Pasca
Pemulihan setelah Melahirkan Berbeda-beda untuk Setiap Ibu, Ini Alasannya
Tentu saja, setelah melahirkan kehidupan Bunda tidak akan sama seperti sebelumnya. Kehadiran si kecil di dalam keluarga, selain menghadirkan kebahagiaan, juga menambah banyak tugas baru. Adalah sangat wajar jika Bunda merasa kewalahan. Apalagi di saat yang bersamaan, banyak perubahan dalam tubuh Bunda yang memerlukan perhatian khusus, dari payudara yang mulai memproduksi ASI, perdarahan nifas, kram perut, belum lagi hormon yang masih menyesuaikan diri.
Ya, semua orang akan menghadapi perubahan ini dengan cara yang berbeda-beda. Pemulihan setiap ibu yang baru melahirkan juga berbeda-beda. Tidak adil rasanya jika Bunda membandingkan diri dengan apa yang Bunda lihat dari luaran saja, misalnya postingan ibu-ibu instagram yang tampak indah. Bahkan bukan tidak mungkin, hal ini membuat Bunda merasa lebih tertekan.
Daripada membanding-bandingkan, yuk ketahui apa yang sebenarnya Bunda jalani pada masa pemulihan setelah melahirkan.
Proses pemulihan setelah melahirkan
Apapun cara melahirkan yang telah Bunda jalani, tubuh Bunda mengalami proses berat yang tidak biasa. Selama sembilan bulan lebih tubuh memelihara janin dalam rahim, menjaganya terus bertumbuh dengan memenuhi semua kebutuhannya, diikuti dengan proses melahirkan. Tentu saja tubuh perlu waktu untuk memulihkan diri. Setelah melahirkan Bunda akan mengalami masa nifas dan merasakan kontraksi rahim selama beberapa waktu.
Di masa ini mungkin Bunda akan merasa kurang nyaman saat berjalan-jalan atau naik-turun tangga. Tidak hanya tubuh yang menyesuaikan, suasana hati pun akan naik dan turun. Merasa gembira, kemudian sedih tanpa alasan khusus.
Semua itu normal saja ya, Bunda. Ingatlah bahwa pada saat yang bersamaan Bunda juga perlu memenuhi kebutuhan ASI si kecil, mengatasi waktu tidur yang kurang, dan banyak hal lain. Perawatan diri sendiri, atau self care, dan yang paling utama juga self-kindness (rasa sayang terhadap diri sendiri) jadi kunci yang amat penting untuk menjalani pemulihan setelah melahirkan.
Pemulihan setelah melahirkan bisa jadi lebih lama karena…
Jika Bunda merasa tidak juga kembali ke kondisi semula, baik secara fisik maupun mental, bisa jadi beberapa faktor ini menjadi penyebabnya.
Persalinan yang menantang
Setiap ibu menjalani proses melahirkan yang berbeda-beda, beberapa lancar tanpa gangguan, beberapa lagi mengalami komplikasi dan tindakan khusus. Persalinan caesar memerlukan pemulihan yang lebih lama dibanding per vaginam, sebab proses bedah yang cukup kompleks.
Belum lagi, ada faktor emosional yang ikut memengaruhi. Misalnya jika Bunda mengalami proses melahirkan yang kurang menyenangkan, bayi mengalami stres, atau rasa kecewa karena tidak dapat melalui proses melahirkan yang direncanakan bahkan ditulis dalam birth plan. Jika secara emosional Bunda merasa kecewa, bukan tidak mungkin hal ini akan berkembang menjadi depresi pasca persalinan, kecemasan dan bahkan trauma.
Kebutuhan medis
Ada Bunda yang mengalami infeksi pada luka caesar, bertarung dengan kondisi kesehatan khusus, produksi ASI yang rendah, mastitis, payudara bengkak, wasir dan sembelit… semua kondisi ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan berpotensi membuat Bunda merasa lelah dan kewalahan. Kondisi ini, ditambah energi yang harus dikerahkan untuk merawat bayi baru lahir, bisa membuat pemulihan setelah melahirkan menjadi lebih lama.
Bukan anak pertama
Ibu yang baru pertama kali melahirkan dan memiliki kondisi tubuh yang prima sebelum hamil, akan lebih mudah dan cepat kembali pulih. Namun jika ini adalah kelahiran anak kedua atau ketiga, biasanya perlu waktu lebih lama bagi ibu untuk kembali pulih. Selain itu, kelahiran anak kedua atau lebih biasanya dialami saat usia sudah tidak lagi muda, yang menyebabkan tubuh perlu waktu lebih lama untuk pulih.
Kurang dukungan
Menjadi orang tua bukanlah tugas yang mudah, apalagi jika Anda melaluinya seorang diri. Kurangnya sistem pendukung bisa memperpanjang masa pemulihan setelah melahirkan karena Bunda harus melakukan semuanya seorang diri (dari memasak sampai mencuci pakaian).
Bukan satu-satunya anak
Sering mendengar nasihat untuk istirahat saat si kecil tertidur. Ya, ini bisa dilakukan kalau saja tidak ada anak lain di rumah. Waktu tidur Bunda sudah tentu akan berkurang. Padahal, waktu tidur yang cukup akan membantu tubuh kembali pulih dengan lebih cepat.
Bagaimana mengatasinya?
Agar masa pemulihan dapat Bunda jalani dengan lebih tenang, beberapa cara ini bisa jadi solusi.
- Mintalah bantuan. Bantuan sekecil apapun lebih baik daripada tidak ada bantuan sama sekali. Tidak ada asisten yang siap sedia mencuci pakaian atau membereskan rumah? Tidak ada salahnya melirik servis cuci pakaian kiloan. Tidak perlu gengsi dan terlalu perfeksionis. Tidak sempat masak? Coba stok beberapa makanan beku sebagai alternatif. Jangan pula ragu untuk minta bantuan keluarga atau teman terdekat, terutama pada mereka yang memang sudah menyatakan siap membantu sejak awal.
- Sesekali keluar rumah. Jika Bunda merasa lesu dan kurang energi, berjalan-jalan di luar rumah dan hirup udara segar. Jika jalan-jalan tidak dimungkinkan karena situasi, coba untuk duduk di teras sambil berjemur dengan si kecil. Sinar matahari bisa membantu memperbaiki suasana hati.
- Jalani yang Anda sukai. Luangkan sedikit waktu untuk diri sendiri dengan menjalani hobi. Ya mungkin belum saatnya untuk naik ke atas sepeda gunung, tapi Bunda bisa sisihkan waktu untuk menonton acara favorit. Bahkan mengecat kuku atau menulis curhat di selembar kertas bisa membantu kok, Bun.
- Batasi akses ke media sosial. Jika semua usaha tidak berhasil, cobalah untuk menyimpan telepon pintar Anda di dalam laci dan beralih membaca buku. Terkadang melihat feed instagram yang sudah diatur sedemikian rupa membuat kita merasa kecil.
- Prioritaskan tidur dan istirahat. Hindari godaan untuk memenuhi semua tugas yang ada dalam daftar. Produktif memang baik, tapi bukanlah prioritas Anda saat ini. Pastikan Bunda mendapat cukup istirahat untuk pemulihan yang optimal.
- Jangan lewatkan pemeriksaan pasca persalinan. Cek kondisi fisik dan psikis dengan dokter Bunda enam minggu setelah persalinan. Pemeriksaan ini untuk memastikan apakah Bunda menjalani pemulihan dengan baik tanpa kondisi penyulit.
Itulah beberapa hal yang menyebabkan pemulihan setelah melahirkan bisa berbeda-beda bagi setiap ibu. Untuk kejernihan pikiran, yang diperlukan saat merawat bayi baru lahir, hindari membandingkan diri dengan ibu lain ya, Bun. Fokus saja dengan apa yang menjadi kebutuhan diri dan si kecil. Selamat menjalani hari-hari baru menjadi ibu dengan bahagia.
Pasca
Bengkak setelah Melahirkan, Apakah Normal?
Melihat foto Kate Middleton usai melahirkan anak pertamanya, Bunda pun menggantungkan ekspektasi bahwa tubuh Bunda akan terlihat kembali ramping usai si kecil lahir. Pada kenyataannya, tidak semudah itu, Bunda!
Ya, mari singkirkan imej kesempurnaan Kate Middleton setelah melahirkan. Kebanyakan ibu hamil masih terlihat “gembil” setelah melahirkan, meskipun secara timbangan berat badannya turun cukup banyak. Jadi apa yang menyebabkannya?
Apa itu bengkak setelah melahirkan?
Apakah wajah Bunda masih terlihat “gembil” atau bahkan “bengkak” setelah melahirkan? Begitu juga dengan kaki, lengan, pergelangan tangan, dan jari-jemari?
Saat melahirkan, Bunda sudah membayangkan dan siap mengucap “selamat tinggal” pada tubuh yang terlihat “puffy”. Tapi apa daya, pada kenyataannya tidak secepat itu. Cairan ekstra yang tersimpan dalam tubuh Bunda selama hamil tidak akan ‘terkuras’ begitu saja dan hilang dalam waktu semalam. Cairan ekstra tersebut tersimpan di jaringan pada lapisan di bawah kulit Bunda.
Ditambah lagi jika Bunda perlu mendapat infus karena melahirkan melalui caesar, cairan tubuh pun akan terakumulasi dan membuat Bunda terlihat lebih bengkak. Aih… jauh-jauh dulu dari cermin, ya.
Begitu pula Bunda yang menjalani persalinan secara per vaginam, akan mungkin mengalami pembengkakan di sekitar perineum.
Lalu apakah ini normal? Meski bukan hal yang menyenangkan, pembengkakan setelah melahirkan ini wajar dialami ibu yang melalui persalinan normal maupun caesar.
Penyebab bengkak setelah melahirkan
Retensi cairan selama hamil merupakan salah satu penyebab pembengkakan setelah melahirkan. Selain itu ada beberapa hal yang menyebabkannya:
- Sisa cairan yang terakumulasi selama 9 bulan kehamilan Bunda. Cairan yang terkumpul di tubuh selama kehamilan ini jika ditotal bisa mencapai berat 3 kilogram!
- Cairan yang disimpan selama persalinan. Untuk persalinan epidural misalnya, maka Bunda akan menerima cairan infus untuk memastikan tekanan darah tidak turun. Begitu pula dengan persalinan secara caesar, cairan infus diberikan selama proses operasi hingga 24 jam setelahnya. Simpanan cairan tersebut tidak akan hilang begitu saja.
- Mengedan. Proses mengedan selama persalinan bisa menyebabkan pembengkakan pada tubuh dan wajah Bunda, loh.
- Kurang bergerak. Setelah melahirkan biasanya Bunda akan disarankan untuk sering-sering turun dari ranjang dan bergerak. Cara ini bisa membantu mengeluarkan cairan dari tubuh. Sebaliknya, kecenderungan untuk tidak bergerak justru membuat tubuh bengkak lebih lama.
- Hormon. Selama kehamilan, kadar hormon progesteron dalam tubuh Bunda akan meningkat. Salah satu dampaknya adalah retensi air dalam tubuh selama kehamilan yang kemudian berlanjut setelah melahirkan.
Cara mengatasi pembengkakan setelah melahirkan
Ada beberapa langkah yang dapat Bunda lakukan untuk membantu mengatasi pembengkakan setelah melahirkan.
- Kuras cairan ekstra dengan minum banyak air. Loh, kok malah disuruh minum? Iya, Bun… cara ini bisa mencegah tubuh mengalami dehidrasi yang menyebabkan tubuh menahan air lebih banyak. Minum lebih banyak air juga dapat memastikan ginjal bekerja maksimal untuk membantu menghilangkan sampah dalam tubuh, termasuk cairan ekstra.
- Bergerak sesuai dengan kemampuan Bunda. Terlebih jika Bunda baru menjalankan persalinan melalui operasi caesar. Aktivitas fisik akan mencegah cairan dan darah mengumpul di kaki membantu mengeluarkan cairan dari tubuh.
- Hindari berdiri atau duduk terlalu lama. Berdiam diri terlalu lama, tanpa aktivitas fisik berarti, membuat cairan berkumpul di bagian bawah tubuh. Bergerak akan membantu darah bersirkulasi ke seluruh tubuh.
- Mengangkat kaki lebih tinggi dari tubuh saat berbaring di tempat tidur. Cara ini akan membantu mengalirkan cairan di bagian bawah tubuh ke bagian tubuh bagian atas yang pada akhirnya akan dibuang melalui ginjal dan kelenjar keringat.
- Putar pergelangan kaki Bunda. Jika Bunda belum dapat turun dari tempat tidur, cobalah putar pergelangan kaki searah jarum jam dan melawan jarum jam 10 kali untuk setiap arah. Coba juga untuk memijat area kaki yang bengkak.
- Jika perlu, gunakan stocking kompres. Stocking ini membantu meningkatkan sirkulasi darah di kaki, yang membantu menggerakkan cairan ke tubuh bagian atas dan melewati ginjal untuk kemudian dibuang.
- Jika jari dan tangan Bunda juga bengkak, angkat melewati kepala untuk membantu mengalirkan cairan dari area tersebut ke bawah.
- Kurangi asupan sodium atau garam dalam makanan yang Bunda konsumsi. Garam berpotensi memperparah pembengkakan setelah melahirkan.
- Berpakaian tipis dan nyaman. Suhu tubuh yang terlalu panas malah akan menahan cairan dalam tubuh. Nyalakan kipas angin dan buka jendela agar tubuh terasa lebih adem.
Pada akhirnya cairan tubuh akan dikeluarkan secara bertahap di minggu pertama setelah melahirkan. Tubuh yang bengkak setelah melahirkan pun akan kembali normal setelah itu.
Akan tetapi tetap awasi jika bengkak setelah hamil ini juga disertai dengan gejala lain yang bisa jadi penanda adanya masalah kesehatan. Beberapa tanda yang perlu diawasi adalah:
- Bengkak yang muncul tiba-tiba
- Pembengkakan bertambah parah setelah beberapa hari.
- Bengkak yang disertai tanda preeklampsia setelah melahirkan, seperti sakit kepala, muntah, pandangan buram atau sensitif terhadap cahaya.
- Nyeri dada dan kesulitan bernapas
- Luka operasi caesar bengkak dan diikuti rasa nyeri dan cairan berbau
Jika menemukan gejala di atas, jangan tunda untuk berkonsultasi dengan dokter ya, Bunda!
Pasca
Kenali Perdarahan Nifas yang Abnormal Pasca Persalinan
Tahukah Bunda, saat hamil volume darah di dalam tubuh kita meningkat sampai 50%. Peningkatan volume darah ini diperlukan untuk mendukung pertumbuhan janin dan juga persiapan saat persalinan nanti. Proses persalinan itu sendiri menyebabkan perdarahan akibat proses keluarnya janin, baik secara per vaginam maupun melalui operasi caesar.
Jika perdarahan saat persalinan merupakan hal yang wajar, bagaimana dengan perdarahan yang terjadi setelah persalinan? Umumnya, di masa pasca persalinan atau masa nifas, Bunda akan mengalami darah yang keluar dari vagina atau disebut dengan perdarahan nifas.
Akan tetapi, bukan tidak mungkin ada perdarahan yang terjadi di masa pasca persalinan yang disebabkan oleh keadaan abnormal. Bagaimana membedakannya?
Ini perdarahan nifas yang normal
Pasca persalinan per vaginam maupun caesar, tubuh akan mengeluarkan darah nifas atau yang dikenal secara medis dengan nama lochea. Nifas merupakan cara tubuh mengeluarkan darah dan jaringan sisa di rahim, yang sebelumnya dipakai untuk menjaga pertumbuhan janin.
Perdarahan terberat terjadi pada dua hari pertama setelah persalinan. Setelah itu, jumlah darah yang keluar dari vagina akan terus berkurang.
Darah nifas berwarna merah cerah dengan adanya beberapa gumpalan, terutama di beberapa hari pertama setelah persalinan. Untuk kenyamanan, Bunda perlu mengenakan pembalut menstruasi berukuran besar, yang khusus dibuat untuk ibu nifas.
Dua sampai tiga hari setelah melahirkan darah nifas yang keluar akan semakin berkurang jumlahnya. Akan tetapi, jumlah darah yang keluar bisa kembali meningkat jika Bunda banyak beraktivitas. Jika ini yang terjadi, cobalah beristirahat, jangan terlalu sering berjalan ke sana ke mari.
Seperti halnya darah menstruasi, wajar jika Bunda merasakan arus darah keluar dari vagina saat berubah posisi dari duduk ke berdiri. Hal ini disebabkan oleh anatomi organ reproduksi perempuan yang khas. Saat duduk atau berbaring, darah nifas akan berkumpul di area yang berbentuk seperti mangkuk. Otomatis ketika berdiri, darah yang turun terasa lebih deras.
Sepuluh hari setelah melahirkan, jumlah darah nifas akan jauh berkurang. Alih-alih gumpalan dan aliran darah, Bunda akan melihat bercak atau noda darah pada pembalut menstruasi. Hal ini bisa terjadi sampai 6 minggu setelah persalinan. Saat ini, Bunda bisa mengganti pembalut menstruasi dengan sanitary pad yang lebih tipis dan nyaman. Hindari tampon ya, Bun… sebab tampon bisa menyebabkan infeksi.
Perdarahan abnormal pada masa nifas
Kondisi yang terjadi di luar gambaran di atas bisa menjadi tanda adanya masalah kesehatan. Perdarahan setelah melahirkan bisa terjadi pada 5% ibu dan biasanya terjadi pada 24 jam pertama setelah melahirkan. Akan tetapi bukan tidak mungkin perdarahan terjadi pada 12 minggu pertama setelah melahirkan.
Perdarahan setelah melahirkan bukan hal yang bisa dianggap sepele. Kehilangan banyak darah dapat menyebabkan turunnya tekanan darah. Jika tekanan darah turun hingga di bawah normal, organ-organ tubuh Bunda bisa kekurangan suplai darah. Kondisi ini dinamakan syok dan bisa berujung pada kematian. Itu sebabnya, kondisi ini harus segera ditangani.
Segera datang ke fasilitas kesehatan jika Bunda mengalami hal ini:
- Mengeluarkan darah berwarna merah cerah tiga hari pertama pasca persalinan
- Mengeluarkan gumpalan darah yang ukurannya lebih besar dari buah plum
- Sanitary pad menjadi basah oleh darah setelah satu jam dikenakan dan perdarahan tidak berhenti atau berkurang
- Pandangan buram
- Kedinginan
- Telapak tangan keringat dingin
- Denyut jantung menjadi lebih cepat
- Pusing
- Lemah
- Mual
- Merasa seperti akan pingsan
Bunda yang rentan mengalami perdarahan abnormal masa nifas
Terjadi pada 5% ibu yang baru melahirkan, ada beberapa kondisi yang membuat seorang ibu lebih rentan mengalami perdarahan nifas yang abnormal. Di antaranya jika Bunda pernah mengalami perdarahan pasca persalinan di kehamilan sebelumnya. Risikonya juga lebih tinggi pada Bunda yang keturunan Asia dan Amerika Tengah (Hispanik).
Penyebab perdarahan masa nifas yang paling umum adalah atonia uteri. Umumnya, rahim akan menyusut atau berkontraksi untuk mengurangi perdarahan. Pada kondisi atonia uteri, rahim tidak berkontraksi secara maksimal, yang akhirnya menyebabkan perdarahan.
Kondisi atonia uteri lebih umum dialami jika Bunda:
- Melahirkan lebih dari satu anak dalam sekali waktu (anak kembar misalnya)
- Ukuran janin lebih besar dari 4 kg
- Mengalami persalinan yang lama
- Sebelumnya pernah melahirkan beberapa kali
Beberapa kondisi lain yang dapat meningkatkan perdarahan setelah persalinan, adalah:
- Robek rahim saat persalinan
- Persalinan secara caesar, risiko perdarahan lebih tinggi daripada persalinan per vaginam
- Robek pada vagin atau serviks selama persalinan
- Penggunaan obat bius total
- Penggunaan oksitosin (induksi)
- Preeklampsia
- Obesitas
- Masalah pada plasenta
Mengatasi perdarahan
Jika mengalami perdarahan yang abnormal di masa nifas, Bunda harus segera mencari pertolongan medis. Kunjungi fasilitas kesehatan tempat Bunda melahirkan untuk mengatasinya dengan segera.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi perdarahan tersebut, tergantung penyebab dan gejala yang Bunda alami. Dari pijat rahim, pemberian obat untuk memicu kontraksi rahim, transfusi darah untuk mengembalikan darah yang hilang, sampai histerektomi dan bahkan laparotomi (bedah perut) untuk mengetahui dan mengatasi penyebabnya.
Jadi jangan sepelekan perdarahan pasca melahirkan ya, Bun.
Pasca
Eklampsia Postpartum, Mengintai di Kala Bunda Lengah
Mendengar kata preeklampsia ataupun eklampsia, seringkali kita mengasosiasikannya dengan kejadian pada ibu hamil. Akan tetapi, eklampsia juga dapat menyerang Bunda setelah melahirkan, loh. Meski lebih jarang terjadi, kondisi ini sama berbahayanya dan perlu ditangani dengan cepat.
Apa itu eklampsia postpartum dan bagaimana gejalanya?
Pre eklampsia postpartum adalah kondisi kesehatan serius yang terjadi setelah Bunda melahirkan si kecil. Kondisi ini ditandai dengan tekanan darah tinggi dan kenaikan kadar protein di urin. Jika tidak ditangani, kondisi ini bisa menyebabkan eklampsia atau kejang, sindrom HELLP dan masalah kesehatan lainnya.
Sindrom HELLP merupakan beberapa atau rangkaian kejadian yang dapat mengancam kehamilan. HELLP adalah singkatan dari hemolisis (kerusakan atau hancurnya sel darah merah yang tugasnya mengangkut oksigen ke seluruh tubuh), elevated liver enzymes (meningkatkan kadar enzim yang dihasilkan organ hati) dan low platelets count atau rendahnya kadar keping darah (trombosit) yang membantu proses pembekuan darah.
Dilansir dari situs What to Expect, beberapa peneliti memprediksi bahwa 4 sampai 6 persen perempuan yang mengidap preeklampsia dan eklampsia didiagnosa mengalami preeklamsia maupun eklampsia pada masa nifas.
Jika Bunda mengidap preeklampsia selama kehamilan, kemungkinan untuk mengalami kondisi ini memang lebih tinggi jika dibanding perempuan yang tidak mengidap preeklampsia. Akan tetapi, Bunda yang tidak memiliki tekanan darah tinggi selama hamil juga berisiko mengalami eklampsia atau preeklampsia postpartum.
Lalu, seperti apakah gejala preeklampsia postpartum? Gejalanya mirip dengan preeklampsia pada kehamilan, yaitu salah dua dari beberapa gejala di bawah ini:
- Tekanan darah tinggi (140/90 mmHg atau lebih tinggi)
- Terdapat protein dalam urin yang kadarnya di atas normal (proteinuria)
- Sakit kepala berat
- Gangguan penglihatan, pandangan menjadi buram atau kabur, sensitif terhadap cahaya dan bahkan kebutaan sesaat
- Sakit perut bagian atas (terutama di bawah tulang iga yang terletak di sebelah kanan-atas perut)
- Mual atau muntah
- Napas pendek atau sesak
- Volume urin berkurang atau jarang buang air kecil
- Bengkak pada kaki
Apa yang akan terjadi jika Bunda mengidap preeklampsia postpartum?
Bunda yang mengalami preeklampsia postpartum lebih berisiko mengalami komplikasi dibanding mereka yang mengidap preeklampsia di masa kehamilannya. Selain itu, risiko komplikasi untuk menjadi lebih serius, juga tinggi. Oleh sebab itu, penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter Bunda jika mengalami gejala-gejala yang sudah disebutkan di atas.
Apa yang terjadi jika preeklampsia tidak segera ditangani? Komplikasi yang bisa terjadi adalah sebagai berikut:
- Eklampsia post partum, kondisi medis serius yang menyebabkan kejang dan rusaknya organ tubuh. Bahkan sekitar 1 dari 3 kasus eklampsia terjadi setelah ia melahirkan. Lebih dari setengahnya mengalami kejang 48 jam setelah persalinan.
- Pembengkakan paru-paru, atau menumpuknya cairan di paru-paru.
- Sindrom HELLP.
- Stroke, terhambatnya aliran darah ke otak.
Preeklampsia yang dialami setelah persalinan dapat berkembang menjadi eklampsia post partum dengan cepat. Sebab itu, kondisi ini harus segera dideteksi dan ditangani untuk mencegah terjadinya komplikasi. Dokter akan menangani preeklampsia postpartum dengan memberi obat untuk menurunkan tekanan darah dan juga memberi magnesium sulfat yang dapat membantu mencegah kejang.
Untuk mendeteksi preeklampsia postpartum secara dini, pemeriksaan masa nifas jangan dilewatkan ya Bun. Dengan secara rutin melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan seperti cek tekanan darah rutin, kondisi ini dapat diketahui lebih dini.
-
Kehamilan4 years ago
Bun, Ini Prosedur Periksa Kehamilan dengan BPJS yang Perlu Diketahui!
-
Pasca4 years ago
Bagaimana Mengetahui Jahitan Kering Pasca Melahirkan Normal?
-
Kehamilan5 years ago
Bagaimana Jika Tinggi Fundus Uteri Kurang dari yang Seharusnya?
-
Kehamilan6 years ago
Bunda, Ini Pentingnya Menghitung Tinggi Fundus Pada Saat Hamil
-
Persalinan5 years ago
Ini yang Akan Bunda Alami Saat Melahirkan dengan Induksi
-
Kehamilan4 years ago
Adakah Gerakan Fisik Tertentu yang Bisa Menyebabkan Keguguran?
-
Kehamilan6 years ago
Ini Fakta Seputar Perut Hamil Bunda
-
Kehamilan6 years ago
5 Jenis Infeksi yang Menyebabkan Cacat Janin