fbpx
Connect with us

Pasca

Nyeri Perut Pasca Melahirkan, Ini Penyebabnya

mm

Published

on

nyeri perut setelah melahirkan

Masa pasca melahirkan, terutama di enam minggu pertama, adalah masa yang unik dan bisa dibilang rentan bagi ibu yang baru melahirkan. Pasalnya, di masa ini tubuh akan mengalami pemulihan untuk kembali ke kondisi sebelum melahirkan. Pertama, tentu saja tubuh Bunda akan mengalami kelelahan yang luar biasa setelah proses melahirkan, baik per vaginam maupun secara caesar. Selain itu, gejala yang paling sering dirasakan adalah sakit atau nyeri perut. 

Berikut ini beberapa jenis nyeri perut yang biasa dialami Bunda setelah melahirkan, apa penyebabnya, dan bagaimana mengatasinya. 

Nyeri perut akibat kontraksi rahim

Nyeri perut bagian bawah yang dialami setelah melahirkan, biasanya disebabkan oleh rahim yang berkontraksi. Loh, kok masih kontraksi? Iya, Bun… setelah melahirkan rahim masih akan berkontraksi untuk mengerut dan kembali ke ukuran normalnya. Saat ini terjadi, wajar jika Bunda merasakan kram perut. 

Kram yang dirasakan karena kontraksi rahim ini sama seperti kram menstruasi. Biasanya kadar nyeri akan terasa lebih intens pada minggu pertama setelah melahirkan. Akan tetapi, ukuran rahim akan mengecil dalam proses yang berlangsung selama enam minggu. Selama itu pula rasa nyeri bisa Bunda alami. Selain itu, nyeri akibat kontraksi ini akan semakin terasa ketika Bunda menyusui. Ya, proses menyusui akan merangsang hormon oksitosin, hormon yang memicu rahim untuk mengecil. 

Cara mengatasinya:

Rasa nyeri ini sulit untuk dihindari, dan sebenarnya perannya penting untuk mengembalikan kondisi tubuh–terutama rahim–Bunda ke kondisi semula. Akan tetapi, Bunda dapat sedikit meredam rasa nyeri ini dengan mengompres perut menggunakan botol atau kain hangat. Jika dokter menyetujui, Bunda juga dapat mengonsumsi obat pereda nyeri yang dijual bebas seperti obat golongan ibuprofen.

Nyeri perut akibat sembelit

Sakit perut setelah melahirkan juga bisa disebabkan oleh sembelit atau konstipasi. Ada beberapa kemungkinan penyebab konstipasi atau kesulitan buang air besar setelah melahirkan. Mencari penyebabnya akan memudahkan Bunda dalam mengatasi rasa kurang nyaman di perut ini. 

Beberapa hal yang bisa jadi penyebab sembelit setelah melahirkan di antaranya: 

  • Pola makan yang tidak banyak mengandung serat 
  • Perubahan hormon
  • Stres
  • Kurang aktivitas tubuh setelah melahirkan 
  • Sobek atau luka di perineum (area di antara anus dan vagina) yang disebabkan oleh proses persalinan 
  • Wasir (wajar dialami selama kehamilan dan setelah melahirkan) 
  • Rasa nyeri di jahitan episiotomi

Konsumsi obat-obatan juga bisa jadi biang keladi sembelit loh, Bunda. Misalnya anestesi atau obat bius yang digunakan untuk mengatasi rasa nyeri selama atau pasca persalinan. Beberapa jenis suplemen vitamin, seperti zat besi, juga bisa menjadi penyebab dan yang memperparah sembelit. 

Cara mengatasinya

Mengkonsumsi makanan kaya serat (misalnya buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan, polong-polongan dan gandum utuh) dan minum banyak cairan selama kehamilan dan masa pasca persalinan adalah hal penting untuk mencegah sembelit. Konsumsi cukup serat dan tetap terhidrasi adalah dua hal yang bisa mengurangi ketidaknyamanan akibat sembelit. Selain itu, olahraga ringan juga bisa membantu loh, Bun. 

Namun sebelum mulai berolahraga, pastikan Bunda sudah berkonsultasi dengan dokter atau bidan yang sudah menyatakan bahwa Bunda sudah dapat melakukan aktivitas olahraga. Kesiapan ini juga akan dipengaruhi oleh cara Bunda melahirkan, apakah per vaginam atau caesar, serta seberapa aktifnya Bunda sebelum melahirkan. Mulailah dengan berjalan jarak pendek. Bunda bisa membawa si kecil di stroller atau gendongan kemudian berjalan-jalan kecil di luar rumah sambil menghirup udara segar. 

Jika Bunda mengalami wasir, mandi dengan air hangat akan membantu mengatasi rasa nyeri yang dirasakan. Bunda juga dapat mengatasi rasa nyeri pada vagina atau daerah anus dengan obat pereda nyeri. Lagi-lagi, silakan berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum mengonsumsi obat ya, Bun.

Luka caesar 

Wajar jika Bunda merasakan sakit perut setelah operasi caesar. Rasa nyeri ini timbul dari luka jahitan, baik di perut bagian luar maupun bagian dalam yang sedang menjalani proses penyembuhan. Bunda juga bisa mengalami rasa ngilu di sekitar luka, terutama dua hari pertama setelah melahirkan.

Cara mengatasinya

Hal terbaik yang bisa Bunda lakukan setelah melahirkan caesar adalah memastikan diri mendapat cukup istirahat dan mencegah tekanan ataupun tarikan otot perut. Jangan mengangkat benda berat, yang melebihi berat si kecil. 

Pastikan luka jahitan pulih sempurna. Mintalah bantuan suami, kerabat atau teman untuk membantu tugas-tugas yang sulit dikerjakan sendiri. Jika perlu, sewa jasa asisten rumah tangga atau baby sitter untuk membantu Bunda merawat bayi dan menyelesaikan tugas rumah. Dengan begitu, Bunda dapat memulihkan diri dengan lebih cepat. 

Kapan harus menghubungi dokter?

Jika rasa sakit perut setelah melahirkan yang Bunda rasakan sangat intens, tetap, atau tidak mereda meski telah mengatasi dengan cara-cara yang direkomendasikan di atas, kunjungi dokter untuk berkonsultasi. Tanda-tanda ini bisa mengindikasikan adanya komplikasi seperti infeksi dan wasir. 

Gejala setelah melahirkan yang memerlukan penanganan medis segera di antaranya: 

  • Perdarahan dalam jumlah yang banyak dan berwarna merah cerah
  • Demam 
  • Mual dan atau demam 
  • Rasa sakit yang sangat parah, menetap, atau menjadi lebih parah 
  • Kulit di sekitar jahitan caesar atau perineum yang tegang, kemerahan dan bengkak
  • Cairan vagina atau dubur yang tidak normal 
  • Sakit kepala
  • Nyeri dada dan sesak

Masa pasca persalinan adalah masa pemulihan dan penyesuaian. Meski mendapatkan bantuan dan dukungan, bukanlah masa yang mudah dijalani, baik secara fisik maupun emosional. Coba untuk lebih proaktif dalam menangani gejala yang dirasakan dan utamakan istirahat, dari apapun juga, ya Bun.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Pasca

Bengkak setelah Melahirkan, Apakah Normal?

mm

Published

on

bengkak setelah melahirkan

Melihat foto Kate Middleton usai melahirkan anak pertamanya, Bunda pun menggantungkan ekspektasi bahwa tubuh Bunda akan terlihat kembali ramping usai si kecil lahir. Pada kenyataannya, tidak semudah itu, Bunda! 

Ya, mari singkirkan imej kesempurnaan Kate Middleton setelah melahirkan. Kebanyakan ibu hamil masih terlihat “gembil” setelah melahirkan, meskipun secara timbangan berat badannya turun cukup banyak. Jadi apa yang menyebabkannya? 

Apa itu bengkak setelah melahirkan?

Apakah wajah Bunda masih terlihat “gembil” atau bahkan “bengkak” setelah melahirkan? Begitu juga dengan kaki, lengan, pergelangan tangan, dan jari-jemari? 

Saat melahirkan, Bunda sudah membayangkan dan siap mengucap “selamat tinggal” pada tubuh yang terlihat “puffy”. Tapi apa daya, pada kenyataannya tidak secepat itu. Cairan ekstra yang tersimpan dalam tubuh Bunda selama hamil tidak akan ‘terkuras’ begitu saja dan hilang dalam waktu semalam. Cairan ekstra tersebut tersimpan di jaringan pada lapisan di bawah kulit Bunda. 

Ditambah lagi jika Bunda perlu mendapat infus karena melahirkan melalui caesar, cairan tubuh pun akan terakumulasi dan membuat Bunda terlihat lebih bengkak. Aih… jauh-jauh dulu dari cermin, ya. 

Begitu pula Bunda yang menjalani persalinan secara per vaginam, akan mungkin mengalami pembengkakan di sekitar perineum.

Lalu apakah ini normal? Meski bukan hal yang menyenangkan, pembengkakan setelah melahirkan ini wajar dialami ibu yang melalui persalinan normal maupun caesar. 

Penyebab bengkak setelah melahirkan

Retensi cairan selama hamil merupakan salah satu penyebab pembengkakan setelah melahirkan. Selain itu ada beberapa hal yang menyebabkannya: 

  • Sisa cairan yang terakumulasi selama 9 bulan kehamilan Bunda. Cairan yang terkumpul di tubuh selama kehamilan ini jika ditotal bisa mencapai berat 3 kilogram!
  • Cairan yang disimpan selama persalinan. Untuk persalinan epidural misalnya, maka Bunda akan menerima cairan infus untuk memastikan tekanan darah tidak turun. Begitu pula dengan persalinan secara caesar, cairan infus diberikan selama proses operasi hingga 24 jam setelahnya. Simpanan cairan tersebut tidak akan hilang begitu saja. 
  • Mengedan. Proses mengedan selama persalinan bisa menyebabkan pembengkakan pada tubuh dan wajah Bunda, loh. 
  • Kurang bergerak. Setelah melahirkan biasanya Bunda akan disarankan untuk sering-sering turun dari ranjang dan bergerak. Cara ini bisa membantu mengeluarkan cairan dari tubuh. Sebaliknya, kecenderungan untuk tidak bergerak justru membuat tubuh bengkak lebih lama. 
  • Hormon. Selama kehamilan, kadar hormon progesteron dalam tubuh Bunda akan meningkat. Salah satu dampaknya adalah retensi air dalam tubuh selama kehamilan yang kemudian berlanjut setelah melahirkan. 

Cara mengatasi pembengkakan setelah melahirkan

Ada beberapa langkah yang dapat Bunda lakukan untuk membantu mengatasi pembengkakan setelah melahirkan. 

  • Kuras cairan ekstra dengan minum banyak air. Loh, kok malah disuruh minum? Iya, Bun… cara ini bisa mencegah tubuh mengalami dehidrasi yang menyebabkan tubuh menahan air lebih banyak. Minum lebih banyak air juga dapat memastikan ginjal bekerja maksimal untuk membantu menghilangkan sampah dalam tubuh, termasuk cairan ekstra. 
  • Bergerak sesuai dengan kemampuan Bunda. Terlebih jika Bunda baru menjalankan persalinan melalui operasi caesar. Aktivitas fisik akan mencegah cairan dan darah mengumpul di kaki membantu mengeluarkan cairan dari tubuh. 
  • Hindari berdiri atau duduk terlalu lama. Berdiam diri terlalu lama, tanpa aktivitas fisik berarti, membuat cairan berkumpul di bagian bawah tubuh. Bergerak akan membantu darah bersirkulasi ke seluruh tubuh. 
  • Mengangkat kaki lebih tinggi dari tubuh saat berbaring di tempat tidur. Cara ini akan membantu mengalirkan cairan di bagian bawah tubuh ke bagian tubuh bagian atas yang pada akhirnya akan dibuang melalui ginjal dan kelenjar keringat. 
  • Putar pergelangan kaki Bunda. Jika Bunda belum dapat turun dari tempat tidur, cobalah putar pergelangan kaki searah jarum jam dan melawan jarum jam 10 kali untuk setiap arah. Coba juga untuk memijat area kaki yang bengkak.
  • Jika perlu, gunakan stocking kompres. Stocking ini membantu meningkatkan sirkulasi darah di kaki, yang membantu menggerakkan cairan ke tubuh bagian atas dan melewati ginjal untuk kemudian dibuang. 
  • Jika jari dan tangan Bunda juga bengkak, angkat melewati kepala untuk membantu mengalirkan cairan dari area tersebut ke bawah.
  • Kurangi asupan sodium atau garam dalam makanan yang Bunda konsumsi. Garam berpotensi memperparah pembengkakan setelah melahirkan. 
  • Berpakaian tipis dan nyaman. Suhu tubuh yang terlalu panas malah akan menahan cairan dalam tubuh. Nyalakan kipas angin dan buka jendela agar tubuh terasa lebih adem. 

Pada akhirnya cairan tubuh akan dikeluarkan secara bertahap di minggu pertama setelah melahirkan. Tubuh yang bengkak setelah melahirkan pun akan kembali normal setelah itu. 

Akan tetapi tetap awasi jika bengkak setelah hamil ini juga disertai dengan gejala lain yang bisa jadi penanda adanya masalah kesehatan. Beberapa tanda yang perlu diawasi adalah: 

  • Bengkak yang muncul tiba-tiba
  • Pembengkakan bertambah parah setelah beberapa hari. 
  • Bengkak yang disertai tanda preeklampsia setelah melahirkan, seperti sakit kepala, muntah, pandangan buram atau sensitif terhadap cahaya. 
  • Nyeri dada dan kesulitan bernapas
  • Luka operasi caesar bengkak dan diikuti rasa nyeri dan cairan berbau 

Jika menemukan gejala di atas, jangan tunda untuk berkonsultasi dengan dokter ya, Bunda!

Continue Reading

Pasca

Kenali Perdarahan Nifas yang Abnormal Pasca Persalinan

mm

Published

on

perdarahan masa nifas
Apa ciri-ciri perdarahan nifas yang abnormal?

Tahukah Bunda, saat hamil volume darah di dalam tubuh kita meningkat sampai 50%. Peningkatan volume darah ini diperlukan untuk mendukung pertumbuhan janin dan juga persiapan saat persalinan nanti. Proses persalinan itu sendiri menyebabkan perdarahan akibat proses keluarnya janin, baik secara per vaginam maupun melalui operasi caesar. 

Jika perdarahan saat persalinan merupakan hal yang wajar, bagaimana dengan perdarahan yang terjadi setelah persalinan? Umumnya, di masa pasca persalinan atau masa nifas, Bunda akan mengalami darah yang keluar dari vagina atau disebut dengan perdarahan nifas. 

Akan tetapi, bukan tidak mungkin ada perdarahan yang terjadi di masa pasca persalinan yang disebabkan oleh keadaan abnormal. Bagaimana membedakannya? 

Ini perdarahan nifas yang normal 

Pasca persalinan per vaginam maupun caesar, tubuh akan mengeluarkan darah nifas atau yang dikenal secara medis dengan nama lochea. Nifas merupakan cara tubuh mengeluarkan darah dan jaringan sisa di rahim, yang sebelumnya dipakai untuk menjaga pertumbuhan janin. 

Perdarahan terberat terjadi pada dua hari pertama setelah persalinan. Setelah itu, jumlah darah yang keluar dari vagina akan terus berkurang. 

Darah nifas berwarna merah cerah dengan adanya beberapa gumpalan, terutama di beberapa hari pertama setelah persalinan. Untuk kenyamanan, Bunda perlu mengenakan pembalut menstruasi berukuran besar, yang khusus dibuat untuk ibu nifas. 

Dua sampai tiga hari setelah melahirkan darah nifas yang keluar akan semakin berkurang jumlahnya. Akan tetapi, jumlah darah yang keluar bisa kembali meningkat jika Bunda banyak beraktivitas. Jika ini yang terjadi, cobalah beristirahat, jangan terlalu sering berjalan ke sana ke mari. 

Seperti halnya darah menstruasi, wajar jika Bunda merasakan arus darah keluar dari vagina saat berubah posisi dari duduk ke berdiri. Hal ini disebabkan oleh anatomi organ reproduksi perempuan yang khas. Saat duduk atau berbaring, darah nifas akan berkumpul di area yang berbentuk seperti mangkuk. Otomatis ketika berdiri, darah yang turun terasa lebih deras. 

Sepuluh hari setelah melahirkan, jumlah darah nifas akan jauh berkurang. Alih-alih gumpalan dan aliran darah, Bunda akan melihat bercak atau noda darah pada pembalut menstruasi. Hal ini bisa terjadi sampai 6 minggu setelah persalinan. Saat ini, Bunda bisa mengganti pembalut menstruasi dengan sanitary pad yang lebih tipis dan nyaman. Hindari tampon ya, Bun… sebab tampon bisa menyebabkan infeksi. 

Perdarahan abnormal pada masa nifas 

Kondisi yang terjadi di luar gambaran di atas bisa menjadi tanda adanya masalah kesehatan. Perdarahan setelah melahirkan bisa terjadi pada 5% ibu dan biasanya terjadi pada 24 jam pertama setelah melahirkan. Akan tetapi bukan tidak mungkin perdarahan terjadi pada 12 minggu pertama setelah melahirkan. 

Perdarahan setelah melahirkan bukan hal yang bisa dianggap sepele. Kehilangan banyak darah dapat menyebabkan turunnya tekanan darah. Jika tekanan darah turun hingga di bawah normal, organ-organ tubuh Bunda bisa kekurangan suplai darah. Kondisi ini dinamakan syok dan bisa berujung pada kematian. Itu sebabnya, kondisi ini harus segera ditangani. 

Segera datang ke fasilitas kesehatan jika Bunda mengalami hal ini: 

  • Mengeluarkan darah berwarna merah cerah tiga hari pertama pasca persalinan 
  • Mengeluarkan gumpalan darah yang ukurannya lebih besar dari buah plum
  • Sanitary pad menjadi basah oleh darah setelah satu jam dikenakan dan perdarahan tidak berhenti atau berkurang 
  • Pandangan buram 
  • Kedinginan 
  • Telapak tangan keringat dingin 
  • Denyut jantung menjadi lebih cepat 
  • Pusing 
  • Lemah 
  • Mual 
  • Merasa seperti akan pingsan

Bunda yang rentan mengalami perdarahan abnormal masa nifas

Terjadi pada 5% ibu yang baru melahirkan, ada beberapa kondisi yang membuat seorang ibu lebih rentan mengalami perdarahan nifas yang abnormal. Di antaranya jika Bunda pernah mengalami perdarahan pasca persalinan di kehamilan sebelumnya. Risikonya juga lebih tinggi pada Bunda yang keturunan Asia dan Amerika Tengah (Hispanik).  

Penyebab perdarahan masa nifas yang paling umum adalah atonia uteri. Umumnya, rahim akan menyusut atau berkontraksi untuk mengurangi perdarahan. Pada kondisi atonia uteri, rahim tidak berkontraksi secara maksimal,  yang akhirnya menyebabkan perdarahan. 

Kondisi atonia uteri lebih umum dialami jika Bunda: 

  • Melahirkan lebih dari satu anak dalam sekali waktu (anak kembar misalnya) 
  • Ukuran janin lebih besar dari 4 kg
  • Mengalami persalinan yang lama 
  • Sebelumnya pernah melahirkan beberapa kali

Beberapa kondisi lain yang dapat meningkatkan perdarahan setelah persalinan, adalah: 

  • Robek rahim saat persalinan
  • Persalinan secara caesar, risiko perdarahan lebih tinggi daripada persalinan per vaginam
  • Robek pada vagin atau serviks selama persalinan
  • Penggunaan obat bius total 
  • Penggunaan oksitosin (induksi)
  • Preeklampsia
  • Obesitas
  • Masalah pada plasenta

Mengatasi perdarahan 

Jika mengalami perdarahan yang abnormal di masa nifas, Bunda harus segera mencari pertolongan medis. Kunjungi fasilitas kesehatan tempat Bunda melahirkan untuk mengatasinya dengan segera. 

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi perdarahan tersebut, tergantung penyebab dan gejala yang Bunda alami. Dari pijat rahim, pemberian obat untuk memicu kontraksi rahim, transfusi darah untuk mengembalikan darah yang hilang, sampai histerektomi dan bahkan laparotomi (bedah perut) untuk mengetahui dan mengatasi penyebabnya.  

Jadi jangan sepelekan perdarahan pasca melahirkan ya, Bun.

Continue Reading

Pasca

Eklampsia Postpartum, Mengintai di Kala Bunda Lengah

mm

Published

on

eklampsia post partum
Eklampsia juga bisa terjadi di masa nifas ibu. Waspada karena dapat mengancam nyawa.

Mendengar kata preeklampsia ataupun eklampsia, seringkali kita mengasosiasikannya dengan kejadian pada ibu hamil. Akan tetapi, eklampsia juga dapat menyerang Bunda setelah melahirkan, loh. Meski lebih jarang terjadi, kondisi ini sama berbahayanya dan perlu ditangani dengan cepat.

Apa itu eklampsia postpartum dan bagaimana gejalanya?

Pre eklampsia postpartum adalah kondisi kesehatan serius yang terjadi setelah Bunda melahirkan si kecil. Kondisi ini ditandai dengan tekanan darah tinggi dan kenaikan kadar protein di urin. Jika tidak ditangani, kondisi ini bisa menyebabkan eklampsia atau kejang, sindrom HELLP dan masalah kesehatan lainnya.  

Sindrom HELLP merupakan beberapa atau rangkaian kejadian yang dapat mengancam kehamilan. HELLP adalah singkatan dari hemolisis (kerusakan atau hancurnya sel darah merah yang tugasnya mengangkut oksigen ke seluruh tubuh), elevated liver enzymes (meningkatkan kadar enzim yang dihasilkan organ hati) dan low platelets count atau rendahnya kadar keping darah (trombosit) yang membantu proses pembekuan darah. 

Dilansir dari situs What to Expect, beberapa peneliti memprediksi bahwa 4 sampai 6 persen perempuan yang mengidap preeklampsia dan eklampsia didiagnosa mengalami preeklamsia maupun eklampsia pada masa nifas

Jika Bunda mengidap preeklampsia selama kehamilan, kemungkinan untuk mengalami kondisi ini memang lebih tinggi jika dibanding perempuan yang tidak mengidap preeklampsia. Akan tetapi, Bunda yang tidak memiliki tekanan darah tinggi selama hamil juga berisiko mengalami eklampsia atau preeklampsia postpartum. 

Lalu, seperti apakah gejala preeklampsia postpartum? Gejalanya mirip dengan preeklampsia pada kehamilan, yaitu salah dua dari beberapa gejala di bawah ini:

  • Tekanan darah tinggi (140/90 mmHg atau lebih tinggi)
  • Terdapat protein dalam urin yang kadarnya di atas normal (proteinuria) 
  • Sakit kepala berat
  • Gangguan penglihatan, pandangan menjadi buram atau kabur, sensitif terhadap cahaya dan bahkan kebutaan sesaat 
  • Sakit perut bagian atas  (terutama di bawah tulang iga yang terletak di sebelah kanan-atas perut) 
  • Mual atau muntah
  • Napas pendek atau sesak 
  • Volume urin berkurang atau jarang buang air kecil 
  • Bengkak pada kaki 

Apa yang akan terjadi jika Bunda mengidap preeklampsia postpartum?

Bunda yang mengalami preeklampsia postpartum lebih berisiko mengalami komplikasi dibanding mereka yang mengidap preeklampsia di masa kehamilannya. Selain itu, risiko komplikasi untuk menjadi lebih serius, juga tinggi. Oleh sebab itu, penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter Bunda jika mengalami gejala-gejala yang sudah disebutkan di atas. 

Apa yang terjadi jika preeklampsia tidak segera ditangani? Komplikasi yang bisa terjadi adalah sebagai berikut: 

  • Eklampsia post partum, kondisi medis serius yang menyebabkan kejang dan rusaknya organ tubuh. Bahkan sekitar 1 dari 3 kasus eklampsia terjadi setelah ia melahirkan. Lebih dari setengahnya mengalami kejang 48 jam setelah persalinan
  • Pembengkakan paru-paru, atau menumpuknya cairan di paru-paru.
  • Sindrom HELLP. 
  • Stroke, terhambatnya aliran darah ke otak. 

Preeklampsia yang dialami setelah persalinan dapat berkembang menjadi eklampsia post partum dengan cepat. Sebab itu, kondisi ini harus segera dideteksi dan ditangani untuk mencegah terjadinya komplikasi. Dokter akan menangani preeklampsia postpartum dengan memberi obat untuk menurunkan tekanan darah dan juga memberi magnesium sulfat yang dapat membantu mencegah kejang.

Untuk mendeteksi preeklampsia postpartum secara dini, pemeriksaan masa nifas jangan dilewatkan ya Bun. Dengan secara rutin melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan seperti cek tekanan darah rutin, kondisi ini dapat diketahui lebih dini.

Continue Reading

Trending