan: Jika yang Anda alami adalah gejala hamil, maka suasana hati yang naik-turun ini akan dialami terus sampai saatnya persalinan (yang sabar ya, Ayah!). Adalah hal yang wajar jika Bunda merasa lebih emosional selama hamil. Bunda mungkin merasa sangat senang, tak sabar menunggu kehadiran si kecil. Di lain sisi, Bunda juga merasa galau dan khawatir akan kondisi si kecil.
Sama halnya dengan PMS, jika rasa galau ini berlangsung terus-menerus dan bahkan terasa lebih berat, coba cek adanya kemungkinan depresi. Jika ini yang Bunda alami, coba konsultasi ke dokter. Depresi selama kehamilan adalah hal yang umum dan dapat ditangani.
Kelelahan
PMS: Perempuan yang mengalami PMS juga dapat mengalami kelelahan dan sulit tidur. Gejala ini akan menghilang saat mens datang. Coba untuk berolahraga untuk memperbaiki kualitas tidur dan mengurangi rasa lelah.
Kehamilan: Selama hamil, kadar hormon progesteron dalam tubuh Bunda akan meningkat. Kelelahan jadi lebih umum dialami selama trimester pertama, meskipun pada beberapa ibu hamil, gejala ini bisa berlangsung sepanjang kehamilan. Untuk membantu tubuh mengatasi kelelahan, pastikan Bunda menjaga asupan makanan dan tidur yang cukup.
Mual
PMS: Memang gejala mual dan muntah ini tidak umum dialami oleh perempuan yang PMS. Namun bisa jadi Anda akan mengalami ketidaknyamanan di perut dan mengalami rasa mual.
Kehamilan: Rasa mual dan muntah di pagi hari atau yang dikenal dengan morning sickness merupakan salah satu gejala kehamilan yang umum dialami ibu. Rasa mual ini biasanya dirasakan ibu di tiga bulan pertama kehamilan. Rasa mual mungkin tidak disertai muntah dan juga bisa dialami sepanjang hari, tidak hanya pagi. Namun tidak semua perempuan mengalami mual-muntah ini.
Ngidam
PMS: Ketika PMS, Anda mungkin melihat adanya perubahan kebiasaan makan. Tiba-tiba ingin makan cokelat, karbohidrat, gula, atau makanan asin dan pedas. Atau mungkin Anda merasakan nafsu makan yang meningkat secara tajam. Akan tetapi hal ini tidak berlangsung lama, lain halnya saat Bunda hamil.
Kehamilan: Berbeda dengan PMS, saat hamil Bunda mungkin akan ngidam makanan yang spesifik, atau bahkan menjadi tidak menyukai satu makanan tertentu. Penciuman seakan jadi lebih sensitif dan jadi tidak suka mencium bau bauan tertentu/spesifik. Walaupun sebelumnya Anda menyukainya.
Kram
PMS: Perut terasa kram merupakan salah satu tanda umum bagi perempuan yang mengalami PMS. Kondisi yang dikenal dengan istilah medis dismenor ini biasanya terjadi selama 24 sampai 48 jam sebelum mens. Kram dan nyeri perut berkurang seiring makin derasnya mens dan berkurang menjelang akhir masa mens.
Derajat kram mens biasanya akan menurun setelah Bunda melahirkan anak pertama, atau seiring bertambahnya usia. Beberapa perempuan akan mengalami kram di awal masa menopause.
Kehamilan: Di awal masa kehamilan, Bunda juga mungkin akan mengalami kram perut ringan. Gejala ini mirip seperti kram saat PMS, hanya saja posisinya di perut bawah atau punggung bawah.
Baca juga: Cek, Ini Penyebab Keputihan saat Hamil
Beristirahatlah. Dan jika tidak juga pergi, coba berkonsultasi dengan dokter. Rasa kram ini bisa dialami selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Jika rasa kram dibarengi dengan pendarahan atau cairan putih yang cair, segera berkonsultasi ke dokter ya, Bun.
Gejala hamil yang akan kita bahas di atas adalah tanda – tanda tidak pasti kehamilan. Tanda – tanda ini muncul di awal kehamilan dan sering membuat bingung apakah itu tanda PMS atau hamil. Test pack biasanya juga dikerjakan untuk mengkonfirmasi kehamilan, namun tanda pasti kehamilan di trimester awal kehamilan adalah adanya kantung kehamilan atau bayi dari pemeriksaan USG.
Pada akhirnya, meski memiliki beberapa persamaan, PMS dan gejala kehamilan memiliki beberapa perbedaan. Jika mencurigai adanya gejala kehamilan, lebih baik Bunda memastikan kecurigaan ini dengan melakukan tes kehamilan. Semakin cepat Anda melakukan pemeriksaan dan menerima perawatan kehamilan, akan semakin baik.
Kehamilan
Memahami Perubahan pada Tubuh setelah Keguguran
Bunda mungkin ingat beberapa waktu lalu Chrissy Teigen, istri dari penulis lagu dan penyanyi John Legend, sempat berbagi cerita pengalamannya melalui keguguran via Instagram maupun Twitter. Dari kisahnya, kita jadi memahami bahwa keguguran bukanlah pengalaman yang mudah untuk dilalui, baik secara psikis maupun fisik. Efek keguguran pada fisik ibu bahkan bisa bertahan hingga berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan.
Bila Bunda adalah salah satu yang baru saja melalui momen berat itu, artikel ini mungkin bisa membantu Bunda memahami perubahan apa saja yang terjadi dan apa yang harus dilakukan karenanya.
Perubahan Fisik setelah Mengalami Keguguran
Di Indonesia, perempuan pekerja yang mengalami keguguran berhak mendapatkan cuti selama 1,5 bulan lamanya. Pemberian waktu istirahat ini bukan tanpa alasan. Selain kondisi emosional yang butuh waktu untuk pulih, kondisi fisik Bunda setelah mengalami keguguran pun akan terasa sangat berbeda.
Dilansir dari Parents.com, semakin lama Bunda mengalami kehamilan sebelum akhirnya keguguran, semakin banyak pula efek keguguran yang akan dirasakan tubuh. Hal paling mungkin yang Bunda rasakan adalah perubahan pada payudara dan kenaikan berat badan.
Jika Bunda mengalami kematian janin dalam kandungan atau intrauterine fetal death (IUFD) di mana usia kandungan sudah di atas 20 minggu, Bunda mungkin sudah merasakan penuh pada payudara karena ASI sudah mulai dipersiapkan. ASI yang semestinya diperuntukkan bagi bayi, kini tetap tinggal dalam payudara dan bisa menimbulkan rasa sakit.
Tak hanya itu, hal lainnya yang mungkin Bunda alami adalah timbulnya selulit, sakit pada perut, rambut rontok, hingga rasa sakit pada vagina. Rasa sakit pada vagina ini umumnya dirasakan oleh para bunda yang mendapatkan episiotomi (jahitan pada perineum) ketika proses mengeluarkan janin.
Bunda juga akan merasakan kram perut karena rahim yang berkontraksi untuk mengeluarkan sisa darah. Perdarahan yang lebih banyak dari menstruasi pun akan terjadi. Gumpalan darah pun mungkin akan turut keluar. Bagi Bunda yang sebelumnya pernah melahirkan, rasanya tidak akan jauh berbeda dengan masa nifas.
Efek keguguran pada tubuh ini bisa bertahan selama beberapa hari bahkan minggu tergantung lamanya kehamilan sebelum mengalami keguguran. Perdarahan yang dialami oleh perempuan saat keguguran di usia 6 minggu biasanya akan lebih sedikit dan singkat dibanding perdarahan pada keguguran di usia 16 minggu.
Kondisi Emosional yang Dialami
Selain perubahan fisik, perubahan emosional tak dapat dinafikan. Rasa bingung, sedih, bahkan bersalah, campur baur jadi satu. Dan rasa duka ini mungkin diperparah dengan kondisi hormon yang berubah tiba-tiba. Saat keguguran terjadi, hormon estrogen dan progesteron turun drastis. Hormon hCG pun pelan-pelan menurun hingga nol. Kondisi emosional yang sudah tak stabil akan bertambah buruk karena hal ini.
Bagaimana Menyelesaikannya?
Kondisi fisik yang melelahkan ditambah dengan kondisi emosional yang masih berduka mungkin membuat Bunda ingin menyendiri dan menjauh dari kehidupan sosial. Its okay, take your time. Namun, jika dirasa Bunda tak dapat menyelesaikannya sendiri, cobalah ungkapkan perasaan kepada orang terdekat yang membuat Bunda nyaman. Entah itu pasangan, orang tua, atau sahabat.
Tak perlu pula merasa bersalah jika Bunda ingin menerima bantuan sebanyak mungkin. Kondisi fisik yang belum sepenuhnya prima mungkin akan membuat Bunda kesulitan mengerjakan pekerjaan rumah. Jika sahabat ataupun saudara menawarkan bantuan, terimalah selama Bunda merasa nyaman.
Jika bercerita dengan orang terdekat belum juga mendamaikan hati Bunda, Bunda bisa meminta bantuan profesional, seperti terapis, psikolog, ataupun psikiater. Bergabung dalam support group pun terkadang bisa membantu. Namun, pastikan support group yang Bunda ikuti diampu oleh seorang tenaga ahli, ya.
Kehamilan
Simak! Ini Dampak Pandemi bagi Ibu Hamil dan Bayi
Pandemi Covid-19 berdampak pada kita semua. Namun, tahukah, Bunda, bahwa pandemi ini memiliki konsekuensi tersendiri bagi ibu hamil dan ibu yang baru melahirkan? Begitu pun pada bayi yang baru lahir.
Risiko selama Kehamilan
Dilansir dari mayoclinic.org, risiko penularan Covid-19 pada ibu hamil berada pada level rendah. Namun, kehamilan meningkatkan risiko komplikasi serius pada bumil yang menderita Covid-19. Menurut Centers for Disease Control and Prevention, ibu hamil dengan Covid-19 lebih berpotensi mengalami masalah pernapasan yang membutuhkan penanganan intensif dibanding pasien yang tidak dalam keadaan hamil. Ibu hamil dengan Covid-19 juga lebih mungkin membutuhkan ventilator.
Sebuah studi dari para peneliti di University of Jordan menunjukkan sisi lain dampak pandemi bagi ibu hamil. Penelitian yang dilakukan pada sekitar 900 orang ibu hamil ini menunjukkan bahwa ada penurunan jumlah pemeriksaan kehamilan yang signifikan. Hanya 4% ibu hamil yang menerima pemeriksaan kehamilan selama lockdown. Padahal, ibu hamil saat pandemi sangat membutuhkan pemeriksaan kehamilan tepat waktu dan berkualitas demi kesehatan bayi yang dikandung.
Di Indonesia sendiri, Bunda bisa melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan yang tentunya lebih dekat dari rumah dan lebih kecil kemungkinannya berkontak dengan pasien lain. Cara ini bisa membuat Bunda tetap mendapatkan pemeriksaan kehamilan meski PSBB diberlakukan. Risiko penularan Covid-19 pun lebih rendah. Dengan catatan, kehamilan Bunda tidak berisiko dan tidak memiliki komplikasi serius ya. Kehamilan dengan risiko sebaiknya langsung diperiksakan ke dokter kandungan.
Persalinan di Tengah Pandemi
Ibu yang hamil saat pandemi berpotensi besar juga melahirkan di kala pandemi. Hal ini bisa menjadi kerugian tersendiri. Mengapa?
Di masa pandemi, mayoritas faskes hanya memperbolehkan satu pendamping selama persalinan dan selama di ruang perawatan, beberapa faskes bahkan tidak memperbolehkan adanya pendamping sama sekali kala proses melahirkan. Padahal, ibu baru membutuhkan dukungan sebanyak yang diperlukan. Rasa lelah setelah melahirkan ditambah adaptasi dengan kehadiran bayi kadang membuat ibu baru kewalahan. Belum lagi ancaman baby blues yang bisa berkembang menjadi depresi pasca persalinan bila rasa sedih dan stres tinggal berlarut-larut. Angka depresi pasca persalinan sendiri meningkat selama pandemi, loh.
Dampak Pandemi bagi Bayi yang Baru Lahir
Tak hanya bagi Bunda, pandemi juga memiliki dampak sendiri bagi bayi. Sistem imun yang belum sempurna membuat bayi rentan tertular Covid-19, apalagi anak di bawah usia 2 tahun tidak diperbolehkan menggunakan masker karena khawatir mengganggu jalannya pernapasan.
Belum lagi jika ada anggota keluarga yang kekeuh ingin menjenguk si kecil di tengah pandemi, risikonya pasti akan berlipat. Sulit pasti menerapkan protokol pada keluarga sendiri, tapi tetap dicoba ya, Bun. Mintalah keluarga yang menjenguk mengenakan masker baru ketika berada di dekat si kecil.
Bagi bayi yang orang tuanya terinfeksi Covid-19, ada kerugian lain yang akan dialami. Biasanya, bayi akan dipisahkan dari ibunya dan tidak bisa dirawat gabung demi mencegah penularan. Ini akan mengurangi peluang bayi untuk melakukan skin to skin contact dengan sang bunda. Pada beberapa kasus, ada pula kemungkinan bayi diperbolehkan pulang terlebih dulu dari rumah sakit, sementara sang ibu masih dirawat, sehingga proses menyusui langsung tidak bisa dilakukan dengan optimal.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Untuk meminimalisasi risiko penularan Covid-19 bagi Bunda yang tengah hamil dan keluarga, hal yang bisa dilakukan adalah mematuhi protokol kesehatan. Hindari bepergian ke luar rumah kecuali ada kebutuhan mendesak. Kalaupun harus ke luar rumah, selalu gunakan masker dan jaga jarak. Minta pula orang-orang yang tinggal serumah melakukan hal yang sama. Jangan lupa cuci tangan dengan air mengalir dan sabun sebelum menyentuh wajah atau makan/minum. Konsumsi gizi seimbang agar daya tahan tubuh terjaga.
Yang terpenting tetap semangat ya, Bun. Semoga senantiasa sehat!
Kehamilan
Pertanyaan seputar Vaksin Covid-19 untuk Ibu Hamil dan Menyusui
Vaksinasi Covid-19 terus digencarkan pemerintah untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Di tengah program yang terus bergulir, banyak juga pertanyaan terkait keamanan dan efektivitas vaksin, salah satunya untuk ibu hamil dan menyusui.
Berikut ini Ibu Sehati merangkumkan beberapa pertanyaan yang kerap muncul mengenai kaitan vaksin Covid-19 dengan ibu hamil dan menyusui. Yuk, disimak.
Bagaimana cara kerja vaksin Covid-19?
Tujuan vaksin adalah agar penerima dapat memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit. Untuk Covid-19 itu sendiri, yang menjadi penyebabnya adalah virus SARS CoV-2. Melalui vaksinasi tubuh kita berkenalan dengan virus tersebut. Setelah dikenali, diharapkan tubuh dapat membangun sistem kekebalan untuk melawan virus tersebut. Mereka yang belum menerima vaksin, tubuhnya tidak mengenali virus dan tidak tahu cara melawannya. Itu sebabnya, mereka yang tidak menerima vaksin, dapat jatuh sakit karena tubuh tidak memiliki bekal untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh virus.
Akan tetapi, kekebalan tubuh itu tidak datang secara serta-merta. Diperlukan waktu bagi vaksin untuk dapat bekerja maksimal. Vaksin SInovac yang digunakan di Indonesia, misalnya, diperlukan dua kali suntikan dengan jarak antara 28 hingga 40 hari.
Apakah janin bisa mengidap Covid-19 jika ibu hamil menerima vaksin Covid-19?
Melalui vaksinasi Covid-19, bayi dalam kandungan ibu tidak akan terpapar virus. Virus Covid-19 itu sendiri terbuat dari satu protein yang tidak akan bereplikasi di dalam tubuh manusia. Selain tidak menyebabkan seorang yang divaksin menjadi positif Covid-19, begitupun janin dalam perut ibu hamil.
Apakah vaksin Covid-19 aman untuk ibu hamil dan menyusui?
Dalam situasi darurat, uji klinis vaksin tidak akan melibatkan ibu hamil. Itu sebabnya, hingga sekarang tidak ada angka efikasi maupun keamanan vaksin bagi ibu hamil. Dari semua vaksin Covid-19 yang beredar saat ini pun tidak ada yang melibatkan ibu menyusui dalam uji klinisnya.
Namun, vaksin dari jenis mRNA yang tidak diaktifkan, sehingga tidak dapat bereplikasi dibandingkan vaksin lain dengan jenis yang sama seperti vaksin tetanus, difteri maupun influenza. Sehingga, secara umum vaksin jenis ini aman dan dapat memberikan perlindungan pasif untuk janin, serta tidak menyebabkan keguguran maupun kelainan kongenital.
Namun demikian, sejumlah badan dunia, organisasi profesi, lembaga kesehatan nasional maupun internasional seperti World Health Organisation (WHO) dan Persatuan Obstetri dan Ginekolog Indonesia (POGI) belum merekomendasikan vaksinasi Covid-19 untuk ibu hamil. Sebaliknya, vaksinasi bagi ibu menyusui diperbolehkan sepanjang tidak ada kontraindikasi.
Apakah perlu berhenti menyusui setelah divaksin?
Bayi akan mendapatkan segudang manfaat dari air susu ibu. Manfaat ASI bagi tumbuh kembang bayi begitu berlimpah, termasuk di dalamnya antibodi. Itu sebabnya, Bunda tidak perlu berhenti menyusui setelah menerima vaksin Covid-19. Bahkan bayi dapat menerima manfaat vaksin dari ASI Bunda.
Saya berencana menjalankan program hamil, apakah boleh divaksin?
Jika Bunda berencana menjalankan program kehamilan, sebaiknya tunda terlebih dahulu sampai mendapatkan vaksin Covid-19. Bunda dapat menjalankan program hamil paling lama 4 minggu setelah divaksin untuk menghindari Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
Saya tengah melaksanakan vaksinasi lain, apakah dapat menerima vaksin Covid-19?
Tergantung vaksinasi apa yang sedang dilaksanakan. Jika dari vaksinasi tersebut diharapkan angkat titer antibodi tinggi dalam waktu yang cepat, maka vaksinasi tersebut perlu diselesaikan terlebih dahulu. Sementara untuk pemberian vaksin yang bersifat booster atau penguat, dapat ditunda.
Apakah vaksin Covid-19 dapat menyebabkan kemandulan?
Tidak ada bukti bahwa vaksin Covid-19 menyebabkan kemandulan. Kabar ini sempat beredar Desember tahun lalu. Dikatakan bahwa kandungan yang ada pada vaksin bisa menyerang protein yang diperlukan untuk perkembangan plasenta. Akan tetapi, direktur WHO menepis kabar tersebut. Menurut situs Healthline, protein vaksin Covid-19 merupakan struktur yang sama sekali berbeda dari protein yang ada di plasenta. Sehingga, keduanya tidak berhubungan.
-
Kehamilan4 years ago
Bun, Ini Prosedur Periksa Kehamilan dengan BPJS yang Perlu Diketahui!
-
Pasca4 years ago
Bagaimana Mengetahui Jahitan Kering Pasca Melahirkan Normal?
-
Kehamilan5 years ago
Bagaimana Jika Tinggi Fundus Uteri Kurang dari yang Seharusnya?
-
Kehamilan6 years ago
Bunda, Ini Pentingnya Menghitung Tinggi Fundus Pada Saat Hamil
-
Persalinan5 years ago
Ini yang Akan Bunda Alami Saat Melahirkan dengan Induksi
-
Kehamilan4 years ago
Adakah Gerakan Fisik Tertentu yang Bisa Menyebabkan Keguguran?
-
Kehamilan6 years ago
Ini Fakta Seputar Perut Hamil Bunda
-
Kehamilan6 years ago
5 Jenis Infeksi yang Menyebabkan Cacat Janin