Warning: "continue" targeting switch is equivalent to "break". Did you mean to use "continue 2"? in /home/sehatico/ibu.sehati.co/wp-content/plugins/revslider/includes/operations.class.php on line 2734

Warning: "continue" targeting switch is equivalent to "break". Did you mean to use "continue 2"? in /home/sehatico/ibu.sehati.co/wp-content/plugins/revslider/includes/operations.class.php on line 2738

Warning: "continue" targeting switch is equivalent to "break". Did you mean to use "continue 2"? in /home/sehatico/ibu.sehati.co/wp-content/plugins/revslider/includes/output.class.php on line 3679
Bunda, Pahami Penyebab Pembengkakan yang Terjadi saat Hamil
Connect with us

Kehamilan

Bunda, Pahami Penyebab Pembengkakan yang Terjadi saat Hamil

mm

Published

on

bengkak saat hamil
Bukan hanya perut yang akan membesar selama kehamilan, beberapa hal ini juga.

Tubuh mengalami banyak perubahan selama kehamilan. Di masa awal, banyak calon ibu merasakan kulit yang lebih berkilau atau rambut yang terasa lebih lebat. Namun seiring bertambah besarnya perut, semua gejala kehamilan yang menyenangkan itu berubah dengan kulit yang menjadi lebih gelap, kaki dan tangan yang membengkak, bahkan wajah pun ikut membengkak. Selain kenaikan berat badan, hal ini juga disebabkan perubahan dalam tubuh Bunda. 

Penyebab tubuh bengkak saat hamil 

Tahukah Bunda, tubuh ibu hamil menyimpan lebih banyak cairan di dalam tubuhnya. Selama hamil, volume cairan di dalam tubuh bisa meningkat hingga 8 liter banyaknya, atau 33 cangkir! Wow, banyak ya, Bun! Nggak heran kalau Bunda merasakan tubuh lebih berat.

Tidak hanya cairan, volume plasma tubuh ibu hamil juga meningkat sebanyak 30-50 persen, loh. Itu artinya, total volume darah dalam tubuh Bunda juga meningkat banyak. 

Lantas, ke mana cairan tersebut disimpan? Apakah beredar di dalam tubuh secara merata? 

Beberapa bagian cairan tersimpan dalam sel tubuh untuk menjaga fungsi sel tersebut. Sisa cairan tersebut tersimpan di luar sel untuk meningkatkan sirkulasi oksigen, sistem pembuangan sampah, dan mengontrol aliran elektrolit. 

Sementara peningkatan plasma darah merupakan reaksi dari meningkatnya kebutuhan plasenta dan organ maternal Bunda. Intinya, pertambahan volume plasma atau darah memang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin dan organ tubuh Bunda. 

Artinya, semakin bertambah usia janin, semakin meningkat pula kebutuhannya. Menjelang waktu persalinan di trimester ketiga, volume darah di tubuh Bunda pun mencapai puncaknya. Itu sebabnya, pembengkakan pada beberapa bagian tubuh akan sangat terasa di trimester ini. 

Bukan hanya itu yang bisa menyebabkan pembengkakan saat hamil, Bun. Meningkatnya kadar sodium dalam tubuh juga bisa jadi biang keroknya. Pasalnya, sodium mempengaruhi bagaimana tubuh menyerap dan memproses air. Kenaikan kadar sodium sedikit saja bisa menyebabkan pembengkakan. 

Mana yang normal dan yang tidak?

Sebagian besar penyebab pembengkakan saat hamil memang wajar terjadi. Akan tetapi, Bunda juga perlu mewaspadai beberapa penyebab yang tidak wajar. Lalu bagaimana membedakannya? 

Pada dasarnya, tidak perlu panik jika Bunda mengalami bengkak pada kaki, pergelangan kaki, jari-jemari atau tangan. Bunda juga mungkin menyadari kalau pembengkakan ini menjadi lebih parah menjelang akhir hari. Hal ini disebabkan karena cairan ekstra di dalam tubuh kerap berkumpul di bagian tubuh yang terjauh dari jantung sebagai organ pemompa. Selain itu, kondisi cuaca yang panas dan lembap serta aktivitas yang membuat Bunda lebih banyak berdiri juga bisa menyebabkan pembengkakan. 

Akan tetapi, ada beberapa kondisi selama kehamilan yang juga menyebabkan pembengkakan, yaitu preeklampsia dan pembekuan darah. Harap diingat bahwa kedua hal ini merupakan faktor risiko yang perlu dipantau secara serius oleh tenaga kesehatan. Selain itu, pembengkakan yang terjadi karena kedua kondisi ini berbeda dari bengkak biasa. 

Pembengkakan yang terjadi karena preeklampsia biasanya terjadi pada area lengan, muka, dan sekitar mata yang terjadi secara tiba-tiba atau bertahap. Pada pengidap preeklampsia, pembengkakan ini juga diikuti gejala lain seperti rasa sakit kepala yang menetap, gangguan penglihatan, nyeri perut, dan pertambahan berat badan yang terjadi secara tiba-tiba. 

Sementara pembengkakan yang terjadi karena pembekuan darah biasanya juga disertai dengan gejala:

  • Rasa nyeri yang nyata
  • Kulit kemerahan 
  • Area tubuh yang bengkak juga terasa lembek 
  • Hangat jika disentuh

Jika Bunda mengalami gejala-gejala ini, segera menghubungi dokter kandungan atau bidan ya.

Mengatasi pembengkakan normal

Jika pembengkakan yang disebabkan oleh preeklampsia dan pembekuan darah perlu ditangani oleh dokter, maka pembengkakan normal bisa diatasi dengan beberapa cara berikut ini: 

  • Angkat kaki hingga posisinya berada di atas jantung Bunda. Misalnya dengan berbaring di kasur dan mengganjal kaki dengan beberapa bantal yang ditumpuk. Cara ini bisa membantu mengalirkan cairan kembali ke arah jantung. 
  • Minum banyak air untuk membuang cairan ekstra dan sodium yang tersimpan dalam tubuh. 
  • Gunakan kaos kaki kompresi untuk meningkatkan sirkulasi darah, apalagi jika Bunda terpaksa duduk dalam satu posisi dalam waktu yang lama, misalnya saat bepergian jarak jauh. 
  • Hindari beraktivitas di luar rumah saat cuaca panas dan lembap. 
  • Naikkan kaki beberapa kali jika Bunda berdiri dalam waktu yang lama. 
  • Hindari sepatu berhak tinggi dan gunakan sepatu yang nyaman. 
  • Konsumsi lebih banyak makanan yang mengandung potassium seperti pisang dan avokad untuk mengeluarkan tumpukan sodium dalam tubuh. 
  • Kurangi konsumsi makanan asin seperti makanan kaleng, fast food, dan keripik. 

Semoga cara tersebut bisa membantu mengurangi ketidaknyamanan yang dirasakan saat mengalami bengkak ya, Bun.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kehamilan

Memahami Perubahan pada Tubuh setelah Keguguran

mm

Published

on

efek keguguran
Efek keguguran tak hanya pada psikis, tapi juga fisik

Bunda mungkin ingat beberapa waktu lalu Chrissy Teigen, istri dari penulis lagu dan penyanyi John Legend, sempat berbagi cerita pengalamannya melalui keguguran via Instagram maupun Twitter. Dari kisahnya, kita jadi memahami bahwa keguguran bukanlah pengalaman yang mudah untuk dilalui, baik secara psikis maupun fisik. Efek keguguran pada fisik ibu bahkan bisa bertahan hingga berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan.

Bila Bunda adalah salah satu yang baru saja melalui momen berat itu, artikel ini mungkin bisa membantu Bunda memahami perubahan apa saja yang terjadi dan apa yang harus dilakukan karenanya.

Perubahan Fisik setelah Mengalami Keguguran

Di Indonesia, perempuan pekerja yang mengalami keguguran berhak mendapatkan cuti selama 1,5 bulan lamanya. Pemberian waktu istirahat ini bukan tanpa alasan. Selain kondisi emosional yang butuh waktu untuk pulih, kondisi fisik Bunda setelah mengalami keguguran pun akan terasa sangat berbeda.

Dilansir dari Parents.com, semakin lama Bunda mengalami kehamilan sebelum akhirnya keguguran, semakin banyak pula efek keguguran yang akan dirasakan tubuh. Hal paling mungkin yang Bunda rasakan adalah perubahan pada payudara dan kenaikan berat badan. 

Jika Bunda mengalami kematian janin dalam kandungan atau intrauterine fetal death (IUFD) di mana usia kandungan sudah di atas 20 minggu, Bunda mungkin sudah merasakan penuh pada payudara karena ASI sudah mulai dipersiapkan. ASI yang semestinya diperuntukkan bagi bayi, kini tetap tinggal dalam payudara dan bisa menimbulkan rasa sakit.

Tak hanya itu, hal lainnya yang mungkin Bunda alami adalah timbulnya selulit, sakit pada perut, rambut rontok, hingga rasa sakit pada vagina. Rasa sakit pada vagina ini umumnya dirasakan oleh para bunda yang mendapatkan episiotomi (jahitan pada perineum) ketika proses mengeluarkan janin. 

Bunda juga akan merasakan kram perut karena rahim yang berkontraksi untuk mengeluarkan sisa darah. Perdarahan yang lebih banyak dari menstruasi pun akan terjadi. Gumpalan darah pun mungkin akan turut keluar. Bagi Bunda yang sebelumnya pernah melahirkan, rasanya tidak akan jauh berbeda dengan masa nifas. 

Efek keguguran pada tubuh ini bisa bertahan selama beberapa hari bahkan minggu tergantung lamanya kehamilan sebelum mengalami keguguran. Perdarahan yang dialami oleh perempuan saat keguguran di usia 6 minggu biasanya akan lebih sedikit dan singkat dibanding perdarahan pada keguguran di usia 16 minggu.

Kondisi Emosional yang Dialami

Selain perubahan fisik, perubahan emosional tak dapat dinafikan. Rasa bingung, sedih, bahkan bersalah, campur baur jadi satu. Dan rasa duka ini mungkin diperparah dengan kondisi hormon yang berubah tiba-tiba. Saat keguguran terjadi, hormon estrogen dan progesteron turun drastis. Hormon hCG pun pelan-pelan menurun hingga nol. Kondisi emosional yang sudah tak stabil akan bertambah buruk karena hal ini.

Bagaimana Menyelesaikannya?

Kondisi fisik yang melelahkan ditambah dengan kondisi emosional yang masih berduka mungkin membuat Bunda ingin menyendiri dan menjauh dari kehidupan sosial. Its okay, take your time. Namun, jika dirasa Bunda tak dapat menyelesaikannya sendiri, cobalah ungkapkan perasaan kepada orang terdekat yang membuat Bunda nyaman. Entah itu pasangan, orang tua, atau sahabat. 

Tak perlu pula merasa bersalah jika Bunda ingin menerima bantuan sebanyak mungkin. Kondisi fisik yang belum sepenuhnya prima mungkin akan membuat Bunda kesulitan mengerjakan pekerjaan rumah. Jika sahabat ataupun saudara menawarkan bantuan, terimalah selama Bunda merasa nyaman.
Jika bercerita dengan orang terdekat belum juga mendamaikan hati Bunda, Bunda bisa meminta bantuan profesional, seperti terapis, psikolog, ataupun psikiater. Bergabung dalam support group pun terkadang bisa membantu. Namun, pastikan support group yang Bunda ikuti diampu oleh seorang tenaga ahli, ya.

Continue Reading

Kehamilan

Simak! Ini Dampak Pandemi bagi Ibu Hamil dan Bayi

mm

Published

on

Pandemi Covid-19 berdampak pada kita semua. Namun, tahukah, Bunda, bahwa pandemi ini memiliki konsekuensi tersendiri bagi ibu hamil dan ibu yang baru melahirkan? Begitu pun pada bayi yang baru lahir.

Risiko selama Kehamilan

Dilansir dari mayoclinic.org, risiko penularan Covid-19 pada ibu hamil berada pada level rendah. Namun, kehamilan meningkatkan risiko komplikasi serius pada bumil yang menderita Covid-19. Menurut Centers for Disease Control and Prevention, ibu hamil dengan Covid-19 lebih berpotensi mengalami masalah pernapasan yang membutuhkan penanganan intensif dibanding pasien yang tidak dalam keadaan hamil. Ibu hamil dengan Covid-19 juga lebih mungkin membutuhkan ventilator.

Sebuah studi dari para peneliti di University of Jordan menunjukkan sisi lain dampak pandemi bagi ibu hamil. Penelitian yang dilakukan pada sekitar 900 orang ibu hamil ini menunjukkan bahwa ada penurunan jumlah pemeriksaan kehamilan yang signifikan. Hanya 4% ibu hamil yang menerima pemeriksaan kehamilan selama lockdown. Padahal, ibu hamil saat pandemi sangat membutuhkan pemeriksaan kehamilan tepat waktu dan berkualitas demi kesehatan bayi yang dikandung. 

Di Indonesia sendiri, Bunda bisa melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan yang tentunya lebih dekat dari rumah dan lebih kecil kemungkinannya berkontak dengan pasien lain. Cara ini bisa membuat Bunda tetap mendapatkan pemeriksaan kehamilan meski PSBB diberlakukan. Risiko penularan Covid-19 pun lebih rendah. Dengan catatan, kehamilan Bunda tidak berisiko dan tidak memiliki komplikasi serius ya. Kehamilan dengan risiko sebaiknya langsung diperiksakan ke dokter kandungan.

Persalinan di Tengah Pandemi

Ibu yang hamil saat pandemi berpotensi besar juga melahirkan di kala pandemi. Hal ini bisa menjadi kerugian tersendiri. Mengapa? 

Di masa pandemi, mayoritas faskes hanya memperbolehkan satu pendamping selama persalinan dan selama di ruang perawatan, beberapa faskes bahkan tidak memperbolehkan adanya pendamping sama sekali kala proses melahirkan. Padahal, ibu baru membutuhkan dukungan sebanyak yang diperlukan. Rasa lelah setelah melahirkan ditambah adaptasi dengan kehadiran bayi kadang membuat ibu baru kewalahan. Belum lagi ancaman baby blues yang bisa berkembang menjadi depresi pasca persalinan bila rasa sedih dan stres tinggal berlarut-larut. Angka depresi pasca persalinan sendiri meningkat selama pandemi, loh.

Dampak Pandemi bagi Bayi yang Baru Lahir

Tak hanya bagi Bunda, pandemi juga memiliki dampak sendiri bagi bayi. Sistem imun yang belum sempurna membuat bayi rentan tertular Covid-19, apalagi anak di bawah usia 2 tahun tidak diperbolehkan menggunakan masker karena khawatir mengganggu jalannya pernapasan. 

Belum lagi jika ada anggota keluarga yang kekeuh ingin menjenguk si kecil di tengah pandemi, risikonya pasti akan berlipat. Sulit pasti menerapkan protokol pada keluarga sendiri, tapi tetap dicoba ya, Bun. Mintalah keluarga yang menjenguk mengenakan masker baru ketika berada di dekat si kecil.

Bagi bayi yang orang tuanya terinfeksi Covid-19, ada kerugian lain yang akan dialami. Biasanya, bayi akan dipisahkan dari ibunya dan tidak bisa dirawat gabung demi mencegah penularan. Ini akan mengurangi peluang bayi untuk melakukan skin to skin contact dengan sang bunda. Pada beberapa kasus, ada pula kemungkinan bayi diperbolehkan pulang terlebih dulu dari rumah sakit, sementara sang ibu masih dirawat, sehingga proses menyusui langsung tidak bisa dilakukan dengan optimal.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Untuk meminimalisasi risiko penularan Covid-19 bagi Bunda yang tengah hamil dan keluarga, hal yang bisa dilakukan adalah mematuhi protokol kesehatan. Hindari bepergian ke luar rumah kecuali ada kebutuhan mendesak. Kalaupun harus ke luar rumah, selalu gunakan masker dan jaga jarak. Minta pula orang-orang yang tinggal serumah melakukan hal yang sama. Jangan lupa cuci tangan dengan air mengalir dan sabun sebelum menyentuh wajah atau makan/minum. Konsumsi gizi seimbang agar daya tahan tubuh terjaga.

Yang terpenting tetap semangat ya, Bun. Semoga senantiasa sehat!

Continue Reading

Kehamilan

Pertanyaan seputar Vaksin Covid-19 untuk Ibu Hamil dan Menyusui

mm

Published

on

vaksin covid untuk ibu hamil
Apakah vaksin Covid-19 bagi ibu hamil atau menyusui benar aman dan efektif?

Vaksinasi Covid-19 terus digencarkan pemerintah untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Di tengah program yang terus bergulir, banyak juga pertanyaan terkait keamanan dan efektivitas vaksin, salah satunya untuk ibu hamil dan menyusui. 

Berikut ini Ibu Sehati merangkumkan beberapa pertanyaan yang kerap muncul mengenai kaitan vaksin Covid-19 dengan ibu hamil dan menyusui. Yuk, disimak. 

Bagaimana cara kerja vaksin Covid-19?

Tujuan vaksin adalah agar penerima dapat memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit. Untuk Covid-19 itu sendiri, yang menjadi penyebabnya adalah virus SARS CoV-2. Melalui vaksinasi tubuh kita berkenalan dengan virus tersebut. Setelah dikenali, diharapkan tubuh dapat membangun sistem kekebalan untuk melawan virus tersebut. Mereka yang belum menerima vaksin, tubuhnya tidak mengenali virus dan tidak tahu cara melawannya. Itu sebabnya, mereka yang tidak menerima vaksin, dapat jatuh sakit karena tubuh tidak memiliki bekal untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh virus. 

Akan tetapi, kekebalan tubuh itu tidak datang secara serta-merta. Diperlukan waktu bagi vaksin untuk dapat bekerja maksimal. Vaksin SInovac yang digunakan di Indonesia, misalnya, diperlukan dua kali suntikan dengan jarak antara 28 hingga 40 hari. 

Apakah janin bisa mengidap Covid-19 jika ibu hamil menerima vaksin Covid-19?

Melalui vaksinasi Covid-19, bayi dalam kandungan ibu tidak akan terpapar virus. Virus Covid-19 itu sendiri terbuat dari satu protein yang tidak akan bereplikasi di dalam tubuh manusia. Selain tidak menyebabkan seorang yang divaksin menjadi positif Covid-19, begitupun janin dalam perut ibu hamil. 

Apakah vaksin Covid-19 aman untuk ibu hamil dan menyusui?

Dalam situasi darurat, uji klinis vaksin tidak akan melibatkan ibu hamil. Itu sebabnya, hingga sekarang tidak ada angka efikasi maupun keamanan vaksin bagi ibu hamil. Dari semua vaksin Covid-19 yang beredar saat ini pun tidak ada yang melibatkan ibu menyusui dalam uji klinisnya. 

Namun, vaksin dari jenis mRNA yang tidak diaktifkan, sehingga tidak dapat bereplikasi dibandingkan vaksin lain dengan jenis yang sama seperti vaksin tetanus, difteri maupun influenza. Sehingga, secara umum vaksin jenis ini aman dan dapat memberikan perlindungan pasif untuk janin, serta tidak menyebabkan keguguran maupun kelainan kongenital. 

Namun demikian, sejumlah badan dunia, organisasi profesi, lembaga kesehatan nasional maupun internasional seperti World Health Organisation (WHO) dan Persatuan Obstetri dan Ginekolog Indonesia (POGI) belum merekomendasikan vaksinasi Covid-19 untuk ibu hamil. Sebaliknya, vaksinasi bagi ibu menyusui diperbolehkan sepanjang tidak ada kontraindikasi. 

Apakah perlu berhenti menyusui setelah divaksin?

Bayi akan mendapatkan segudang manfaat dari air susu ibu. Manfaat ASI bagi tumbuh kembang bayi begitu berlimpah, termasuk di dalamnya antibodi. Itu sebabnya, Bunda tidak perlu berhenti menyusui setelah menerima vaksin Covid-19. Bahkan bayi dapat menerima manfaat vaksin dari ASI Bunda. 

Saya berencana menjalankan program hamil, apakah boleh divaksin?

Jika Bunda berencana menjalankan program kehamilan, sebaiknya tunda terlebih dahulu sampai mendapatkan vaksin Covid-19. Bunda dapat menjalankan program hamil paling lama 4 minggu setelah divaksin untuk menghindari Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

Saya tengah melaksanakan vaksinasi lain, apakah dapat menerima vaksin Covid-19?

Tergantung vaksinasi apa yang sedang dilaksanakan. Jika dari vaksinasi tersebut diharapkan angkat titer antibodi tinggi dalam waktu yang cepat, maka vaksinasi tersebut perlu diselesaikan terlebih dahulu. Sementara untuk pemberian vaksin yang bersifat booster atau penguat, dapat ditunda.  

Apakah vaksin Covid-19 dapat menyebabkan kemandulan?

Tidak ada bukti bahwa vaksin Covid-19 menyebabkan kemandulan. Kabar ini sempat beredar Desember tahun lalu. Dikatakan bahwa kandungan yang ada pada vaksin bisa menyerang protein yang diperlukan untuk perkembangan plasenta. Akan tetapi, direktur WHO menepis kabar tersebut. Menurut situs Healthline, protein vaksin Covid-19 merupakan struktur yang sama sekali berbeda dari protein yang ada di plasenta. Sehingga, keduanya tidak berhubungan. 

Continue Reading

Trending