fbpx
Connect with us

Kehamilan

Ini Tanda Bayi Meninggal dalam Kandungan

mm

Published

on

bayi meninggal dalam kandungan
Kenali tanda bayi meninggal dalam kandungan yuk, Bun.

Jika istilah keguguran mewakili janin usia muda, atau di bawah usia 20 minggu, maka kematian janin atau intrauterine fetal death (IUFD) lebih tepat ditujukan pada kondisi janin usia 20 minggu ke atas yang meninggal dalam kandungan atau proses persalinan. 

Sayangnya, di kondisi pandemi Covid-19 ini, peristiwa kematian janin dalam kandungan semakin sering terdengar. Salah satu penyebabnya adalah karena ibu tidak melakukan pemeriksaan sesering di saat kondisi normal. Pasalnya, banyak rumah sakit, puskesmas, atau praktik bidan yang tutup dan tidak lagi memberikan pelayanan untuk ibu hamil. Padahal pemeriksaan rutin diperlukan untuk memantau kondisi Bunda dan janin, yang pada akhirnya bisa mengurangi risiko kehilangan bayi. Belum lagi, banyak ibu belum teredukasi atau terpapar informasi mengenai prosedur persalinan yang mengikuti protokol Covid-19. Sedih ya, Bunda… 

Agar hal ini tidak terjadi, sebaiknya Bunda mengenali penyebab dan tanda bayi meninggal dalam kandungan berikut ini. 

Penyebab bayi meninggal dalam kandungan

Berbagai penelitian yang mencoba mencari penyebab kematian janin memberi satu kesimpulan, yaitu satu dari empat kejadian ini tidak diketahui penyebabnya. Dari empat kejadian tersebut, beberapa hal ini bisa menjadi penyebabnya: 

  1. Keabnormalan genetik 
  2. Kecacatan janin yang terjadi sejak dalam kandungan
  3. Plasenta abrupsio dan ketidaknormalan plasenta lain seperti plasenta previa
  4. Gangguan plasenta yang menyebabkan janin tidak mendapat asupan oksigen dan nutrisi yang cukup 
  5. Komplikasi tali pusat
  6. Uterine rupture atau luruhnya rahim 

Faktor risiko kematian janin dalam kandungan 

Ada beberapa faktor yang membuat seorang perempuan lebih berisiko mengalami kematian janin dalam kandungan. Dari faktor-faktor risiko di bawah ini ada yang dapat dikontrol, namun ada juga yang tidak. 

Kondisi ibu

Ibu yang sehat lahir batin dikatakan lebih baik dalam menjaga kondisi janin dalam kandungan hingga saatnya persalinan. Ibu hamil yang mengalami tekanan darah tinggi atau hipertensi, diabetes, penyakit lupus, kondisi ginjal, penyakit tiroid, dan thrombophilia atau pengentalan darah yang terjadi pada ibu hamil, dikatakan lebih berisiko mengalami kematian janin dalam kandungan. Begitu pun dengan kebiasaan merokok, minum alkohol dan obesitas dapat meningkatkan risiko. 

Ras

Etnis dan ras juga dapat berkontribusi meningkatkan risiko kematian janin dalam kandungan loh, Bun. Risiko tersebut dapat timbul akibat kondisi genetis yang diturunkan dari ras/etnis tersebut ataupun dari kondisi sosial ekonomis yang menyebabkan ibu tersebut kesulitan mengakses fasilitas kesehatan ibu dan anak. Misalnya saja, perempuan berkulit hitam berisiko dua kali lipat mengalami stillbirth dibanding perempuan berkulit putih.

Usia

Kemajuan teknologi dan pengetahuan di bidang kesehatan ibu dan anak membuat ibu yang hamil di usia matang dapat menjalani kehamilan dengan aman dan sehat. Meski demikian, perempuan berusia 35 tahun ke atas lebih mungkin mengalami stillbirth dengan akibat yang tidak dapat dijelaskan daripada perempuan muda.

Kehamilan kembar

Membawa lebih dari satu janin memang bisa meningkatkan risiko kematian janin. Itu sebabnya, pada perempuan yang menjalani program bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF), penanaman embrio biasanya dilakukan satu per satu untuk setiap siklus untuk mengurangi risiko kematian janin. 

Paparan terhadap kekerasan

Kekerasan dalam rumah tangga atau biasa disingkat KDRT bisa terjadi pada siapa saja, tidak tergantung suku atau status sosial. Meski demikian, perempuan dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi yang lebih rendah, masyarakat dengan angka pengangguran tinggi, serta penggunaan obat terlarang membuat risiko terjadinya KDRT lebih tinggi yang membuat ibu dan janin lebih berisiko mengalami stillbirth

Riwayat masalah kesehatan

Jika Bunda pernah mengalami komplikasi dalam kehamilan sebelumnya, termasuk kondisi tidak berkembangnya janin dan persalinan prematur, maka risiko terjadinya stillbirth menjadi lebih tinggi pada kehamilan berikutnya. Sementara, perempuan yang pernah mengalami kematian janin dalam kandungan berisiko dua sampai 10 kali lipat untuk mengalami kejadian yang sama di kehamilan berikutnya. 

Tanda Janin Meninggal dalam Kandungan

Salah satu tanda janin meninggal dalam kandungan yang paling umum adalah ketika seorang ibu tidak lagi dapat merasakan gerakan janin dalam rahimnya. Jika setelah pemeriksaan terkonfirmasi bahwa janin Bunda sudah tidak hidup, maka biasanya tenaga kesehatan terkait akan memberikan dua pilihan: 

  • Induksi persalinan dengan obat-obatan dan diharapkan janin akan keluar dalam satu sampai dua hari
  • Menunggu persalinan terjadi secara alamiah dalam satu atau dua minggu ke depan

Sewajarnya, jika hal ini terjadi pada Bunda, emosi rasanya teraduk-aduk ya. Akan tetapi cobalah untuk tidak menelannya sendirian. Cobalah mencari support atau dukungan dari orang terdekat untuk membantu mengatasi rasa kehilangan.  

Dan jika rasa itu sulit diatasi atau Bunda merasa kesedihan berlarut-larut, jangan ragu mencari bantuan profesional misalnya dari terapis/psikolog. Bunda bisa meminta referensi dari dokter kandungan mengenai tenaga ahli yang dapat membantu Bunda bangkit secara mental. Pada akhirnya, bangkit dari rasa kehilangan memang memerlukan proses. Beri waktu pada diri sendiri untuk pulih, ya.

Kehamilan

Memahami Perubahan pada Tubuh setelah Keguguran

mm

Published

on

efek keguguran
Efek keguguran tak hanya pada psikis, tapi juga fisik

Bunda mungkin ingat beberapa waktu lalu Chrissy Teigen, istri dari penulis lagu dan penyanyi John Legend, sempat berbagi cerita pengalamannya melalui keguguran via Instagram maupun Twitter. Dari kisahnya, kita jadi memahami bahwa keguguran bukanlah pengalaman yang mudah untuk dilalui, baik secara psikis maupun fisik. Efek keguguran pada fisik ibu bahkan bisa bertahan hingga berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan.

Bila Bunda adalah salah satu yang baru saja melalui momen berat itu, artikel ini mungkin bisa membantu Bunda memahami perubahan apa saja yang terjadi dan apa yang harus dilakukan karenanya.

Perubahan Fisik setelah Mengalami Keguguran

Di Indonesia, perempuan pekerja yang mengalami keguguran berhak mendapatkan cuti selama 1,5 bulan lamanya. Pemberian waktu istirahat ini bukan tanpa alasan. Selain kondisi emosional yang butuh waktu untuk pulih, kondisi fisik Bunda setelah mengalami keguguran pun akan terasa sangat berbeda.

Dilansir dari Parents.com, semakin lama Bunda mengalami kehamilan sebelum akhirnya keguguran, semakin banyak pula efek keguguran yang akan dirasakan tubuh. Hal paling mungkin yang Bunda rasakan adalah perubahan pada payudara dan kenaikan berat badan. 

Jika Bunda mengalami kematian janin dalam kandungan atau intrauterine fetal death (IUFD) di mana usia kandungan sudah di atas 20 minggu, Bunda mungkin sudah merasakan penuh pada payudara karena ASI sudah mulai dipersiapkan. ASI yang semestinya diperuntukkan bagi bayi, kini tetap tinggal dalam payudara dan bisa menimbulkan rasa sakit.

Tak hanya itu, hal lainnya yang mungkin Bunda alami adalah timbulnya selulit, sakit pada perut, rambut rontok, hingga rasa sakit pada vagina. Rasa sakit pada vagina ini umumnya dirasakan oleh para bunda yang mendapatkan episiotomi (jahitan pada perineum) ketika proses mengeluarkan janin. 

Bunda juga akan merasakan kram perut karena rahim yang berkontraksi untuk mengeluarkan sisa darah. Perdarahan yang lebih banyak dari menstruasi pun akan terjadi. Gumpalan darah pun mungkin akan turut keluar. Bagi Bunda yang sebelumnya pernah melahirkan, rasanya tidak akan jauh berbeda dengan masa nifas. 

Efek keguguran pada tubuh ini bisa bertahan selama beberapa hari bahkan minggu tergantung lamanya kehamilan sebelum mengalami keguguran. Perdarahan yang dialami oleh perempuan saat keguguran di usia 6 minggu biasanya akan lebih sedikit dan singkat dibanding perdarahan pada keguguran di usia 16 minggu.

Kondisi Emosional yang Dialami

Selain perubahan fisik, perubahan emosional tak dapat dinafikan. Rasa bingung, sedih, bahkan bersalah, campur baur jadi satu. Dan rasa duka ini mungkin diperparah dengan kondisi hormon yang berubah tiba-tiba. Saat keguguran terjadi, hormon estrogen dan progesteron turun drastis. Hormon hCG pun pelan-pelan menurun hingga nol. Kondisi emosional yang sudah tak stabil akan bertambah buruk karena hal ini.

Bagaimana Menyelesaikannya?

Kondisi fisik yang melelahkan ditambah dengan kondisi emosional yang masih berduka mungkin membuat Bunda ingin menyendiri dan menjauh dari kehidupan sosial. Its okay, take your time. Namun, jika dirasa Bunda tak dapat menyelesaikannya sendiri, cobalah ungkapkan perasaan kepada orang terdekat yang membuat Bunda nyaman. Entah itu pasangan, orang tua, atau sahabat. 

Tak perlu pula merasa bersalah jika Bunda ingin menerima bantuan sebanyak mungkin. Kondisi fisik yang belum sepenuhnya prima mungkin akan membuat Bunda kesulitan mengerjakan pekerjaan rumah. Jika sahabat ataupun saudara menawarkan bantuan, terimalah selama Bunda merasa nyaman.
Jika bercerita dengan orang terdekat belum juga mendamaikan hati Bunda, Bunda bisa meminta bantuan profesional, seperti terapis, psikolog, ataupun psikiater. Bergabung dalam support group pun terkadang bisa membantu. Namun, pastikan support group yang Bunda ikuti diampu oleh seorang tenaga ahli, ya.

Continue Reading

Kehamilan

Simak! Ini Dampak Pandemi bagi Ibu Hamil dan Bayi

mm

Published

on

Pandemi Covid-19 berdampak pada kita semua. Namun, tahukah, Bunda, bahwa pandemi ini memiliki konsekuensi tersendiri bagi ibu hamil dan ibu yang baru melahirkan? Begitu pun pada bayi yang baru lahir.

Risiko selama Kehamilan

Dilansir dari mayoclinic.org, risiko penularan Covid-19 pada ibu hamil berada pada level rendah. Namun, kehamilan meningkatkan risiko komplikasi serius pada bumil yang menderita Covid-19. Menurut Centers for Disease Control and Prevention, ibu hamil dengan Covid-19 lebih berpotensi mengalami masalah pernapasan yang membutuhkan penanganan intensif dibanding pasien yang tidak dalam keadaan hamil. Ibu hamil dengan Covid-19 juga lebih mungkin membutuhkan ventilator.

Sebuah studi dari para peneliti di University of Jordan menunjukkan sisi lain dampak pandemi bagi ibu hamil. Penelitian yang dilakukan pada sekitar 900 orang ibu hamil ini menunjukkan bahwa ada penurunan jumlah pemeriksaan kehamilan yang signifikan. Hanya 4% ibu hamil yang menerima pemeriksaan kehamilan selama lockdown. Padahal, ibu hamil saat pandemi sangat membutuhkan pemeriksaan kehamilan tepat waktu dan berkualitas demi kesehatan bayi yang dikandung. 

Di Indonesia sendiri, Bunda bisa melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan yang tentunya lebih dekat dari rumah dan lebih kecil kemungkinannya berkontak dengan pasien lain. Cara ini bisa membuat Bunda tetap mendapatkan pemeriksaan kehamilan meski PSBB diberlakukan. Risiko penularan Covid-19 pun lebih rendah. Dengan catatan, kehamilan Bunda tidak berisiko dan tidak memiliki komplikasi serius ya. Kehamilan dengan risiko sebaiknya langsung diperiksakan ke dokter kandungan.

Persalinan di Tengah Pandemi

Ibu yang hamil saat pandemi berpotensi besar juga melahirkan di kala pandemi. Hal ini bisa menjadi kerugian tersendiri. Mengapa? 

Di masa pandemi, mayoritas faskes hanya memperbolehkan satu pendamping selama persalinan dan selama di ruang perawatan, beberapa faskes bahkan tidak memperbolehkan adanya pendamping sama sekali kala proses melahirkan. Padahal, ibu baru membutuhkan dukungan sebanyak yang diperlukan. Rasa lelah setelah melahirkan ditambah adaptasi dengan kehadiran bayi kadang membuat ibu baru kewalahan. Belum lagi ancaman baby blues yang bisa berkembang menjadi depresi pasca persalinan bila rasa sedih dan stres tinggal berlarut-larut. Angka depresi pasca persalinan sendiri meningkat selama pandemi, loh.

Dampak Pandemi bagi Bayi yang Baru Lahir

Tak hanya bagi Bunda, pandemi juga memiliki dampak sendiri bagi bayi. Sistem imun yang belum sempurna membuat bayi rentan tertular Covid-19, apalagi anak di bawah usia 2 tahun tidak diperbolehkan menggunakan masker karena khawatir mengganggu jalannya pernapasan. 

Belum lagi jika ada anggota keluarga yang kekeuh ingin menjenguk si kecil di tengah pandemi, risikonya pasti akan berlipat. Sulit pasti menerapkan protokol pada keluarga sendiri, tapi tetap dicoba ya, Bun. Mintalah keluarga yang menjenguk mengenakan masker baru ketika berada di dekat si kecil.

Bagi bayi yang orang tuanya terinfeksi Covid-19, ada kerugian lain yang akan dialami. Biasanya, bayi akan dipisahkan dari ibunya dan tidak bisa dirawat gabung demi mencegah penularan. Ini akan mengurangi peluang bayi untuk melakukan skin to skin contact dengan sang bunda. Pada beberapa kasus, ada pula kemungkinan bayi diperbolehkan pulang terlebih dulu dari rumah sakit, sementara sang ibu masih dirawat, sehingga proses menyusui langsung tidak bisa dilakukan dengan optimal.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Untuk meminimalisasi risiko penularan Covid-19 bagi Bunda yang tengah hamil dan keluarga, hal yang bisa dilakukan adalah mematuhi protokol kesehatan. Hindari bepergian ke luar rumah kecuali ada kebutuhan mendesak. Kalaupun harus ke luar rumah, selalu gunakan masker dan jaga jarak. Minta pula orang-orang yang tinggal serumah melakukan hal yang sama. Jangan lupa cuci tangan dengan air mengalir dan sabun sebelum menyentuh wajah atau makan/minum. Konsumsi gizi seimbang agar daya tahan tubuh terjaga.

Yang terpenting tetap semangat ya, Bun. Semoga senantiasa sehat!

Continue Reading

Kehamilan

Pertanyaan seputar Vaksin Covid-19 untuk Ibu Hamil dan Menyusui

mm

Published

on

vaksin covid untuk ibu hamil
Apakah vaksin Covid-19 bagi ibu hamil atau menyusui benar aman dan efektif?

Vaksinasi Covid-19 terus digencarkan pemerintah untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Di tengah program yang terus bergulir, banyak juga pertanyaan terkait keamanan dan efektivitas vaksin, salah satunya untuk ibu hamil dan menyusui. 

Berikut ini Ibu Sehati merangkumkan beberapa pertanyaan yang kerap muncul mengenai kaitan vaksin Covid-19 dengan ibu hamil dan menyusui. Yuk, disimak. 

Bagaimana cara kerja vaksin Covid-19?

Tujuan vaksin adalah agar penerima dapat memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit. Untuk Covid-19 itu sendiri, yang menjadi penyebabnya adalah virus SARS CoV-2. Melalui vaksinasi tubuh kita berkenalan dengan virus tersebut. Setelah dikenali, diharapkan tubuh dapat membangun sistem kekebalan untuk melawan virus tersebut. Mereka yang belum menerima vaksin, tubuhnya tidak mengenali virus dan tidak tahu cara melawannya. Itu sebabnya, mereka yang tidak menerima vaksin, dapat jatuh sakit karena tubuh tidak memiliki bekal untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh virus. 

Akan tetapi, kekebalan tubuh itu tidak datang secara serta-merta. Diperlukan waktu bagi vaksin untuk dapat bekerja maksimal. Vaksin SInovac yang digunakan di Indonesia, misalnya, diperlukan dua kali suntikan dengan jarak antara 28 hingga 40 hari. 

Apakah janin bisa mengidap Covid-19 jika ibu hamil menerima vaksin Covid-19?

Melalui vaksinasi Covid-19, bayi dalam kandungan ibu tidak akan terpapar virus. Virus Covid-19 itu sendiri terbuat dari satu protein yang tidak akan bereplikasi di dalam tubuh manusia. Selain tidak menyebabkan seorang yang divaksin menjadi positif Covid-19, begitupun janin dalam perut ibu hamil. 

Apakah vaksin Covid-19 aman untuk ibu hamil dan menyusui?

Dalam situasi darurat, uji klinis vaksin tidak akan melibatkan ibu hamil. Itu sebabnya, hingga sekarang tidak ada angka efikasi maupun keamanan vaksin bagi ibu hamil. Dari semua vaksin Covid-19 yang beredar saat ini pun tidak ada yang melibatkan ibu menyusui dalam uji klinisnya. 

Namun, vaksin dari jenis mRNA yang tidak diaktifkan, sehingga tidak dapat bereplikasi dibandingkan vaksin lain dengan jenis yang sama seperti vaksin tetanus, difteri maupun influenza. Sehingga, secara umum vaksin jenis ini aman dan dapat memberikan perlindungan pasif untuk janin, serta tidak menyebabkan keguguran maupun kelainan kongenital. 

Namun demikian, sejumlah badan dunia, organisasi profesi, lembaga kesehatan nasional maupun internasional seperti World Health Organisation (WHO) dan Persatuan Obstetri dan Ginekolog Indonesia (POGI) belum merekomendasikan vaksinasi Covid-19 untuk ibu hamil. Sebaliknya, vaksinasi bagi ibu menyusui diperbolehkan sepanjang tidak ada kontraindikasi. 

Apakah perlu berhenti menyusui setelah divaksin?

Bayi akan mendapatkan segudang manfaat dari air susu ibu. Manfaat ASI bagi tumbuh kembang bayi begitu berlimpah, termasuk di dalamnya antibodi. Itu sebabnya, Bunda tidak perlu berhenti menyusui setelah menerima vaksin Covid-19. Bahkan bayi dapat menerima manfaat vaksin dari ASI Bunda. 

Saya berencana menjalankan program hamil, apakah boleh divaksin?

Jika Bunda berencana menjalankan program kehamilan, sebaiknya tunda terlebih dahulu sampai mendapatkan vaksin Covid-19. Bunda dapat menjalankan program hamil paling lama 4 minggu setelah divaksin untuk menghindari Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

Saya tengah melaksanakan vaksinasi lain, apakah dapat menerima vaksin Covid-19?

Tergantung vaksinasi apa yang sedang dilaksanakan. Jika dari vaksinasi tersebut diharapkan angkat titer antibodi tinggi dalam waktu yang cepat, maka vaksinasi tersebut perlu diselesaikan terlebih dahulu. Sementara untuk pemberian vaksin yang bersifat booster atau penguat, dapat ditunda.  

Apakah vaksin Covid-19 dapat menyebabkan kemandulan?

Tidak ada bukti bahwa vaksin Covid-19 menyebabkan kemandulan. Kabar ini sempat beredar Desember tahun lalu. Dikatakan bahwa kandungan yang ada pada vaksin bisa menyerang protein yang diperlukan untuk perkembangan plasenta. Akan tetapi, direktur WHO menepis kabar tersebut. Menurut situs Healthline, protein vaksin Covid-19 merupakan struktur yang sama sekali berbeda dari protein yang ada di plasenta. Sehingga, keduanya tidak berhubungan. 

Continue Reading

Trending