Air Susu Ibu
Penyebab Mastitis dan Cara Menanganinya Saat Menyusui
Sering merasa nyeri di payudara saat menyusui? Bisa jadi itu mastitis. Yuk cari tahu penyebab mastitis dan cara menanganinya!
Air susu ibu merupakan sumber nutrisi terbaik bagi tumbuh kembang bayi. Tidak heran jika kampanye pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan selalu diserukan di mana-mana. Sayangnya, ada beberapa tantangan yang terkadang dialami seorang Ibu dalam menyusui bayinya, salah satunya adalah mastitis.
Mastitis: Apa dan Bagaimana?
Mastitis adalah suatu kondisi yang menyebabkan jaringan payudara wanita menjadi sakit dan meradang. Kondisi yang paling umum dialami oleh wanita menyusui ini seringnya terjadi dalam tiga bulan pertama setelah melahirkan. Jika mastitis disebabkan oleh menyusui, dokter mungkin menyebutnya sebagai mastitis laktasi atau mastitis puerperalis. Wanita tidak menyusui sering memiliki jenis yang disebut periductal mastitis.
Mastitis disebabkan karena infeksi (hampir selalu karena bakteri daripada jenis kuman lainnya) yang biasanya terjadi pada ibu menyusui. Namun dapat pula terjadi pada wanita mana saja, bahkan saat ia tidak sedang menyusui. Hal ini biasanya mempengaruhi wanita di akhir 20-an dan awal 30-an, dan lebih umum di kalangan perempuan yang merokok. Tidak ada yang tahu secara pasti mengapa beberapa wanita mengalami mastitis sedang yang lainnya tidak. Bakteri dapat masuk ke payudara melalui retakan atau lecet pada puting. Namun, perempuan yang putingnya tidak lecet juga dapat mengalami mastitis, dan banyak juga perempuan yang putingnya retak atau lecet malah tidak mengalaminya.
Baca juga: Bunda, Yuk Lakukan Hal ini Agar Suplai ASI Melimpah
Penyebab Mastitis
Beberapa hal yang dapat menyebabkan mastitis adalah
- Posisi dan perlekatan bayi pada payudara tidak benar selama menyusui
- Pengosongan payudara kurang optimal
- Jauhnya jarak waktu menyusui atau pengosongan payudara, contohnya ketika bayi mulai tidur sepanjang malam sehingga payudara tidak disusui
- Salah satu puting Bunda perih atau lecet, sehingga membuat Bunda takut untuk menyusui, ini dapat menyebabkan susu stasis berkembang pada payudara. Susu stasis dapat menyebabkan saluran susu di payudara Bunda menjadi tersumbat, dan dapat menyebabkan susu menggumpal dalam payudara Bunda.
- Pukulan atau cedera pada payudara yang dapat merusak saluran susu atau kelenjar di dalam payudara Bunda
- Tekanan pada payudara Bunda, misalnya dari pakaian ketat (termasuk bra), sabuk pengaman atau tidur dengan posisi tengkurap terlalu lama.
Gejala Mastitis
Mastitis biasanya hanya memengaruhi satu payudara, dan gejala sering berkembang dengan cepat. Gejala mastitis dapat mencakup:
- Merah
- Daerah yang bengkak pada payudara mungkin akan terasa panas dan menyakitkan untuk disentuh
- Terdapat gumpalan pada payudara (bengkak)
- Bunda juga mungkin akan mengalami peningkatan suhu tubuh
- Orang dewasa biasanya merasa sangat tidak nyaman ketika mereka sedang demam dan Bunda akan berusaha untuk menurunkan demam karena alasan ini. Bunda dapat menggunakan obat penurun panas (parasetamol) jika dirasa demam sudah mengganggu.
- Bunda tak perlu khawatir, karena demam tidak membuat ASI menjadi buruk.
Bagaimana Cara Mencegah/Mengobati Mastitis?
Kadang-kadang mastitis tidak dapat dihindari. Ada beberapa perempuan lebih rentan terkena mastitis ketimbang perempuan yang lain, terutama perempuan yang sedang menyusui untuk pertama kalinya. Secara umum, kebiasaan yang baik untuk mencegah mastitis adalah sebagai berikut:
- Menyusui berimbang di kedua payudara.
- Kosongkan payudara sepenuhnya untuk mencegah pembengkakan dan sumbatan ASI.
- Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah lecet dan puting retak.
- Hindari dehidrasi dengan minum banyak cairan.
- Selalu menjaga kebersihan dengan rajin mencuci tangan, membersihkan puting sebelum dan sesudah menyusui serta menjaga bayi Bunda tetap bersih.
Baca juga: Kapan Perlu Konsultasi dengan Konselor Laktasi
Pengobatan
- Istirahatlah cukup, bawa bayi untuk dapat tidur bersama Bunda
- Penuhi kebutuhan cairan, hindari dehidrasi
- Makan makanan bergizi akan membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh ibu
- Longgarkan pakaian atau bra yang ketat
- Pastikan posisi dan perlekatan mulut bayi pada payudara Bunda sudah benar. Minta bantuan konselor laktasi untuk mengoreksi posisi dan perlekatan menyusui Bunda
- Sebelum menyusui bayi Bunda, kompres hangat payudara Bunda dengan waslap air hangat di atas payudara yang terkena mastitis, lakukan berulang selama sekitar 30 menit atau sampai payudara terasa lunak. Lakukan perawatan ini setidaknya 3 kali sehari. Hal ini dapat meningkatkan aliran susu di payudara dan dapat membuat payudara serta puting menjadi lunak. Ini akan membantu bayi untuk dapat melekat dengan benar saat menyusui. Payudara dan puting yang kurang elastis saat mastitis akan menyulitkan bayi untuk melekat secara optimal saat menyusui.
- Lakukan tekanan lembut namun tegas pada payudara. Tekanan lembut pada payudara yang terkena mastitis juga dapat meningkatkan aliran susu dan melunakkan payudara
- Teratur mengosongkan payudara dengan cara menyusui bayi langsung atau memompa ASI. Pengosongan payudara yang optimal membantu mencegah bakteri masuk ke payudara dan dapat mempersingkat durasi mastitis.
- Bunda dapat dengan aman melanjutkan menyusui bayi selama melakukan perawatan payudara atau memompa ASI untuk menyusui bayi Bunda dengan ASIP (ASI Perah) selama Bunda melakukan perawatan. Bayi Bunda adalah pompa yang paling efisien untuk mengosongkan payudara Bunda. ASI Bunda aman untuk diminum bayi Bunda, karena setiap bakteri dalam susu Bunda akan dihancurkan oleh cairan pencernaan bayi.
- Jika memungkinkan, teruskan menyusui di kedua sisi. Idealnya, mulailah menyusui dari payudara yang terkena mastitis – karena itu dapat mengosongkan payudara secara menyeluruh. Jika dimulai dengan payudara yang terkena terlalu menyakitkan, cobalah menyusui bayi Bunda dengan payudara yang tidak terkena mastitis terlebih dahulu. Kemudian, setelah ASI mengalir dari payudara yang terkena mastitis, lanjutkan menyusui dari payudara yang terkena mastitis hingga payudara terasa ringan.
- Bayi mungkin tampak enggan untuk menyusui pada payudara yang terkena mastitis. Ini bukan karena ASI rasanya menjadi aneh, tapi karena payudara dan puting Bunda terasa berbeda (tidak elastis) dan ini membuat bayi lebih sulit untuk melekat. Coba keluarkan sedikit ASI dengan tangan atau pompa. Ini akan melembutkan payudara dan puting sehingga membuat bayi lebih mudah untuk melekat.
- Obat pereda nyeri yang dapat digunakan diantaranya Parasetamol atau Ibuprofen. Tentu harus di bawah persetujuan dokter. Penggunaan antibiotik belum perlu diberikan jika gejala mastitis masih ringan dan kurang dari 24 jam. Penggunaan antibiotik dapat dipertimbangkan jika gejala semakin berat dan telah berlangsung lebih dari 24 jam atas instruksi dokter.
Kapan Harus Ke Rumah Sakit Atau Menghubungi Konselor Laktasi?
- Nyeri payudara mulai mengganggu proses menyusui
- Nyeri payudara berkepanjangan
- Demam (lebih dari 37,5°C) tak kunjung hilang lebih dari 48 jam
- Terdapat nanah dari puting susu Bunda
- Bunda mengalami gejala infeksi lain seperti kemerahan, bengkak dan nyeri yang mengganggu menyusui, terdapat massa atau benjolan di payudara yang tidak hilang meski telah menyusui.
- Jika Bunda sedang menyusui, hubungi dokter jika Anda mengalami gejala infeksi payudara sehingga pengobatan dapat dimulai segera.
- Nanah mengalir dari payudara
- Pembuluh darah di payudara tampak lebih jelas
- Pusing, pingsan, atau kebingungan
Itulah hal-hal yang perlu Bunda ketahui seputar penyebab mastitis dan cara menanganinya. Tetap semangat mengASIhi, ya!
Referensi:
1. Mastitis – World Health Organization
2. Mastitis – NHS Choices
3. Blocked Ducts And Mastitis – International Breastfeeding Centre (dr. Jack Newman)
4. Mastitis – Australian Breastfeeding Association
5. Mastitis While Breast-Feeding – Web MD
Air Susu Ibu
ASI Keluar saat Hamil, Apa Sebabnya?
Berbagai perubahan akan terjadi pada tubuh Bunda ketika hamil. Tidak hanya dalam rangka menjaga pertumbuhan janin dalam rahim, tetapi juga dalam upaya mempersiapkan diri saat si kecil lahir nanti. Salah satu perubahan yang mulai terasa adalah air susu ibu atau ASI keluar saat hamil.
Ya, beberapa ibu sudah mengalami ASI keluar saat hamil, bahkan di pertengahan usia kehamilan. Namun ada juga ibu hamil yang baru merasakan ASI keluar di trimester akhir kehamilan. Sebagian ibu hamil bahkan tidak merasakan ASI keluar. Sebenarnya, apa yang membedakan dan bagaimana proses produksi ASI pada ibu hamil ini? Dan apa yang dapat Bunda lakukan jika mengalami ASI keluar saat hamil?
Penyebab ASI keluar saat hamil?
Ketika hamil, tubuh Bunda mulai memproduksi kolostrum sebagai persiapan persalinan nanti. Proses pembentukan kolostrum ini sudah dimulai sejak usia kehamilan 14 minggu atau di trimester pertama. Tentu saja tidak seperti perubahan perut yang terasa dan terlihat, produksi kolostrum ini berlangsung “secara diam-diam” tanpa Bunda sadari.
Kolostrum itu sendiri merupakan cairan berwarna kuning kental yang akan keluar setelah melahirkan dan hanya keluar selama beberapa hari. Kolostrum merupakan sumber nutrisi yang amat baik untuk bayi baru lahir, terutama dalam membantu bayi meningkatkan ketahanan tubuhnya.
ASI yang menetes keluar dari puting saat Bunda hamil merupakan tanda bahwa tubuh juga sudah memproduksi hormon prolaktin, yang bertanggung jawab terhadap produksi air susu ibu. Biasanya hormon ini mulai terbentuk di trimester ketiga kehamilan.
Faktanya adalah, begitu banyak hormon dalam tubuh Bunda yang kadarnya mengalami pasang-surut, khususnya saat kehamilan ini. Tubuh berusaha keras menjaga keseimbangan antar-hormon, agar pada saat dibutuhkan nanti, ASI keluar pada waktu yang tepat. Akan tetapi, ketidakseimbangan wajar saja terjadi dan bukan suatu hal yang perlu terlalu dikhawatirkan.
Untungnya, tubuh Bunda juga memproduksi hormon estrogen dan progesteron dalam kadar yang tinggi selama hamil. Khususnya di masa awal kehamilan. Kehadiran kedua hormon inilah yang mencegah prolaktin hadir dan memengaruhi tubuh Bunda. Itu sebabnya, ASI yang keluar saat hamil tidaklah banyak.
Bagaimana mengatasi ASI yang keluar saat hamil?
Meski wajar terjadi, bukan tidak mungkin jika Bunda merasa terganggu dengan cairan yang bocor dari puting. Misalnya karena membuat pakaian Bunda basah. Lalu apa yang bisa Bunda lakukan?
Jika ASI yang menetes tersebut tidak banyak atau hanya beberapa tetes, Bunda cukup mengatasinya dengan menggunakan breast pad atau bantalan pada bra yang Bunda kenakan.
Ketika menggunakan bantalan payudara, sebaiknya Bunda selalu menggantinya jika mulai terasa basah atau berbau. Hal ini untuk menghindari terjadinya infeksi atau ruam di sekitar puting payudara Bunda. Pastikan juga ada ruang yang cukup nyaman di dalam bra untuk menyelipkan bantalan. Hindari menekan payudara terlalu keras saat mengenakan bantalan ini ya, Bun.
Ada baiknya juga Bunda bersiaga dengan mengenakan pakaian yang warnanya mampu menyamarkan rembesan ASI, atau syal maupun jaket yang dapat digunakan untuk menutupi rembesan tersebut.
Hindari pula aktivitas yang dapat memicu keluarnya rembesan ASI. Misalnya gerakan olahraga yang menggesek puting dan menyebabkan keluarnya ASI. Aktivitas seks, terutama stimulasi pada puting juga bisa memicu keluarnya ASI.
Namun jika jumlah kebocoran ASI dirasakan terlalu banyak dan sudah sangat mengganggu, ada baiknya jika Bunda berkonsultasi dengan dokter untuk memastikan hal ini tidak disebabkan oleh hal yang tidak wajar.
Pada dasarnya, produksi ASI memang sudah dimulai sejak hamil, jadi Bunda tidak perlu malu untuk membicarakan hal ini dengan tenaga kesehatan yang membantu Bunda. Bahkan ASI yang keluar saat hamil bisa dijadikan pertanda bahwa saat lahir nanti si kecil akan mendapatkan ASI pertamanya dari Bunda.
Air Susu Ibu
Mengenal Prolaktin & Oksitosin, Hormon yang Berperan saat Menyusui
Setelah melahirkan, masa menyusui pun tiba. Rasa deg-degan mungkin melanda mengingat banyak orang yang berkata bahwa proses menyusui kerap banyak drama. Sedikitnya ASI yang keluar dari payudara menjadi drama tersering yang dialami para bunda. Kalau sudah begini, pasti bingung rasanya karena si kecil hanya mengandalkan ASI sebagai asupan di 6 bulan pertama.
Untuk mengatasi masalah tadi, kita perlu mencari tahu dulu akar masalahnya. Apakah masalahnya ada pada produksi ASI yang memang sedikit atau ASI yang tidak lancar keluar dari payudara? Pasalnya, berbeda masalah, berbeda pula nantinya hormon menyusui yang akan dirangsang.
Yap, ada dua hormon menyusui yang mungkin sudah akrab di telinga Bunda, yakni prolaktin dan oksitosin. Meski sama-sama hormon menyusui, ternyata keduanya memiliki peran yang berbeda dalam kesuksesan pemberian ASI. Apa Bedanya?
Peran Hormon Prolaktin
Prolaktin adalah hormon yang bertanggung jawab dalam memproduksi ASI. Hormon ini mulai bekerja sejak masa kehamilan loh, Bun. Hanya saja, tingginya kadar hormon estrogen dan progesteron yang diproduksi oleh plasenta mencegah prolaktin untuk memproduksi terlalu banyak ASI matur. Karena itulah, saat hamil Bunda akan mendapati ada ASI bening hingga kekuningan yang keluar dari payudara, tetapi tidak banyak jumlahnya.
Saat melahirkan, plasenta keluar dari tubuh Bunda, otomatis hormon estrogen dan progesteron yang tadinya tinggi mendadak menurun drastis. Ketika ini terjadi, meningkatlah hormon prolaktin untuk memproduksi lebih banyak ASI.
Meningkatkan Hormon Prolaktin dalam Tubuh
Hormon prolaktin yang meningkat setelah melahirkan belum cukup untuk memproduksi ASI yang melimpah. Bunda perlu menstimulasinya dengan rajin menyusui si kecil. Kalau si kecil belum terlalu jago menyusu, Bunda bisa mencoba cara lain, yakni dengan memompa payudara. Lakukan hal ini setiap 2 atau 3 jam sekali. Semakin sering Bunda menyusui, semakin banyak pula hormon prolaktin yang dilepaskan oleh otak.
Eits, tapi meningkatnya hormon prolaktin tak serta-merta membuat ASI keluar dengan lancar ya. Soalnya, perihal satu ini bergantung pada peran hormon lain, yakni oksitosin.
Peran Hormon Oksitosin dalam Proses Menyusui
Bila hormon prolaktin bertugas memproduksi ASI, hormon oksitosinlah yang berperan untuk mengeluarkannya. Jadi, bisa saja produksi ASI Bunda sudah banyak, tapi tidak keluar dengan optimal karena kadar hormon oksitosin yang rendah.
Inilah mengapa kadang terjadi kasus seperti ini: Bunda sudah memompa ASI dengan durasi yang lama dan kekuatan memompa yang tinggi, tapi payudara masih terasa penuh dan ASI yang keluar hanya sedikit. Kondisi seperti ini bisa terjadi ketika hormon prolaktin yang tinggi tidak dibarengi dengan kadar hormon oksitosin yang tinggi pula.
Cara Meningkatkan Hormon Oksitosin
Hormon oksitosin bisa meningkat ketika Bunda merasa aman, nyaman, dan bahagia. Namun, ketika menyusui, cara paling ampuh meningkatkan hormon oksitosin adalah dengan menyusui secara langsung. Ketika menyusui secara langsung atau direct breastfeeding, terjadi sentuhan kulit antara Bunda dan bayi, sentuhan itulah yang memicu keluarnya hormon oksitosin. Menyusui secara langsung juga bisa memicu let-down reflex, loh.
Ketika si kecil menempel di payudara Bunda dan memasukkan areola ke mulutnya, sel saraf di payudara akan mengirimkan sinyal ke otak untuk melepaskan oksitosin. Oksitosin kemudian menyebabkan otot di sekitar kelenjar susu berkontraksi. Saat kelenjar berkontraksi, ASI terperas ke dalam saluran susu dan keluarlah dari payudara.
Oh ya, bila Bunda memang sedang tidak bisa menyusui langsung, misalnya karena harus bekerja dari kantor, cobalah melihat foto dan video si kecil sambil memompa. Hal seperti ini juga bisa membantu melepaskan hormon oksitosin yang melancarkan keluarnya ASI. Di kesempatan lain, Bunda juga bisa meminta bantuan Ayah untuk melakukan pijat oksitosin agar ASI semakin lancar.
Setelah mengenal dua hormon menyusui serta perbedaan perannya, semoga Bunda semakin mantap memberikan ASI bagi si kecil ya. Selamat berjuang
Air Susu Ibu
Ini yang Dapat Memengaruhi Rasa ASI Bunda
Bunda pernah penasaran nggak sih dengan rasa ASI yang Bunda produksi? Secara umum, rasa air susu ibu cenderung manis dan sedikit gurih. Meski demikian, seperti pada umumnya kita menerima rasa, setiap orang memiliki selera tersendiri. Dan seperti makanan lainnya, air susu ibu bisa diterima dengan rasa yang berbeda-beda oleh setiap orang.
Rasa manis dan gurih Air Susu Ibu
Pernah bertanya-tanya kenapa rasa air susu ibu cenderung manis? Ya, ASI mengandung laktosa susu. Memang, laktosa bukanlah tipe gula yang paling manis. Ada banyak jenis laktosa lain dengan kadar manis yang lebih tinggi dari ASI. Laktosa merupakan salah satu kandungan utama dalam air susu ibu, sehingga memberi rasa manis dalam susu ini.
Selain laktosa, ASI juga mengandung lemak. Kandungan lemak dalam susu ini memberi rasa gurih. Kandungan lemak ini akan muncul di produksi ASI bagian akhir (hindmilk), sementara awalnya ASI yang mengalir dari payudara Bunda mengandung lebih sedikit lemak (foremilk).
Apa yang memengaruhi rasa ASI?
Selain rasa manis dan gurih, rasa air susu ibu juga dipengaruhi rasa makanan yang Bunda konsumsi setiap hari. Ketika Bunda mengonsumsi pola makan bergizi seimbang yang padat dengan sayur-sayuran dan buah-buahan, si kecil juga akan ‘mencicipi’ makanan sehat ini.
Banyak ahli percaya, ketika si kecil tumbuh semakin besar dan mulai mengonsumsi makanan padat, ia akan lebih siap menerima makanan yang sudah dicicipinya melalui ASI.
Selain makanan, hal ini juga memengaruhi rasa ASI
Perubahan rasa ASI juga bisa terjadi karena beberapa hal di bawah ini. Reaksi bayi terhadap rasa ASI yang berbeda juga akan bervariasi, ada yang menerimanya dengan baik, ada pula yang cenderung menyusui lebih sedikit, bahkan mogok menyusui.
Hormon
Perubahan tingkat hormon dalam tubuh, utamanya menjelang usai masa nifas, bisa mempengaruhi rasa air susu ibu loh, Bun. Tapi jangan salah kira, menyusui dapat tetap dilakukan ketika Bunda sedang menstruasi, kok. Begitu pula ketika Bunda hamil lagi, menyusui masih dimungkinkan asal Bunda tidak mengalami penyulit.
Olahraga
Meningkatnya asam laktat dan produksi keringat di kulit payudara yang timbul akibat olahraga berat bisa mengubah rasa ASI. Selama si kecil tidak masalah dengan perubahan rasa ini, olahraga bisa tetap dilakukan ya Bun. Tetapi jika si kecil terganggu, cobalah untuk berolahraga ringan-sedang saja. Selain itu coba lap keringat pada payudara Bunda sebelum mulai menyusui.
Obat-obatan
Beberapa obat-obatan bisa mengubah rasa air susu Bunda. Jika Bunda baru mengonsumsi obat baru dan melihat si kecil tidak menyusui selahap biasanya, bisa jadi obat tersebut penyebabnya. Konsultasikan hal ini dengan dokter ya, Bun.
Merokok
Penelitian menunjukkan bahwa air susu yang diproduksi seseorang setelah merokok akan mengandung rasa dan bau dari rokok tersebut. Jika Bunda merokok, sebaiknya lakukan setelah menyusui si kecil dan cobalah untuk tidak merokok setidaknya dua jam sebelum menyusui kembali.
Alkohol
Minum alkohol juga diketahui dapat memengaruhi rasa air susu ibu. Diperlukan waktu dua jam bagi alkohol yang dikonsumsi untuk keluar dari tubuh. Jika memang Bunda sulit untuk meninggalkan konsumsi alkohol, cobalah untuk menunggu setidaknya dua jam untuk menyusui atau memerah ASI.
ASI Beku
ASI perah atau ASIP beku yang dilumerkan bisa terasa dan berbau seperti sabun. Tak perlu khawatir, ASI yang dicairkan ini masih aman diberikan kepada si kecil. Hanya saja, mungkin ia tidak akan terlalu suka dengan rasa dan baunya.
Mastitis
Mastitis adalah kondisi infeksi pada payudara yang dapat menyebabkan air susu memiliki rasa yang asin. Jika Bunda mengalami kondisi ini, tetaplah menyusui. Meski demikian, si kecil mungkin akan menolak menyusu pada sisi payudara yang mengalami infeksi. Ketika mengalami mastitis, Bunda perlu mengonsumsi antibiotik untuk mengatasinya. Sebab itu, sebaiknya konsultasi dengan dokter untuk penanganan yang tuntas.
Produk perawatan tubuh
Lotion, krim, sabun, parfum, minyak aromaterapi, atau salep yang diaplikasikan di area payudara juga bisa memengaruhi rasa asi ya, Bun. Jika mengenakan salah satu dari produk tersebut, pastikan Bunda membersihkan area kulit di sekitar payudara sebelum menyusui si kecil.
Untuk memastikan kualitas ASI, terutama asi perah, tidak masalah jika Bunda mencicipi air susu sendiri. Pencicipan ini juga bisa dilakukan oleh suami atau anggota keluarga lain, namun pastikan mereka mencoba di wadah terpisah dari yang akan digunakan untuk memberi ASI ke si kecil, ya.
-
Kehamilan4 years ago
Bun, Ini Prosedur Periksa Kehamilan dengan BPJS yang Perlu Diketahui!
-
Pasca4 years ago
Bagaimana Mengetahui Jahitan Kering Pasca Melahirkan Normal?
-
Kehamilan5 years ago
Bagaimana Jika Tinggi Fundus Uteri Kurang dari yang Seharusnya?
-
Kehamilan6 years ago
Bunda, Ini Pentingnya Menghitung Tinggi Fundus Pada Saat Hamil
-
Persalinan5 years ago
Ini yang Akan Bunda Alami Saat Melahirkan dengan Induksi
-
Kehamilan4 years ago
Adakah Gerakan Fisik Tertentu yang Bisa Menyebabkan Keguguran?
-
Kehamilan6 years ago
Ini Fakta Seputar Perut Hamil Bunda
-
Kehamilan6 years ago
5 Jenis Infeksi yang Menyebabkan Cacat Janin